Share

Serius

Barry mendengar apa yang Amel katakan tapi mencoba untuk tidak peduli dengan apa yang ada dalam benak Amel, bagi Barry saat ini adalah menikmati Amel dan apabila dirinya tidak bisa akan menghubungi Siska demi hasratnya ini. Amel tahu jika Barry selalu menatap bagian bawahnya tapi mencoba untuk tidak sadar atas apa yang Barry lihat, tapi Amel melakukan beberapa gerakan yang semakin membuat Barry panas yaitu mengangkat sedikit bagian bawahnya sehingga terlihat dengan sangat jelas. 

Barry langsung menggendong Amel menuju kamarnya yang sudah dibersihkan oleh orang yang selalu Barry bayar, Barry meminta untuk dibersihkan dan mengisi bahan makanan jika tiba – tiba Amel memasak. Barry meletakkan Amel di ranjang dalam hitungan detik sudah mencium Amel dengan penuh gairah, sedangkan Amel hanya bisa membalas dan meletakkan tangannya di leher Barry untuk memperdalam ciuman mereka bahkan beberapa kali Amel meremas rambut Barry. Amel tidak tahu apa yang Barry lakukan karena dirinya hanya mengikuti semua secara alami sedangkan Barry yang menatap Amel penuh gairah harus bisa menahan dirinya kurang dari beberapa hari lagi. 

“Kenapa berhenti?,” Amel menatap Barry yang merapikan pakaiannya. 

“Aku ingin semuanya indah pada waktunya,” jawaban Barry membuat Amel malu “bukan salahmu hanya aku tidak bisa menahan diri karena terlalu lama puasa.” 

Barry melepaskan dirinya dengan beranjak dari ranjang dan meminta Amel untuk masak karena dirinya sudah sangat lapar, tanpa sepengetahuan Amel di mana Barry menghubungi Siska agar ke apartemen untuk memuaskan dirinya. Sepanjang mereka berdua makan Barry banyak bertanya apa yang akan Amel lakukan pada rumah ini dan apa keberatan tinggal di sini. Amel hanya meminta beberapa perubahan yaitu menurunkan foto pernikahan Barry dan juga kamar mereka berdua agar Barry tidak terbayang wajah mantan istrinya. Barry menyetujui permintaan Amel. 

“Jangan terlalu cantik,” Amel mengangguk mendengar perkataan Barry. 

Ketika di dalam rumah Amel sudah melihat bagaimana repot sang bunda dan kakak iparnya menyiapkan kedatangan keluarga Barry, sampai sejauh ini Amel belum menceritakan pada kedua sahabatnya dan juga dosen pembimbingnya. Amel segera mengganti pakaian untuk membantu mereka semua, meskipun badannya sedikit lelah tapi tetap saja tidak tega melihat keluarganya menyiapkan sejauh ini. 

Barry sendiri memutuskan ke apartemen sebelum pulang ke rumah, tujuannya adalah menuntaskan hasratnya yang tidak tersalurkan karena Amel. Barry menatap Siska dengan penuh gairah dengan cepat langsung memasukkan miliknya tanpa pemanasan, Siska sudah sangat mengenal Barry dengan baik dan tadi dirinya sempat membuat bagian bawahnya basah dengan bermain solo. Barry bergerak semakin keras dan cepat membuat Siska harus mengimbangi gerakan Barry yang bergairah ini, salah satu kebiasaan Barry adalah tidak akan puas hanya dengan satu kali main dan Siska sangat memahaminya. 

“Kamu serius menikahi gadis kecil itu?,” Siska bertanya entah sudah berapa kali dan membuat Barry malas menjawab. 

“Apa kita yang harus menikah? Aku tidak akan mau menyakiti Pandu.” 

Siska tersenyum simpul “kita memiliki Arsen sudah menyakiti Pandu dan sayangnya aku tidak ingin cerai darinya karena keluarganya sangat menyayangiku.” 

“Jadi biarkan aku menikah,” Barry mencium bibir Siska sekilas “aku harus pulang karena malam ini lamaran kami dan bertemu dengan kedua orang tua.” 

“Bagaimana dengan kita?,” Siska menatap Barry dengan tanda tanya. 

“Kita bisa memuaskan di kantor dan apartemen ini, aku yang akan memikirkannya karena kamu selalu bisa membuat aku puas.” 

