Liam’s PoV
Hidup Ruby dalam bahaya, namun itu hanya perkiraan saja karena aku merasa ada yang janggal di dalam cerita Ava. Aku sebenarnya tidak tahu bagaimana caranya, hanya saja, aku tahu aku akan pulang dengan selamat.
“Liam, bahaya apa yang kau maksud?” tanya Ruby yang bergidik ketakutan.
“Akan kuceritakan ketika kita masuk ke kamar, saat ini, sebaiknya kita biarkan ponselku terisi dulu baterainya,” ucapku sambil melangkah menuju bar. Aku lalu meninggalkan ponselku di meja resepsionis dan memesan minuman di bar. Wajah Ruby terlihat pucat, mungkin dia memang sedang memikirkan bahaya apa yang aku maksud.
“Liam, apakah aku akan mati?” tanya Ruby.
“Entahlah.”
“Aku tidak mau mati dulu,” ucapnya.
Mendengarnya mengatakan itu membuatku teringat dengan Alita. Aku tidak sanggup menahan air mataku karena teringat dengannya. Ruby menyadari air mataku dan bertanya ada apa denganku, namun aku hanya menggeleng dan menuju ke resepsionis
Liam’s PoVAku mengambil pelacak itu dan membuangnya ke pantai. Semoga saja mereka tidak menyangka kalau aku akan menyadarinya secepat ini. Aku segera masuk ke dalam mobil dan menjauh dari tempat ini. Ruby memperhatikan aku dengan keheranan dan bertanya tentang apa yang sudah terjadi. Ketika aku menceritakan tentang pelacak itu, wajahnya terlihat ketakutan.“Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Ruby.“Aku rasa kita akan pergi ke bengkel terdekat, aku harus tahu apa mereka memasang pelacak lagi di mobil ini,” jawabku.“Liam, kita akan selamat kan? Kau sudah berjanji kepadaku.”“Yap, tentu saja,” ucapku seraya tersenyum kepadanya. Dia kemudian memalingkan wajahnya, menatap keluar jendela dan aku bisa melihat senyuman di wajahnya dari pantulan jendela. Dia manis sekali.Cahaya matahari sudah mulai terlihat, aku terus memacu mobil ini mengikuti jalan, aku tidak ta
Liam’s PoVKami berjalan menyusuri jalanan yang sudah mulai diterangi cahaya sang fajar. Bergandengan tangan, dan sejenak aku melupakan tentang masalah yang sedang kami hadapi saat ini. Ruby melihat ke sepanjang jalan yang sudah mulai ramai dengan orang. Beberapa sepertinya berangkat untuk kerja dan beberapa yang lainnya hanya jogging atau berjalan-jalan menikmati pagi yang cerah ini.“Liam, sepertinya ponselmu bergetar, aku bisa mendengarnya, sepertinya ponselmu bergetar cukup lama, mungkin ada yang menelpon,” ucap Ruby.“Oh ya? aku tidak merasakannya,” ucapku. Aku lalu melihat ponselku yang ternyata sudah bergetar sejak tadi. Ada 7 panggilan tak terjawab dari Ava.“Siapa?” tanya Ruby.“Ava, aku akan menelponnya sebentar.” Namun belum sempat aku menelpon balik, dia sudah terlebih dahulu menelponku. Aku pun segera mengangkatnya.“KEMANA SAJA KAU? KENAPA KAU BARU MEN
Liam’s PoVRobert menginjak pedal gas dan taksi pun melaju pelan meninggalkan mall tempat kami berbelanja. Aku memperhatikan Robert, suaranya saat menyapa kami tadi sangat familiar dengan suara yang aku dengar.“Liam.” Suara Ruby mengagetkanku yang sedang melamun memikirkan Robert.“Ada apa?”“Apakah Ava sudah membaca pesanmu?” tanya Ruby yang membuatku melihat pesan yang kukirimkan kepada Ava. Aku lalu menggelengkan kepala karena pesan yang kukirim masih belum dibaca oleh Ava.“Anda mengenal nona Ava?” ucap Robert tiba-tiba.“Ya, aku temannya, apa kau pernah mengantarnya? Pantas saja suaramu terdengar familiar karena aku mendengar rekaman pembicaraanmu dengan Ava beberapa waktu lalu,” jelasku setengah terkejut. Aku baru menyadari kalau Ava mengirimkan rekaman percakapan dengan seorang supir taksi dan Robert lah orangnya.“Benarkah? Aku tidak tahu kalau dia merekamnya, soal Michael Patterson?” tanya Robert.“Ya
Aku berdiri dan bersembunyi di belakang Liam. Di depan pintu apartemen yang baru saja terbuka dengan paksa, sosok ayaku berdiri disana ditemani beberapa orang berbadan besar dan berjaket hitam. Liam merentangkan tangannya berusaha menutupiku dan Ruby hanya bisa membeku melihat hal yang baru saja terjadi. Ayahku memperhatikan Ruby dengan tatapan yang mengerikan seakan ingin membunuhnya.“A-apa yang kau lakukan disini, ayah,” ucapku dengan penuh rasa takut.“Apa yang di katakan Martin sangat tepat, tadinya aku hanya ingin mengancam nenekmu, Liam, agar kau bisa mengembalikan wanita pirang itu kepadaku, namun kebetulan sekali kita semua berada disini saat ini,” ucap ayahku“Apa yang akan kau lakukan pada nenekku?!” tanya Liam dengan sangat marah.“Entahlah, sesuatu yang cukup untuk membuatmu kembali dan membawa si pirang sialan ini kepadaku,” ucap ayahku seraya menarik Ruby dengan kasar.“Hey, henti
