Share

4

last update Last Updated: 2024-02-23 09:32:26

Terlihat Martin berdiri menunggu dengan mengabaikan tatapan kagum para murid perempuan yang melewatinya. Sampai akhirnya Mona lewat dari gerbang sekolah lalu Martin menghampirinya. "Mona, ayo pulang denganku," ajak Martin.

"Aku tidak mau!" ketus Mona. Melihat Martin lagi dan lagi membuat psikisnya terguncang. Tetapi Mona tetap bersikap tegar. Tembok kekuatannya begitu kokoh menjaga kewarasan Mona dari trauma.

"Mona, tidak ada penolakan. Ikut denganku!" Ditariknya tangan Mona. Menyeretnya paksa masuk ke dalam mobil. Lalu Martin duduk di kursi kemudi. Dia melihat Mona diam saja seperti patung. Lantas secara tiba-tiba lelaki itu mendekat, membuat napas Mona tertahan dan dia tegang ketika Martin ternyata bermaksud menarik sabuk pengaman lalu memakaikannya sebelum tancap gas.

"Papa memintaku untuk menjemput kamu. Karena kamu sepertinya belum pulih benar dari sakit. Takut kamu pingsan lagi," ucap Martin. "Kita mampir dulu ke suatu tempat." Dia belokkan stir kemudinya menjauhi arah jalan pulang.

Mona tak bicara. Dia diam sambil menahan pusing hingga Martin menemukan mobil di depan sebuah toko perhiasan. Martin turun, tapi Mona tetap diam di dalam. Lalu pintu di sisinya dibuka, Martin mengajaknya untuk keluar.

"Apa kamu mau di dalam saja? Ayo turun."

Mona menghela napas. Dia melepas sabuk pengaman kemudian keluar dari mobil. Diikutinya langkah Martin memasuki toko perhiasan itu. Begitu masuk, semua yang terlibat di dalam nampak sangat berkilau. Rupanya ini toko perhiasan berlian.

"Mona, sini!" panggil Martin. Mona menghampiri. "Menurutmu cincin model mana yang paling bagus?" tanyanya.

Mona pun memindai pandangannya ke kaca etalase. "Sepertinya yang itu," tunjuk Mona. Kemudian pelayan toko mengambilkan cincin berlian itu untuk ditunjukkan.

"Martin, sayang!" Seseorang memanggil dengan mesra. Tidak terduga, tunangan Martin datang ke sini. Hana mengecup singkat pipi Martin.

"Bukannya kamu ada rapat di jam segini?" tanya Martin.

"Aku batalkan demi memilih cincin kawin bersamamu," jawab wanita bernama Hana itu. Perhatiannya segera teralihkan ketika menyadari kehadiran Mona di sebelah Martin. "Kamu bawa adikmu?" tanya Hana.

"Ya. Dia pulang bersamaku."

"Oh kebetulan aku ke sini pakai taksi. Kita bertiga bisa pulang bersama," sahut Hana senang. Lalu dia menyapa Mona dengan senyuman ramah.

Mona tak menyahut juga tak membalas senyumannya. Hana yang kembali bermesraan dengan Martin: menggelayut manja di lengannya.

"Sayang, bagaimana menurutmu cincin ini?" tanya Martin, menunjukkan cincin pilihan Mona.

"Wah! Modelnya aku suka sekali!" Hana langsung jatuh cinta pada cincin tersebut. "Bagaimana kamu bisa memilih yang secantik ini?" Hana terpukau.

"Cincin itu pilihan Mona," ungkap Martin.

"Wow, Mona... Kamu punya selera yang sangat bagus!" puji Hana tulus. Namun wajah ramahnya dibalas ekspresi datar Mona yang tetap membisu.

Tak perlu waktu lama, mereka menjatuhkan pilihan pada cincin itu. Martin membayarnya lunas menggunakan black cardnya. Kemudian mereka keluar dari toko tersebut sambil membawa cincin kawan, masuk ke dalam mobil di mana Hana duduk di depan sedangkan Mona di belakang.

Wajah Hana berseri-seri. "Aku tak sabar ingin memakai cincin ini," ucapnya senang.