Barry meninggalkan Siska dengan menuju ke rumah orang tuanya untuk bersiap ke tempat keluarga Amel melamarnya secara resmi dan menentukan tanggal pernikahan mereka dengan pasti. Tina menatap Barry tajam ketika melihatnya masuk ke dalam rumah, jika tidak ada Raffi mungkin sudah terkena amukan Tina yang mematikan. 

“Apa maksudnya Amel?.” 

“Aku mencintainya dan kamu tahu itu,” jawab Barry santai. 

“Mas, Amel ini anak bimbingan aku apa kata banyak orang lagi pula mas gak kasihan sama dia yang jadi bahan omongan orang?.” 

“Kita menikah satu minggu setelah sidang yang kalian lakukan tapi hanya pernikahan untuk sah masalah pesta nanti selesai kakaknya atau bahkan tidak ada sama sekali, jadi tolong dukung dan permudah skripsinya,” ucap Barry setelah itu berjalan ke dapur meninggalkan Tina. 

Yuki dan Dino mendatangi Barry menanyakan kebenaran apa yang diceritakan keluarganya mengenai Amel, mereka berdua senang karena mendapatkan seorang yang bisa mereka andalkan. Melihat wajah anak kembarnya membuat Barry yakin bahwa menikahi Amel adalah keputusan yang terbaik buat anak – anak dan masalah cinta tidak terlalu menjadi hal utama bagi Barry karena yang terpenting adalah si kembar. 

Amel menatap pantulan wajahnya yang telah dirias dan menggunakan pakaian yang cukup rapi membuat dirinya tidak percaya dengan apa yang terjadi, bahkan dirinya belum lulus bahkan sidang tapi sudah menerima lamaran pria dengan status duda memiliki anak kembar. Amel meyakinkan diri bahwa apa yang dirinya putuskan ini adalah yang terbaik ditambah mereka sudah bergerak sejauh itu, bahkan Amel masih bisa merasakan bagaimana tegang dan besarnya milik Barry. Suara ketukan pintu membuat Amel menatap sumber suara yang ternyata Gina mengatakan bahwa mereka sudah datang, dengan bantuan Gina secara perlahan Amel keluar membuat semua menatap ke arahnya. Amel dapat melihat Barry menelan saliva dengan kasar seketika membuat Amel menatap dibalik celana Barry dan langsung mengalihkan pandangan agar tidak diketahui orang lain. 

Pembicaraan kedua keluarga berlangsung menyenangkan dan kedua belah pihak menginginkan agar bisa secepatnya karena Barry yang tidak lagi muda dan kembar yang membutuhkan perhatian seorang ibu. Orang tua dan keluarga Amel menyambut kembar dengan hangat bahkan dekat langsung meminta untuk memanggil oma dan opa. Selama pembicaraan mereka baik Amel dan Barry hanya saling memandang mengirim kode bagaimana mereka menahan diri untuk tidak berdekatan. 

“Kalian ada permintaan khusus?,” Gina menatap mereka berdua. 

“Bisa mengajak Amel keluar sebentar karena ada yang harus dibicarakan,” ucap Barry membuat semua memandang dengan bingung. 

“Bicarakan depan kita,” ucap Arman tegas. 

Barry hanya menghembuskan nafas pasrah sedangkan Amel menunduk semakin dalam takut kedua orang tua mereka berpikir yang tidak-tidak mengenai mereka berdua, Barry sendiri membatalkan bicara berdua dengan Amel. Pertemuan tidak berlangsung lama karena memang kembar besok akan sekolah, Amel mengantarkan mereka sampai di depan mobil di mana Barry satu mobil dengan Hana. Sepanjang acara Amel tidak berani menatap Tina meski sebenarnya tidak ada masalah hanya saja Amel merasa tidak enak dengan Tina. 

“Aku panggil mama mulai sekarang?,” Yuki menatap Amel yang berada di depannya. 

“Tanya sama papa boleh tidak?,” goda Amel sambil menyembunyikan wajah merahnya, sedangkan Yuki menatap Barry dengan memohon. 

“Panggil mama kalau nanti sudah selesai sidang,” Barry menatap Yuki dengan memberikan tanda menggoda Amel “sekarang pamit sama tante.” 

Kembar langsung memeluk Amel erat dan tidak lama langsung masuk ke dalam mobil diikuti oleh Hana yang telah memeluk Amel sebelum kembar. Amel menatap Barry yang masih berada di depannya seolah ingin mengatakan sesuatu tapi ditahan atau tampak berpikir. 

“Kamu cantik malam ini dan aku semakin tidak tahan untuk segera menikmatimu di ranjang kita.” 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status