Aku merasa senang, aku ingin suasana di meja makan ini menjadi suasana yang akan selalu aku rasakan setiap kali berada di rumahh. Aku melihat ayahku yang sedang menikmati makanannya sambil sesekali berbicara dengan Liam mengenai masalah pekerjaan.“Ayah, apakah kau memecat Liam?” tanyaku.“Sejujurnya ayah senang dengan kinerjanya ketika menjadi pengawas gudang, ayah belum memecat Liam sehingga kau bisa masuk kerja besok, Liam,” jawab ayahku yang kemudian melihat ke arah Liam. Liam hanya tersenyum dan berterimakasih kepada ayahku.Aku mengalihkan pandanganku kepada Ruby yang duduk di samping Liam, dia tampak serius sekali menjilati es krim hingga daerah di sekitar mulutnya terlihat bercak-bercak berwarna cokelat karena es krim yang dia pegang beberapa kali meleset dari targetnya. Aku tertawa melihatnya dan dia terlihat kebingungan.“Apa?” tanya Ruby kebingungan.Aku lalu menunjuk mulutku sebagai isyarat kenapa aku
Seseorang masuk ke dalam rumahku dan ternyata itu adalah ibuku. Aku melihatnya dari atas tangga dan dia sekarang berjalan menuju kulkas dan mengambil sekaleng soda. Aku sudah berbaikan dengan ayahku namun aku belum berbaikan dengan ibuku. Aku menuruni tangga dan menghampirinya. Dia memperhatikan aku dengan tatapan sinis seraya meminum sodanya dan mengalihkan perhatiannya menuju ponselnya.“Aku tidak membunuhnya, bu, berhentilah membenciku.” Namun ibu menolak mendengarkan aku dan masuk ke dalam kamarnya. Aku duduk di sofa di depan televisi dan mencoba menenangkan diri. Memikirkan tentang apa yang terjadi beberapa hari yang lalu, dan semuanya memang terasa sangat cepat hingga aku sampai di titik ini. Namun diriku masih hancur. Dia hanya seseorang yang baru saja kutemui, kenapa sesulit ini merelakannya.Aku melihat beberapa pecahan kaca di lantai. Sudah berbulan-bulan benda itu berada di lantai dan tidak pernah ada yang membereskan. Aku tidak memiliki asisten
Sudah satu bulan sejak kematian Michael Patterson, dan hingga hari ini, Martin belum menemukan orang tua Michael. Aku rasa ayahku juga sudah menyerah soal itu, karena bulan ini saja dia sudah mendapatkan lebih dari 2 juta dollar bulan ini. Perusahaan ayahku memang sedang ada di atas sehingga banyak sekali pemasukan. Namun aku masih merasa gatal soal kejadian itu, aku ingin bicara dengan keluarganya namun aku tidak tahu harus apa.Sejak hari dimana aku bertemu Olivia dan ayahku di mall, ayahku menjadi sering sekali gugup saat bicara denganku. Dia bahkan menghindari pembicaraan denganku dan aku pun hingga saat ini masih belum membersihkan rumah. Aku juga belum menghadiri sekolah sejak hari itu dan ayahku terus membujukku untuk kembali sekolah, aku senang sekali ayah membujukku sehingga aku selalu beralasan untuk tidak sekolah karena aku senang melihat ayah pagi-pagi sudah membuka gorden kamarku dan membangunkanku.KREKK!Itu bunyi pintu kamarku yang terbuka dan ak
Aku rasa Liam melupakan aku karena pacar barunya, aku mengingat perlakuannya kepadaku yang meminta agar dia memperlakukan aku sebagaimana dia memperlakukan Alita. Namun, aku rasa itu adalah permintaan bodoh karena Alita adalah sahabatnya dan aku tidak pernah tahu kalau Liam akan memiliki seorang pacar. Namun entah kenapa, semuanya memang terasa tidak adil untukku. Aku merindukannya.Aku menghabiskan kopiku dan keluar dari café. Memperhatikan jalan yang tidak terlalu ramai, padahal ini sudah pukul 12 siang. Aku menyebrang dan menelpon ayahku untuk menjemputku, namun ayah tidak bisa menjemputku karena dia harus menyelesaikan sesuatu di kantor sehingga dia bilang akan meminta Gerry untuk mejemputku. Aku lalu menutup telepon dan menunggu di depan sebuah toko parfum. Hey, kalau tidak salah, ini adalah toko parfum tempat aku membeli parfum unik itu, aku lalu masuk ke dalam dan si penjual parfum tersenyum kepadaku.“Permisi, aku ingin bertanya tentang parfum ini,