Aku rasa aku tidak pernah mencintai seseorang, atau mungkin aku pernah mencintai kedua orang tuaku. Tapi sekarang aku hanya mencintai harta mereka. Tapi kali ini berbeda, aku mencintai Liam, sungguh.
“Hey, kau masih akan terdiam disana dan memperhatikan aku dengan mata seram itu?” tanya Liam yang membuatku tersadar. Tidak aku sangka aku sudah terlalu lama memikirkannya.
“Kau bisa tidur di kamarku, aku akan tidur disini,” kata Liam sambil menunjuk kearah kamarnya. Aku hanya mengangguk dan melangkahkan kakiku menuju kamar itu. Aku benar-benar seperti orang bodoh. Aku lalu berbaring diatas ranjang Liam dan mencoba untuk tidur. Namun, semua pikiran tentang Liam datang dan membuatku tidak mengantuk. Aku bangun dari tempat tidur dan mengintip Liam dari balik pintu. Liam yang merasa kalau sedang diperhatikan lalu melihatku dan mengacungkan jari tengahnya kepadaku. Aku hanya tertawa ringan dan kembali ke tempat tidur. Selamat malam.
Sinar matahar
Aku terkejut melihat ayah Ava di tempat ini dan Ava pun sama terkejutnya dengan aku. Aku tidak bisa berkata apa-apa karena aku khawatir akan pekerjaanku. Ruby sudah menuju ke lorong tempat ruang interogasi berada dan aku bisa melihat Ava yang tidak bisa bergerak karena tangannya di cengkram dengan sangat kuat oleh ayahnya, ayah kejam Ava sekaligus bos tempat aku bekerja.Aku segera menyusul Ruby menuju ruang interogasi dan meninggalkan Ava berdua dengan ayahnya di lobby kantor polisi. Beruntung ayahnya tidak menyadari aku yang berada di sampingnya. Aku lalu melihat orang berjas hitam dan 3 orang polisi yang mengawal Ruby masuk ke sebuah ruangan. Jendela ruangan itu sangat bersih sehingga aku bisa melihat apa yang terjadi di dalam.Di dalam ruangan itu ada seorang pria berbadan kekar yang menggunakan jaket kulit hitam. Pria itu lalu mengeluarkan sebuah koper hitam dan meletakkan koper itu sesaat setelah polisi dan juga Ruby masuk ke dalam ruangan itu. Pria dengan jas hi
Hari sudah malam dan aku bisa mendengar ayahku yang sudah datang dan membanting pintu dengan keras. Aku berjalan tertatih-tatih menuju pintu kamarku dan menguncinya karena takut ayahku masuk kesini. Aku lalu kembali menuju tempat tidur, mencoba untuk tenang dan menahan rasa sakitku. Aku ingin pergi dari rumah ini, sungguh.Aku berpikir untuk pergi ke apartemen Liam, mungkin saja dia ada disana dan aku bisa bertemu dengan Ruby. Tapi, saat aku melihat ponselku, aku melihat pesan singkat yang Liam kirim untukku. Dia tidak ada di apartemennya dan sedang berada di kota tetangga karena membawa kabur Ruby dan juga uang ayahku. Kepalaku terasa seperti akan meledak mengetahui itu, sungguh. Bagaimana mereka berdua bisa bersama? Bukankah Martin bersama Ruby ketika di kantor polisi?Jika Liam berada di luar kota sekarang, maka nenek sekarang sendirian. Aku harus menemuinya. Sayang sekali itu tidak mudah dengan kondisiku yang sekarang, seluruh tubuhku terasa sakit dan yang lebih pa
Liam’s PoVKami berhenti di sebuah stasiun pengisian bahan bakar karena bensin mobil sudah menipis. Aku bisa melihat Ruby yang tengah tertidur dengan pulas, mungkin dia memang kelelahan. Setelah selesai aku pergi ke minimarket yang terletak tidak jauh dari tempat pengisian bahan bakar untuk membeli beberapa makanan ringan dan minuman karena hari sudah malam dan aku lapar. Sial, isi dompetku juga ikut menipis. Saat aku kembali ke mobil aku melihat Ruby sudah terbangun.“Darimana kau? Kenapa kau tidak membangunkanku?” tanya Ruby saat aku kembali.“Minimarket, aku lapar,” ucapku seraya memberikan belanjaanku kepadanya. Dia lalu melihat isinya dan mengambil roti dan juga minuman dingin.“Kita harus beristirahat, aku lelah sekali,” ucapku.Aku lalu menyusuri jalan kota ini dan melihat sebuah hotel yang tidak terlalu besar. Aku lalu memarkirkan mobil dan turun.“Kenapa kita pergi ke
