Share

Dosa Manis Istri Mafia
Dosa Manis Istri Mafia
Author: moonchiyy

Juliet Untuk Romeo

“Andai bukan karenamu, markas kita masih aman. Aku tidak perlu repot-repot datang kemari.”

Setelah suara berat pria bertopi koboi itu terdengar sarkas, Bianca melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana dua orang bertubuh besar memegang kedua tangan dan kaki Ayahnya, seakan mereka ingin menangkap paksa Ayah Bianca.

“Tuan Romeo, maafkan saya. Ini bukan seperti yang Anda pikirkan.” Di tengah kepanikan, Ayah Bianca berteriak meminta ampun. Bianca yang tak tega pun juga tak berani mendekat, yang bisa dia lakukan hanyalah bersembunyi di balik patung harimau dekat tangga dengan tetap memegang nampan berisikan beberapa minuman. .

“Lantas, apa yang seharusnya kupikirkan?” Suara yang tadinya terdengar berat, kini sangat lembut namun masih terkesan mengerikan. Bersamaan dengan itu, pria bertopi koboi bernama Romeo itu mengeluarkan pistol yang terselip di saku celananya dengan cepat dan mengarahkannya ke kepala Ayah Bianca.

“Ouhh, kerugian yang kau timbulkan cukup besar, Rodriguez. Sebagai gantinya…”

Dorrr!

Suara tembakan terdengar keras memenuhi ruang tamu. Sesaat setelahnya, tubuh Rodriguez terjatuh ke lantai dengan darah yang berceceran.

“Jual organ pria tua ini!” teriak Romeo, kemudian tertawa mengerikan.

Sementara itu dalam persembunyiannya, Bianca yang menyaksikan bagaimana Ayahnya dibunuh tidak kuasa menahan dirinya lagi. Tubuhnya bergetar ketakutan, bahkan bibirnya kelu untuk sekadar berteriak. Saking bergetarnya nampan yang dia pegang jatuh ke lantai dan menimbulkan suara gaduh yang cukup mengalihkan perhatian Romeo.

“Oh… patung harimaunya memiliki bayang-bayang cantik,” desis Romeo. Entah seberapa cepat pria itu melangkah, dalam sekejap dia sudah berada di samping Bianca yang hampir menangis ketakutan.

“Nona..”

Bianca menutup mulut tidak percaya. Tubuhnya masih bergetar dan matanya merah. Gadis yang hari ini usianya telah genap dua puluh tahun itu tak mampu melakukan apa pun selain takut dan marah.

“Kau… apa yang telah kau lakukan Berengsek!” Bianca menangis sejadi-jadinya, dia memukul-mukul tubuh Romeo yang kini sudah berdiri di hadapannya.

“Pembunuh! Kau telah mem…” Mendadak tubuh Bianca lemas, karena syok berat gadis itu menjadi tak sadarkan diri.

Romeo yang berdiri dihadapannya pun langsung menahan tubuh Bianca supaya tidak tersungkur ke lantai. Lantas dia membopongnya dan membawanya ke luar menuju mobil pribadinya yang terparkir di halaman depan kediaman Rodriguez

***

Aroma mawar tercium begitu kuat ketika Bianca mulai membuka mata. Sekelilingnya redup, hanya ada beberapa lilin kecil di sudut ruangan. Ketika Bianca mulai beranjak, dia baru menyadari satu hal bahwa sekarang dia berada di atas ranjang empuk besar bernuansa gold, bahkan pakaian yang melekat di tubuhnya sudah berubah. Terakhir kali dia ingat masih mengenakan piyama rumahan, namun sekarang gaun berwarna merah maron membalut tubuh indahnya.

“Di mana aku?” tanyanya kepada diri sendiri sambil memperhatikan sekeliling.

Kepala Bianca masih terasa berat dan pusing, ketika dia mencoba mencerna situasi—kejadian mengerikan yang telah dia lihat kemarin kembali teringat. Ayah yang selama ini sangat menyayanginya dan memperlakukannya layaknya seorang putri telah terbunuh.

Nahasnya lagi, hari ini Bianca telah mengetahui pekerjaan Rodriguez yang sebenarnya.

