"Gak ... gak mungkin, ini sudah pasti anaknya mas Ervan! Aku yakin itu," ucap Queenza. Ia mencoba mengenyahkan pikiran yang sempat terlintas dibenaknya. Ia tak ingin menduga-duga dan akan menyakini hatinya, jika anak yang tengah ia kandung adalah anak dari suaminya.
Queenza pun kembali fokus pada masakannya. Ia tak ingin memikirkan sesuatu yang akan membuat kepalanya semakin pusing. Setelah selesai dengan masakannya. Ia pun bergegas pergi ke kamar untuk memanggil sang suami.Namun, saat Queenza akan ke kamar. Ia tanpa sengaja berpapasan kembali dengan kakak iparnya itu di tangga. Queenza dengan cepat menundukan kepalanya. Ia tak ingin melihat sorot mata Dimas yang tajam itu."Udah selesai masaknya?" tanya Dimas saat Queenza akan melewatinya.Queenza hanya menganggukan kepalanya dan segera pergi dari hadapan Dimas.Quuenza pergi dengan jantung yang berdebar kencang. Entah apa yang tengah ia rasakan saat ini. Apa mungkin ia tengah merasakan perasaan berdosa pada sang suami sehingga jika ia berpapasan atau bertemu dengan Dimas, jantungnya akan berdetak dengan cepat."Ah iya, sudah pasti ini itu perasaanku yang merasa sangat bersalah pada mas Ervan," gumam Queenza sambil terus berjalan ke arah kamar.Tiba di kamar."Mas! Makanannya udah siap!" ucap Queenza pada suaminya.Ervan mendongakkan kepalanya, ia segera berdiri lalu pergi dan meninggalkan Queenza begitu saja.Queenza menghembuskan napasnya dengan kasar. Ia sebenarnya sudah tak kuat dan tak tahan lagi dengan pernikahan ini. Namun, ia harus bertahan karena ia sudah berjanji pada sahabatnya dan ia pun tak ingin terjadi apa-apa pada ibu dan adiknya.Queenza dengan cepat menyusul suaminya. Ia tak mau jika Ervan marah lagi padanya.Tiba di ruang makan, Queenza menghentikan langkah kakinya saat melihat Dimas yang tengah duduk di meja makan.Queenza pun memberanikan diri dan mencoba menenangkan hati dan pikirannya. Ia tak ingin membuat Ervan curiga padanya, dan saat Queenza hendak duduk di kursi sebelah Ervan. Ervan sudah lebih dulu berucap yang membuat Queenza urung untuk duduk."Kamu mau ngapain? Jangan duduk, berdiri di belakang!" titah Ervan.Queenza pun menurut dan segera berdiri di belakang Ervan.Dimas yang melihat perlakuan Ervan pada Queenza mengangkat sebelah alisnya.'Perasaan pas waktu ibu sama ayah ada, Ervan gak sekasar ini sama istrinya! Apa memang hubungan mereka itu tak baik sejak awal?' batin Dimas sambil terus menatap Queenza. Matanya menyipit saat ia tanpa sengaja melihat pipi Queenza yang sedikit bengkak. 'Itu pipinya kenapa bengkak gitu?' Sambungnya masih dalam hati."Kenapa lo lihat bini gue segitunya? Lo naksir bini gue?" sentak Ervan pada Dimas.Dimas segera mengalihkan pandangannya ke arah lain saat mendengar ucapan Ervan."Enggak," jawabnya singkat."Awas aja kalau berani macam-macam sama bini gue. Habis lo," ucap Ervan dengan nada yang mengancam.GLEKK!Queenza menelan salivanya dengan kasar saat mendengar ancaman sang suami. Entah apa yang akan suaminya perbuat pada dirinya, saat tau jika ia dan kakak iparnya itu sudah pernah menghabiskan malam yang panas.Queenza dengan cepat menuangkan nasi dan lauk pauk ke piring Ervan.Dimas terus memperhatikan gerak-gerik Queenza. Keningnya mengkerut saat ia melihat pergelangan tangan Queenza yang lebam. Ia menatap intens pergelangan tangan Queenza."Ekhemm!" Queenza berdehem saat menyadari tatapan Dimas yang terus menatap