Liam’s PoVHidup Ruby dalam bahaya, namun itu hanya perkiraan saja karena aku merasa ada yang janggal di dalam cerita Ava. Aku sebenarnya tidak tahu bagaimana caranya, hanya saja, aku tahu aku akan pulang dengan selamat.“Liam, bahaya apa yang kau maksud?” tanya Ruby yang bergidik ketakutan.“Akan kuceritakan ketika kita masuk ke kamar, saat ini, sebaiknya kita biarkan ponselku terisi dulu baterainya,” ucapku sambil melangkah menuju bar. Aku lalu meninggalkan ponselku di meja resepsionis dan memesan minuman di bar. Wajah Ruby terlihat pucat, mungkin dia memang sedang memikirkan bahaya apa yang aku maksud.“Liam, apakah aku akan mati?” tanya Ruby.“Entahlah.”“Aku tidak mau mati dulu,” ucapnya.Mendengarnya mengatakan itu membuatku teringat dengan Alita. Aku tidak sanggup menahan air mataku karena teringat dengannya. Ruby menyadari air mataku dan bertanya ada apa denganku, namun aku hanya menggeleng dan menuju ke resepsionis
Liam’s PoVAku mengambil pelacak itu dan membuangnya ke pantai. Semoga saja mereka tidak menyangka kalau aku akan menyadarinya secepat ini. Aku segera masuk ke dalam mobil dan menjauh dari tempat ini. Ruby memperhatikan aku dengan keheranan dan bertanya tentang apa yang sudah terjadi. Ketika aku menceritakan tentang pelacak itu, wajahnya terlihat ketakutan.“Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Ruby.“Aku rasa kita akan pergi ke bengkel terdekat, aku harus tahu apa mereka memasang pelacak lagi di mobil ini,” jawabku.“Liam, kita akan selamat kan? Kau sudah berjanji kepadaku.”“Yap, tentu saja,” ucapku seraya tersenyum kepadanya. Dia kemudian memalingkan wajahnya, menatap keluar jendela dan aku bisa melihat senyuman di wajahnya dari pantulan jendela. Dia manis sekali.Cahaya matahari sudah mulai terlihat, aku terus memacu mobil ini mengikuti jalan, aku tidak ta
Liam’s PoVKami berjalan menyusuri jalanan yang sudah mulai diterangi cahaya sang fajar. Bergandengan tangan, dan sejenak aku melupakan tentang masalah yang sedang kami hadapi saat ini. Ruby melihat ke sepanjang jalan yang sudah mulai ramai dengan orang. Beberapa sepertinya berangkat untuk kerja dan beberapa yang lainnya hanya jogging atau berjalan-jalan menikmati pagi yang cerah ini.“Liam, sepertinya ponselmu bergetar, aku bisa mendengarnya, sepertinya ponselmu bergetar cukup lama, mungkin ada yang menelpon,” ucap Ruby.“Oh ya? aku tidak merasakannya,” ucapku. Aku lalu melihat ponselku yang ternyata sudah bergetar sejak tadi. Ada 7 panggilan tak terjawab dari Ava.“Siapa?” tanya Ruby.“Ava, aku akan menelponnya sebentar.” Namun belum sempat aku menelpon balik, dia sudah terlebih dahulu menelponku. Aku pun segera mengangkatnya.“KEMANA SAJA KAU? KENAPA KAU BARU MEN
Liam’s PoVRobert menginjak pedal gas dan taksi pun melaju pelan meninggalkan mall tempat kami berbelanja. Aku memperhatikan Robert, suaranya saat menyapa kami tadi sangat familiar dengan suara yang aku dengar.“Liam.” Suara Ruby mengagetkanku yang sedang melamun memikirkan Robert.“Ada apa?”“Apakah Ava sudah membaca pesanmu?” tanya Ruby yang membuatku melihat pesan yang kukirimkan kepada Ava. Aku lalu menggelengkan kepala karena pesan yang kukirim masih belum dibaca oleh Ava.“Anda mengenal nona Ava?” ucap Robert tiba-tiba.“Ya, aku temannya, apa kau pernah mengantarnya? Pantas saja suaramu terdengar familiar karena aku mendengar rekaman pembicaraanmu dengan Ava beberapa waktu lalu,” jelasku setengah terkejut. Aku baru menyadari kalau Ava mengirimkan rekaman percakapan dengan seorang supir taksi dan Robert lah orangnya.“Benarkah? Aku tidak tahu kalau dia merekamnya, soal Michael Patterson?” tanya Robert.“Ya
Aku berdiri dan bersembunyi di belakang Liam. Di depan pintu apartemen yang baru saja terbuka dengan paksa, sosok ayaku berdiri disana ditemani beberapa orang berbadan besar dan berjaket hitam. Liam merentangkan tangannya berusaha menutupiku dan Ruby hanya bisa membeku melihat hal yang baru saja terjadi. Ayahku memperhatikan Ruby dengan tatapan yang mengerikan seakan ingin membunuhnya.“A-apa yang kau lakukan disini, ayah,” ucapku dengan penuh rasa takut.“Apa yang di katakan Martin sangat tepat, tadinya aku hanya ingin mengancam nenekmu, Liam, agar kau bisa mengembalikan wanita pirang itu kepadaku, namun kebetulan sekali kita semua berada disini saat ini,” ucap ayahku“Apa yang akan kau lakukan pada nenekku?!” tanya Liam dengan sangat marah.“Entahlah, sesuatu yang cukup untuk membuatmu kembali dan membawa si pirang sialan ini kepadaku,” ucap ayahku seraya menarik Ruby dengan kasar.“Hey, henti