"Jangan dulu dipakai. Biar aku yang akan pakaikan untukmu di hari pernikahan kita," kata Martin sambil menyetir.

Percakapan mesra mereka membuat Mona yang mendengar jadi terasa muak. Dia terabaikan di sini. Mona palingan wajah untuk menatap jalanan dari jendela sambil meremas rok seragam sekolahnya. Tak dipungkiri bahwa hatinya panas melihat mereka berdua. Sampai-sampai membuat kedua matanya pun panas, hampir meluapkan air mata di pelupuk yang berkaca-kaca.

Hana minta Martin untuk berhenti di toko fashion di pinggir jalan. Mereka mampir sejenak di toko branded itu. Sementara Mona menghirup napas dalam-dalam di luar toko. Dia tak mau mengikuti mereka masuk ke dalam. Sadar bahwa dirinya di antara mereka tidak dibutuhkan.

"Mona..." Suara familiar terdengar dari belakang, spontan Mona berbalik badan. Ditemukannya Tom di sini.

"Kamu sedang apa berdiri di sini? Aku kira kamu sudah pulang daritadi" tanya Tom, karena melihat Mona yang masih memakai seragam.

"Tom, bisakah kamu temani aku jalan-jalan sebentar?" pinta Mona.

"Oh tentu saja!" Tom mendadak antusias. "Kamu mau pergi kemana? Aku temani."

Mona tersenyum tipis. Saat itu juga dia pergi bersama Tom tanpa mengabari Martin lagi.

***

"Ini untukmu!" Tom datang menyodorkan es krim cokelat pada Mona. Mereka sedang di taman kota, duduk di bawah pohon sambil memandang lingkungan sekitar yang hijau.

Mona terkejut tak menyangka Tom membelikannya es krim. Dia terima es krim itu dengan mengucapkan terima kasih. Manisnya es krim sedikit menghibur perasaan Mona yang tak keruan.

Mungkin dari luar Mona terlihat normal seperti gadis lainnya, tak ada yang tahu bahwa di dalam dirinya sudah hancur. Mona bertahan demi kebahagiaan mamanya, walau sebenarnya dia diambang batas kesadaran; sesekali berpikir untuk bunuh diri.

"Tom, menurutmu berapa biaya untuk konsultasi dengan psikiater?" tanya Mona.

"Psikiater?" ulang Tom. "Aku tidak tahu pasti. Tapi sepertinya kisaran ratusan ribu untuk sekali konsultasi. Memangnya siapa yang mau konsul?" timpal Tom seraya bertanya.

Mona menggeleng. Dia lanjut memakan es krimnya. Diam-diam Tom perhatikan gadis itu, wajahnya selalu murung sedih.

Tom yakin pasti ada rahasia yang disembunyikan dalam-dalam oleh Mona. Apapun itu rahasianya, Tom tahu dirinya bukan siapa-siapa dan tak berhak tahu. Tapi sungguh, wajah muram itu membuat Tom gelisah. Benak Tom rindu dengan keceriaan Mona.

Tom melihat sekeliling. Tiba-tiba dia mempunyai ide saat melihat badut di sana. "Mona, tunggu di sini sebentar. Aku mau ke toilet." Tom pergi dari tempat itu.

Tidak lama kemudian seorang berkostum katak hijau berdiri tak jauh dari Mona. Dia bermain lempar bola ala sirkus dengan tampak mahir. Tapi beberapa detik berikutnya bola-bola itu tak berhasil ditangkap, dan berakhir berjatuhan ke tanah. Badut katak itu bermaksud untuk memungut bola-bola dari tanah, tetapi dia malah tak sengaja menginjak bola kecil itu hingga membuatnya terpeleset jatuh di depan mata Mona.

Seketika Mona menahan tawa. Pemandangan terpelesetnya katak hijau itu tampak sangat lucu. Akhirnya Mona hanya bisa terkekeh. Lalu di luar dugaan, setangkai mawar tersodorkan untuknya. Mona berhenti tertawa, tetapi senyumannya masih tertahan di wajah itu. Dia menatap katak hijau dengan bingung, sebelum menerima mawar darinya.