pergelangan tangannya. Ia pun dengan segera menyembunyikan luka lebam itu, dengan cepat ia mundur kembali ke belakang Ervan.Dimas yang penasaran ingin bertanya. Tapi urung, saat melihat tatapan tajam Ervan padanya. Ia pun dengan segera menyantap makanan yang sudah dimasak Queenza. Sudut bibirnya terangkat saat ia merasakan masakan adik iparnya itu. Ini kali pertamanya makan masakan Queenza, karena selama ini ia tak pernah sarapan di rumah semenjak ayah dan ibunya pergi keluar kota.Setelah selesai Dimas dengan cepat berdiri dan pergi begitu saja dari sana tanpa berucap apapun.Queenza yang melihat sikap dingin kakak iparnya itu hanya menggelengkan kepalanya. Ia pun menatap sang suami yang kini tengah asyik makan."Duduk," seru Ervan tiba-tiba pada Queenza.Queenza tersentak saat mendengar seruan sang suami, dengan cepat ia duduk di sebelah Ervan."Makan," titah Ervan sambil menyodorkan makanan sisa yang tak habis dimakan olehnya.Queenza mengernyitkan keningnya ia tak paham dengan ucapan Ervan. Ia lalu menoleh dan menatap suaminya itu dengan tatapan penuh tanya. Apa ia tak salah dengar? Suaminya menyuruh ia memakan makanan sisa?"Kamu menyuruh aku makan ini Mas?" Akhirnya pertanyaan itu terlontar juga di bibir Queenza. Ia menunjuk makanan yang ada di depannya."Iya. Kenapa? Kamu gak mau? Ya kalau kamu gak mau, berarti hari ini kamu gak bisa makan! Aku sih gak akan memaksa kamu. Pilihan ada di tangan kamu! Kalau kamu gak mau kelaparan, ya makan itu. Tapi kalau kamu gak mau makan itu. Ya siap-siap kamu kelaparan seharian!" jawab Ervan sambil pergi berlalu dari meja makan itu.Queenza menatap horor makanan yang ada di hadapannya. Ia menelan salivanya kasar. Ia mamandangi makanan yang entahlah harus dibilang apa. Ini terlihat seperti makanan untuk kucing dibanding makanan untuk manusia. Ia menggeserkan makanan bekas Ervan itu dan hendak mengambil makanan baru. Namun, baru juga ia membuka tutup saji, sebuah tangan mencekalnya. Queenza yang terkejut terperanjat dan tak sengaja menjatuhkan tutup saji itu. Ia lalu menoleh dan ia membelalak matanya kala ia melihat suaminya yang kini manatapnya dengan tajam."M-Mas?" ucap Queenza gugup."Kamu mau ngapain? Mau makan ini?" Tunjuk Ervan ke arah makanan yang ada di meja itu.Queenza dengan polosnya menganggukan kepalanya.Ervan tersenyum sinis lalu tangannya terulur ke arah rambut Queenza dan menjambaknya."Siapa yang suruh kamu makan makanan yang baru, Hah? Aku tadi kan suruh kamu makan ini!" ucap Ervan sambil membawa makanan sisanya tadi. Dengan kasar Ervan menyuapkan makanan itu pada Queenza.Queenza tak berani memberontak dan memilih untuk memakan makanan yang rasanya entah lah. Susah untuk dijabarkan. Dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ia mencoba menelan makanan itu."Nah gitu dong! Ayo makan lagi!" ucap Ervan sambil terus menyuapi Queenza.Queenza yang sudah tak kuat lagi untuk makan makanan itu ingin memuntahkan makanannya . Namun dengan cepat Ervan memberi ancaman untuk Queenza."Kalau kamu berani memuntahkan makanan itu! Siap-siap kamu mendengar kabar kematian ibu kamu!" ujarnya dengan seringai di bibirnya.Mau tak mau Queenza mengunyah kembali makanan itu dan menelannya dengan paksa.Setelah makanan itu habis tak tersisa. Ervan pergi begitu saja dari hadapan Queenza.Queenza menatap nanar pungung Ervan yang kini sudah menjauh dari hadapannya. Ia tidak menyangka jika