Jika sebelumnya yang dia ketahui tentang pekerjaan Ayahnya adalah seorang pengusaha yang berpengaruh besar di perdagangan negeri, ternyata Bianca salah. Perdagangan besar itu adalah bisnis gelap yang terhubung langsung oleh seorang Mafia. Bianca juga yakin bahwa pria yang telah menembak kepala Ayahnya adalah Mafia tersebut.

“Selamat malam, Nona!”

Bianca hampir melompat saking terkejutnya. Di sudut ruangan yang amat gelap, samar-samar dia melihat bayangan seorang pria yang tengah memegang gelas wine.

“Kau…”

“Romeo!” tegas pria itu. Berdiri setelah meletakkan gelas ke atas nakas di samping tempatnya duduk, lalu beranjak menghampiri Bianca yang masih berada di atas ranjang. Sementara itu Bianca hanya diam sambil mengatur napas. Dia teramat takut untuk berteriak dan memaki pria jahat itu.

“Me-mengapa kau melakukan ini? Me-mengapa Ayahku…”

“Hukuman yang pantas untuk seorang pengkhianat,” sela Romeo. Pria itu makin mendekat dan duduk di pinggiran ranjang. Bianca yang masih ketakutan lantas memundurkan tubuhnya, berharap agar pria bernama Romeo itu tidak macam-macam.

“A-apa yang kau inginkan…” Suara Bianca bergetar, air matanya telah menetes ketika Romeo makin mendekat mengikis jarak di antara mereka.

“Bahkan pohon yang berduri pun berbunga cantik dan berbuah manis. Nona… aku menginginkanmu.” Romeo makin mendekatkan wajahnya, Bianca yang merasa tak nyaman dengan hal ini masih terus memundurkan tubuhnya hingga terbentur ujung ranjang yang terbuat dari batu marmer.

“Tu-tuan Romeo…”

Sesaat setelah Bianca mengatakannya, barulah Romeo menghentikan aksinya.

“Manis sekali… bahkan rasanya aku ingin mendengarmu memanggil namaku di setiap malam, Nona.” Kini suara berat Romeo berdesis tepat di telinga Bianca.

Bianca yang merasa geli hanya bisa memejamkan mata. Padahal hatinya sangat ingin memberontak.

Bisa saja dia menendang ataupun memukul keras pria yang ada di hadapannya sekarang untuk kemudian melarikan diri. Namun bayang-bayang tentang kematian tragis Ayahnya kemarin masih saja tergambar jelas di kepalanya. Tentu dia tak mau mati sia-sia dan—berakhir begitu saja tanpa mengetahui kebenaran di balik kematian Rodriguez.

“Tuan berhenti!” Akhirnya, setelah memendamnya lama Bianca berani berteriak.

“Ya, Nona?”

“A-aku… tidak ingin menjadi wanita simpananmu!” Setelah meneriakkan kalimat itu Bianca langsung membungkam mulut. Dia bahkan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia katakan.

“Simpanan?” Romeo mengernyit, pria itu mulai membuat jarak lagi.

“Hahaha, tidak.” Romeo malah tertawa, dan hal itu membuat Bianca makin takut.

“Me-mengapa?” Ragu-ragu Bianca bertanya. Gadis itu memang polos, namun dia juga memiliki sedikit akal licik.

Setelah berhenti tertawa, Romeo tersenyum dan kembali mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Bianca.

“Jika mau, kau bisa menjadi satu-satunya Ratuku,” desisnya, namun Bianca tampak kesulitan mencerna kalimat Romeo.

“Eee Tuan?”

“Kau akan menjadi Julietku, Nona Bianca!” final Romeo. Tanpa basa-basi melahap bibir Bianca secara kasar.

Sementara Bianca yang mendapat perlakuan itu hanya memejamkan matanya yang kembali meneteskan air mata. Bagaimana pun juga, dia tak menginginkan hal ini. Namun setidaknya akan rela dia lakukan sebagai langkah pertama untuk menyusun rencana membalaskan kematian Ayahnya. Bianca sangat yakin bahwa Ayahnya Rodriguez tidak bersalah dan setidaknya tidak layak mendapat hukuman tragis dari pria jahat bernama Romeo Albert.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status