Setelah itu si katak pergi. Tom baru kembali. "Maaf agak lama ya?" kata Tom.

"Tidak kok. Kebetulan tadi ada katak lucu sekali. Dia memberiku bunga mawar," ucap Mona. Wajahnya masih tersenyum-senyum, menahan gelak tawa.

Tersirat kelegaan di tatapan Tom yang memperhatikan Mona. "Mona, aku suka melihatmu tersenyum. Jadi aku akan lakukan apapun untuk membuatmu tersenyum lagi," ujar Tom lebih seperti gumaman.

"Hm? Tadi kamu bilang apa?" tanya Mona. Dia mendengar Tom bicara tapi suaranya tidak jelas mengatakan apa.

"Tidak, aku tidak bicara apa-apa." Tom bohong. Dia rahasiakan identitas katak hijau tadi yang merupakan dirinya sendiri. "Sudah hampir malam. Aku antar kamu pulang." Tom mengalihkan topik.

"Tidak perlu, Tom. Aku bisa naik kendaraan umum," tolak Mona dengan halus.

"Baiklah. Hati-hati di jalan. Kabari aku kalau sudah tiba di rumah," kata Tom.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dosa Rahasia Kakak Tiri   23

    "Tandatangani kerjasama denganku kalau kau ingin adikmu baik-baik saja.""Siapa yang sudi bekerja sama dengan pecandu sepertimu! Yang ada bisnisku merugi!""Oh? Tidak mau? Kalau begitu biar adikmu saja yang bekerja sama denganku." Pria baya itu langsung mendorong jatuh Mona ke tanah.Kemudian dia mendudukinya dengan membelakangi Martin. "Kau begitu cantik. Aku ingin memeriksamu apakah tubuhmu mulus atau rusak.""Tidak! Jangan!" Mona memberontak. Namun kedua tangannya diikat di belakang membuat dia tidak berdaya. Akhirnya kancing seragamnya berhasil dibuka oleh pria baya itu."Tidak ada kecacatan di tubuhmu yang mulus," komentar Sellon setelah melihat tubuh bagian atas Mona yang hanya mengenakan bra.Mona merasa sangat malu. Lebih malu daripada di hadapan Martin. Oh sial. Perasaan macam apa ini!"Hentikan! Jauhkan tangan kotormu dari Mona!" teriak Martin. Giginya menggeram. Sementara diam-diam dia memotong tali di pergelangan tangannya menggunakan pisau lipat yang dia siapkan sejak tad

  • Dosa Rahasia Kakak Tiri   22

    "Mona, kakakmu menjemputmu." Tom melihat dari jendela lantai dua di perpustakaan."Aku tidak mau pulang dulu. Tom, bisakah kamu membantuku? Please.""Membantu bagaimana? Kamu ingin kabur dari kakakmu? Tapi ini sudah malam loh. Apa tidak dicariin orang tua di rumah? Pikirkan lagi." Tom bingung.Mona menunduk murung. "Pulanglah duluan, Tom. Jika dia bertanya keberadaanku, katakan saja aku sudah pulang naik bus.""Aku tidak tahu ada permasalahan apa di antara kalian. Baiklah, aku pulang duluan." Tom tanpa rasa curiga pada Mona, pamit pergi dari sekolah. Saat itu waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Kelas tambahan sudah bubar setengah jam lalu. Masih banyak anak murid di dalam sekolah walau tidak seramai saat siang hari. Rata-rata mereka menghabiskan waktu untuk belajar di kelas tambahan demi mendapat nilai memuaskan.Mona mengintip dari jendela. Memperhatikan Tom yang berjalan mendekat ke arah Martin menunggu di pos.Sesuai dengan dugaan, Martin menghentikan Tom. Mereka tampak berbic