pernikahannya ini akan membawanya pada penderitaan. Andai dia tau jika akan bernasib seperti ini. Ia lebih memilih mati daripada hidup tapi mati seperti ini.Saat Queenza mengalihkan pandangannya. Tatapan matanya tanpa sengaja melihat ponsel yang tergeletak di meja makan. Ia pun dengan cepat membawa ponsel itu."Punya siapa?" gumamnya sambil membolak balikan ponsel itu. Ia pun mencoba menyalakan ponsel itu dan terkejut saat melihat foto wallpaper di ponsel itu."Eh ... ini punya mas Dimas?" Queenza lantas berdiri dan berniat ingin menyimpan ponsel itu di kamar Dimas. Namun, saat Queenza berbalik ia terkejut melihat Dimas yang berada di hadapannya kini."Ma-Mas Dimas?" seru Queenza dengan gugup. Ia terkejut melihat Dimas yang ada di sana."Kamu mau bawa ponselku ke mana?" tanya Dimas dengan alis yang terangkat."Ah ... i-ini tadinya mau saya simpan. Tapi berhubung Mas Dimas ada di sini, saya kembalikan sama Mas Dimas." Queenza menyerahkan ponsel itu pada Dimas."Thanks," ucapnya sambil membawa ponselnya. Ia lalu mendekat ke arah Queenza dan berbisik. "Makasih atas makanannya hari ini, enak banget. Aku tidak meragukan kemampuanmu, karena apapun tentang kamu, pasti enak dan legit."Deg!Lama Dimas menunggu, sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka dan munculah dokter Manda. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri dokter."Dok bagaimana keadaan istri dan anak saya? Mereka berdua selamatkan? Mereka baik-baik saja kan Dok?" tanya Dimas."Sebelumnya saya ucapkan selamat ya Pak, anak Bapak lahir dengan selamat. Namun harus di inkubator karena anak Bapak lahir prematur, dan untuk istri Bapak ...." Dokter Manda menjeda ucapannya lalu menatap sedih Dimas."Istri saya kenapa Dok? Dia baik-baik saja kan?" tanya Dimas dengan panik dan khawatir.Dokter Manda menghela napasnya sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Beruntungnya Bu Queenza bisa bertahan dan selamat, hanya saja sekarang dia perlu pengawasan ketat karena tadi beliau sempat pendarahan hebat. Dan kita akan terus memantaunya."Dimas hanya bisa terdiam mendengar ucapan dokter. Tak lama kemudian Queenza pun dipindahkan ke ruang perawatan."Mas," panggil Queenza dengan suara yang sangat lirih saat ia su
Sepanjang perjalanan pulang Dimas hanya diam melamun sembari menatap kosong jalanan yang mereka lewati, dia sengaja memanggil Alvin untuk menjemput mereka karena ia tidak ada tenaga untuk menyetir saking syoknya menerima kabar dari dokter yang menangangi Queenza."Mas," panggil Queenza.Dimas tidak menyahut dan masih diam saja. Ia tersadar dari lamunanya saat Queenza menggenggam erat tangannya. Dan dengan cepat ia pun menoleh ke arah sang istri."Kamu kenapa diam saja dari tadi, Mas? Apa ada seuatu yang menggangu pikiran kamu? Atau aku ada salah sama kamu?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas diam saja sedari tadi.Dimas hanya menggelengkan kepalanya, "Pasti sudah terjadi sesuatu ya saat aku pergi tadi?" tanya Queenza lagi yang curiga dengan itu. Karena Dimas diam terus semenjak ia pergi ke toilet.Dimas lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan genggaman tangan Queenza dan kembali menatap ke arah jendela.Queenza menghela napasnya dengan panjang. Ia pun tak bertanya l
