Share

Dosa Termanisku
Dosa Termanisku
Penulis: Skavivi

Bab 1

Aku berdecak kesal saat Dito menaruh banyak makanan di atas meja. "Kamu yakin Dit, aku harus makan sebanyak ini?" tanyaku dengan nada kesal. Bagaimana tidak, ia menaruh banyak junk food dan makan penuh karbohidrat meski aku sudah makan. 

Dito mengangguk tanpa ragu. "Kamu gak gendut-gendut, Beib! Kamu pasti cacingan!" cibirnya langsung tanpa tedeng aling-aling. 

Aku melotot. Mr.Berlebihan benar-benar nyebelin, tapi aku cinta dan setengah gila dengan segala risiko yang ada. 

"Aku mungkin cacingan, karena cacingnya yang obesitas kalau setiap hari kamu bawain makanan sebanyak ini!" sungutku sambil membuka bungkus chicken wing dan mengunyah isinya.

"Kalau gitu aku beliin obat cacing dulu!" Dito segera berlalu dari kamarku.

Aku mendesah lelah. Saking cintanya, kadang-kadang Dito bisa berlebihan untuk menunjukkan bahwa ia sangat mencintaiku. Tapi terkadang sikap itu membuatku merasa tidak nyaman karena aku tidak bisa membalasnya dengan cinta yang sama besar dengan apa yang aku terima darinya. 

Aku mencocol chicken wing ke saus tomat, mayones seraya menggigitnya kuat-kuat. Aku kesal sekali. Aku tidak cacingan dan rajin minum obat cacing enam bulan sekali sejak kecil. Ini terbukti kalau tinggi badanku tidak stunting. Tapi pekerjaan yang mengharuskan wira-wiri mengikuti konsumen dan bergerak dengan lincah membuat semua makanan yang aku telan hilang sia-sia.

Aku Anna Marianne, wanita berani sekaligus keras kepala yang tinggal di sebuah indekost, sedangkan Dito adalah kekasihku sejak aku bekerja di toko bangunan dan interior di Jalan Ahmad Yani.

Aku mengembuskan napas. Ku buang tulang ayam dan kotaknya ke dalam tong sampah, lalu menarik spaghetti bolognese dan menyantapnya dengan suka tak suka, mau tak mau. Aku kenyang sekali, sekaligus muak dengan makanan ini.

Dito adalah laki-laki berpendidikan tinggi, memiliki pekerjaan tetap, dan keluarganya memiliki kedai makanan cepat saji. Jadilah aku dan lambung ku menjadi sasaran empuk obsesinya. Terlebih semesta benar-benar mendukungnya.

Sungguh, sekujur tubuhku akan terasa berat setelah memakan semua ini. Tapi dasarnya aku yang tidak bisa gemuk, mau berapa banyak jumlah makanan yang aku makan sama saja hasilnya.

"Beib..." 

Aku mendongak dan mengulum senyum. Dito datang, bawa sekantong plastik berisi. Obat cacing, vitamin, dan pengaman.

Aku membuang napas seraya mengunyah spaghetti sampai habis dan aku benar-benar yakin lambungku pasrah menerima ini semua---karena terbiasa.

"Beib, aku udah selesai!" Aku membuang styrofoam dan cuci tangan di wastafel. 

Dito mengikutiku, menarik pinggangku seraya mengetatkan pelukannya. Bibirnya dengan lembut mencium tengkuk leherku yang terbuka.

Aku tersenyum masam, sudah menduga apa maunya. Memadu kasih.

"Gak, Dit!" kataku menolak pelan.

Dito menggerutu pelan, memutar tubuhku untuk melihat lebih baik. Dito membelai bibirku dengan ibu jarinya. 

"Yakin, enggak?" Dito menyerukkan hidungnya ke hidungku. "Aku cinta, Anna."

Sementara kami bertatapan, Dito menempelkan bibirnya di bibirku. Dengan perlahan, ia melumat bibirku. Aku tersenyum di sela-sela lidahnya yang mendesak mulutku untuk terbuka lebar.

Aku membalas ciumannya seraya menyusurkan jemariku di rambutnya seraya menahan kepalanya. Dito memperdalam ciumannya saat kami larut dalam ciuman yang mampu melupakan masalah yang kami miliki.

"Anna." bisiknya lembut di telingaku sebelum membelai perlahan dengan lidahnya. Gelitik gairah menjalari tubuhku ketika ia menyentuh-sentuhan lain kulitku. 

Napasnya keras dan cepat. Aku juga bisa merasakan jantungnya berdetak kencang di telingaku yang menempel di dadanya.

"Dit..." Aku mendongkak untuk menatap, aku melihat mata gelapnya, senyum sensual yang slalu membuatku tergoda. Dito tersenyum mesum seraya mencium keningku.

Aku memeluknya erat dan tersenyum manis. Aku susah mengimajinasikan apa yang terjadi jika Dito pergi dariku. 

Hubungan ini memang lebih dari keuntungan dan kebutuhan bersama. Dito memberi pujian dan aku wanita yang dicintainya. Aku tidak mengerti apa ini bisa di bilang murni atas dasar cinta atau simbiosis mutualisme. Tapi demikianlah memang akibat nyata paling menyenangkan dari kekuasaan laki-laki beruang---mendapatkan apa yang diinginkan, tanpa memikirkan masa depan yang lain.

"Mandi, Beib! Aku akan mengajakmu ketemu mama." kata Dito, memilih mengalah karena penolakan ku.

Aku mengerucutkan bibir. Ada hawa angker jika aku masuk rumahnya. Bukan karena rumahnya sepi dan berhantu, tapi karena ibunya galak! Bu Susanti tidak pernah menyukaiku, karena stigma masyarakat kelas atas yang masih begitu melekat di keluarganya.

'Kaya harus menikah dengan si kaya untuk menjamin masa depan dan keturunan, begitu sebaliknya.'

"Anna, kamu baik-baik saja?" Dito memperhatikan wajahku lekat-lekat.

Aku berusaha tersenyum. Dito sendiri pasti juga menderita karena masih mempertahankan aku di antara gempuran ketidaksukaan ibunya kepadaku.

"Aku baik-baik saja, biar aku mandi dulu!" jawabku seraya beringsut.

"Tapi wajahmu gak terlihat bahagia?" sahutnya.

Sambil menarik napas dalam-dalam, aku memejamkan mata, mencoba menemukan solusi yang untuk mencegah Dito merasa cemas. Dito mencintaiku, sungguh aku sangat mengetahui itu.

Tapi masalahnya adalah aku. Aku mengacaukannya dengan cinta ini.

Telapak tanganku dingin dan aku justru ingin menangis sekarang.

Dito mendekati, tangannya terulur untuk menangkup wajahku dan melotot. "Mandi atau perlu aku mandiin?" katanya tegas.

Aku berdecak, tumitku berputar, ku ambil handuk dan berjalan ke kamar mandi. Aku butuh waktu lama untuk menemukan kembali keberanian untuk menemui Bu Susanti.

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Prasojo waskithO
jangan dibayangin, coba lakuin ajah,,,
goodnovel comment avatar
Fahmi
Tapi masalahnya aku
goodnovel comment avatar
Yuni Riana
Hadiiir Mbak Vii
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status