  • Dosa Rahasia Kakak Tiri   21

    Mona keluar dari sekolah saat langit sudah gelap. Malam pukul sembilan setelah selesai mengikuti kelas tambahan.Dijemput Martin yang sudah menunggu di depan sekolah. Mau tak mau Mona masuk ke dalam mobil dan membisu.Lambat laun gadis itu ketiduran saat dalam perjalanan pulang. Tidak mendengar suara yang diucapkan Martin yang sedang fokus mengemudi."Mona, apa kau sudah makan? Papah dan mama sedang ke luar kota hari ini. Di rumah tidak ada makanan, bagaimana kalau kita mampir." Lalu Martin menyadari kalau gadis itu sudah terlelap.Setibanya di rumah, Mona terbangun tanpa sempat dibangunkan. Dia membuka sabuk pengaman, dan tanpa mengatakan apapun pada Martin lantas masuk ke dalam rumah."Mona, jangan lupa mandi dan makan malam dulu!" Suara Martin di belakang, diabaikan Mona yang menaiki tangga.Dengan inisiatif tinggi, Martin menyiapkan makan malam sederhana di dapur. Kemudian dia membawanya ke kamar Mona.Ketukan pintu tidak dijawab oleh Mona di dalam sana, membuat Martin membuka pin

  • Dosa Rahasia Kakak Tiri   20

    "Kak Martin! Mau kemana!" Mona panik ketika ditinggalkan pria itu."Tetap di sini, aku mau menyapa tamu lain." Martin pergi begitu saja. Ini menyebalkan bagi Mona. Seakan dirinya dicampakkan."Hai cantik. Kenapa ada anak sekolah di sini?" Seseorang menyapanya dengan senyum genit."Siapa kamu?" Mona mendelik tajam. Menjaga jarak."Aku salah satu tamu di sini. Di mana orang tuamu?"Mona kesal dengan orang yang sok akrab. Terlebih wajah pria baya itu melihatnya dengan tatapan mencurigakan.Lantas Mona pergi lewat pintu masuk tadi. Tiba-tiba tangannya dicekal pria baya itu dari belakang."Jangan dingin begitu dong, cantik. Katakan, di mana orang tuamu? Atau kamu datang sendirian?" Pria baya itu memaksa saat Mona berusaha melepaskan diri."Apa yang kau lakukan padanya?" Suara Martin akhirnya datang. Menyelamatkan Mona sesaat dari pria baya yang mesum itu."Aku hanya mengobrol dengannya. Apakah kalian pasangan?" tanya pria baya itu melihat Martin dan Mona bersama."Kami bersaudara," tegas

  • Dosa Rahasia Kakak Tiri   19

    "Mona, karena nilaimu bagus, maukah kau mengikuti kompetisi olimpiade eksak?" Wali kelasnya bicara empat mata dengan Mona di ruang guru.Mona terkejut mendapat tawaran tersebut. "Bagaimana dengan pelajaran sehari-hariku kalau aku fokus belajar untuk olimpiade?" balas Mona membutuhkan kejelasan."Setiap peserta akan dapat kompensasi pelajaran. Nilaimu tidak akan dikurangi meski tidak hadir dalam kelas karena harus mengikuti kelas intensif nanti," jelas wali kelas itu."Aku bersedia," pungkas Mona tanpa keraguan.Sejak saat itu, jika murid lain sudah pulang sejak sore hari, Mona bersama peserta olimpiade lain masih berkutat di dalam sekolah. Mona jadi lebih sering pulang larut malam, sekitar jam sepuluh baru keluar dari sekolah.Untungnya hal tersebut diperbolehkan orang tuanya karena alasan yang dimaklumi. Padahal alasan Mona yang sebenarnya mengikuti kelas intensif ini hanya ingin menghindari Martin. Juga, dia tidak suka berada di rumah. Meskipun rumah yang ditempatinya mewah, namun k

  • Dosa Rahasia Kakak Tiri   18

    MonamasihterkurungolehtubuhbesarMartin yang shirtless. Mona dan Martinsalingberhadapandengantatapanpenuhemosiyangtakterungkap.Suasanadisekitarmerekabegituhening,hanyaterdengarhembusanburungberkicauyangberasaldaritamanrumahyangdamai. Diamerasakandenyutanjantungnyaberdetaktidakkaruan,sepertimembenamkandirinyadalamsamudraemosiyangtakterduga."Apa yangkamurencanakan?"desisMonadengannadageram.Matanyamemancarkanapiyangmenggelora,menunjukkantekadnyauntuktidakterperangkapdalampermainanyangtak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status