Dua minggu yang lalu kandungan Queenza genap berusia tujuh bulan. Dan sejak dua minggu yang lalu kondisi Queenza semakin hari semakin lemah. Bahkan untuk berjalan sejauh lima meter saja dirinya tidak mampu.Karena Queenza yang sudah bertekad akan mempertahankan janinnya meski nyawa taruhannya. Demi kebahagiaan Dimas, Queenza akan melakukan apa saja, termasuk jika dirinya harus mengorbankan nyawa demi mempertahankan anak mereka. Dan menahan semua rasa sakit yang ia rasa selama ini.Bagi Queenza, kebahagiaannya adalah melihat Dimas bahagia. Dan kebahagiaan suaminya terletak pada janin di perutnya.Semakin tua usia kandungannya, dokter menyarankan Queenza untuk lebih sering melakukan check up. Untuk memastikan sang ibu dan janinnya baik-baik saja, dokter menyarankan Queenza untuk melakukan check up setiap satu minggu sekali sejak usia kandungannya memasuki lima bulan. Jadi sejak dua bulan yang lalu dirinya hampir setiap minggu datang ke rumah sakitDan untuk menghindari kecurigaan Dimas,
Queenza menatap sang adik dan menggelengkan kepalanya. Ia sangat berharap jika Syifa tidak memberitahukan tentang kondisinya pada Dimas. "Dokter bilang apa? Queenza harus apa?" tanya Dimas, ia sangat penasaran dengan ucapan Syifa yang menggantung. "Harus bed rest, dia gak boleh kelelahan dan gak boleh mengerjakan pekerjaan yang berat, dan Mas juga jangan pernah ninggalin Mbak Queenz sendiri di rumah. Kalau memang tidak ada yang bisa menjaga Mbak Queen, Mas bisa hubungi aku mulai sekarang," ucap Syifa panjang lebar. Ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu Dimas saat ia melihat wajah Queenza yang terlihat memohon kepadanya. Tapi, ia akan tetap memberitahu Dimas jika Queenza tak juga memberitahu.Dimas tersenyum pada Syifa."Kamu tenang aja, Mas gak akan biarin Mbak kamu turun dari atas ranjang, dia akan terus istirahat di tempat tidur sampai melahirkan," sahut Dimas.Queenza dan Syifa membelalakan matanya saat mendengar ucapan Dimas."Terus, kalau Mbak Queen gak boleh turun dari ranj
Queenza kini sudah tiba di rumah setelah dokter memberinya izin untuk pulang.Syifa membaringkan Queenza di kasur lalu setelahnya ia menyuruh Queenza untuk istirahat. "Mbak, aku hubungi mas Dimas aja ya, biar dia pulang," bujuk Syifa karena sedari tadi Queenza tidak memperbolehkan Syifa menghubungi Dimas."Gak usah, dia bentar lagi juga pulang. Mbak gak mau ganggu pekerjaannya," sahut Queenza.Syifa pun menganggukan kepalanya, ia tidak ingin memaksa lagi dan akan mencoba menghargai keputusan kakaknya."Ya udah, Mbak istirahat aja ya. Nanti kalau ada apa-apa hubungi aku atau teriak. Ini ponsel Mbak aku simpan di sini ya biar Mbak gak susah menggapainya dan pintu gak akan aku tutup biar kalau ada apa-apa Mbak bisa teriak," ucap Syifa panjang lebar.Queenza yang memang sudah lemas dan mengantuk pun tak menjawab dan hanya menganggukan krpalanya dengan lemah.Syifa tersenyum kecil saat melihat Queenza tertidur, ia pun membenarkan selimut Queenza dan setelahny
Empat tahun pun telah berlalu sejak kejadian itu. Syifa baru saja pulang dari luar negeri setelah lama ia tak pulang-pulang."Surprise, Happy anniversary ya Mbak," ucap Syifa yang baru saja tiba di rumah Queenza. "Gak kerasa pernikahan kalian sudah berusia empat tahun saja. Semoga rumah tangga kalian selalu diselimuti kebahagiaan dan segera beri aku keponakan yang lucu ya Mbak."Queenza tersenyum kecil menanggapi doa sang adik. Ia juga sangat berharap kehadiran seorang anak, namun nyatanya selama empat tahun menikah dengan Dimas ia sama sekali belum merasakan garis dua lagi, setiap kali ia periksa pasti gagal dan itu membuatnya kecewa."Kamu datang-datang udah bikin heboh saja," ucap Queenza sambil merentangkan kedua tangannya menyambut sang adik. Ia sangat merindukan Syifa yang sudah lama tak ia jumpai.Syifa mendekat dan langsung memeluk Queenza. Ia kini sudah bahagia dengan kehidupannya dan berusaha untuk melupakan cintanya kepada Alvin dan sudah mengikhlaskan Alvin untuk Mia. "Kam
Queenza berlari ke luar kamarnya dengan wajah yang diliputi oleh amarah, ia berlari sekencang mungkin sambil terus mencengkram ponsel sang suami."Syifa," teriak Queenza sambil menggedor-gedor pintu kamar Syifa dengan sangat kencang. "Syifa buka!"Queenza tak memedulikan orang-orang kini menatapnya, yang ia pikirkan sekarang adalah penjelasan dari sang adik.Syifa yang memang ada di kamarnya membuka pintu dan terkejut saat melihat Queenza kini menatapnya dengan sangat tajam.Tanpa bicara Queenza masuk dan menyeret Syifa."Mbak kenapa? Ada apa. Kenapa Mbak teriak-teriak di depan pintu kamarku?" tanya Syifa yang heran dengan kakaknya."Jelaskan, apa maksud dari vidio ini." Queenza menyodorkan ponsel Dimas pada Syifa.Syifa pun menerima ponsel itu dan melihat apa yang dimaksud oleh sang kakak. Mata Syifa membulat saat melihat vidio di dalam ponsel itu. Namun beberapa saat kemudian ia tertawa.Queenza yang melihat itu hanya mampu mengernyitkan dahinya. Kenapa adiknya malah tertawa seperti
"Sayang, kenapa kamu belum tidur? Ini udah malam lho." ucap Dimas yang heran melihat istrinya masih terjaga. "Kenapa Hmm? Kamu mau lagi?"Queenza seketika menoleh dan memelototi Dimas."Kamu itu ya Mas. Kenapa pikirannya ke sana mulu, heran deh aku." Queenza menggeleng-gelengkan kepalanya, ia heran kenapa suaminya ini selalu mesum.Dimas terkekeh pelan lalu mencubit pelan hidung Queenza."Terus kenapa kamu bemum tidur? Kamu mikirin apa, hmm? Masalah yang tadi?" tanya Dimas, ia lalu membawa kepala Queenza agar bersandar di dada bidangnya.Queenza mendongakkan kepalanya."Iya Mas. Kok aku merasa aneh ya?" "Aneh kenapa sayang?" tanya Dimas, sebelah alisnya terangkat."Iya aneh. Aku tadi udah desak Alvin buat jujur, kenapa bisa mereka tidur di kamar kita. Tapi jawaban Alvin selalu sama. Tidak tau! Kan aneh. Coba deh Mas, besok kamu yang tanya Alvin. Siapa tau aja dia mau terbuka kalau bicaranya sesama lelaki. Aku gak mau Mas kalau sampai Alvin mempermain
"Syifa bangun," teriak Queenza. Ia langsung menarik tangan adiknya itu untuk bangun. "Apa-apaan kalian. Kenapa bisa kalian tidur bersama?"Queenza menatap tajam Syifa yang sudah terbangun."Ada apa Mbak?" tanya Syifa dengan polosnya."Ada apa? Kamu nanya ada apa? Kamu lihat, siapa yang tidur di sebelah kamu Syifa," bentak Queenza.Syifa mengikuti arah yang ditunjuk Queenza."Ya ampun," ucap Syifa terkejut. Queenza berdecak kesal. Ia menatap sinis Syifa."Apa yang sudah kalian lakukan di kamarku? Kenapa kalian bisa tidur dengan tubuh yang polos seperti ini? Jangan bilang kalau kalian habis ...." Queenza menutup mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.Queenza lalu berjalan ke samping kasur di mana seorang lelaki yang sangat Queenza kenal tertidur pulas di sana."Bangun!" Queenza menepuk cukup keras pipi lelaki itu. Ia sungguh merasa sangat kesal melihat semua ini. "Alvin bangun!" teriaknya lagi dengan sangat kencang.Alvin terkesiap saat Queenza menarik tan