Beranda / Romansa / Dosa dalam Cinta / Bab 17 - Pertemuan Rahasia di Pelabuhan

Share

Bab 17 - Pertemuan Rahasia di Pelabuhan

Penulis: A. Rani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-19 11:00:35

Malam menggantung berat di atas Batavia, menyelimuti kota dengan kabut asin dari laut dan bisikan rahasia yang menari di antara kanal-kanal tua. Pelabuhan Sunda Kalapa, yang dulu menjadi nadi perdagangan rempah-rempah, kini menjadi panggung bayangan bagi transaksi gelap dan persekongkolan yang tak terucapkan. Di balik gudang-gudang tua yang berlumut dan tiang-tiang kapal yang berderit, kehidupan malam berdenyut dalam irama yang hanya dimengerti oleh mereka yang hidup di sisi gelap kota.

Satrio berdiri di balik tumpukan peti kayu yang ditinggalkan, matanya tajam mengamati setiap gerak-gerik di dermaga. Bayangan tubuhnya menyatu dengan kegelapan, napasnya ditahan, dan telinganya menangkap setiap bisikan angin yang membawa aroma garam dan rahasia. Ia telah mengikuti jejak langkah Sekar, wanita yang telah mengisi pikirannya dengan teka-teki dan perasaan yang tak terdefinisikan, hingga ke tempat ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dosa dalam Cinta    Bab 19 - Suara Pria Tua

    Hujan turun semakin deras, menghantam atap-atap seng tua pelabuhan seperti ketukan lonceng kematian yang tak terhindarkan. Suara ombak menghantam dermaga di kejauhan, bergema seperti jeritan tertahan dari lautan yang kelam. Di tengah badai yang menderu, di lorong gelap di belakang gudang, dunia Satrio remuk, diguncang oleh kebenaran yang tak pernah ia bayangkan: pria tua itu, dengan wajah penuh luka dan mata yang sama persis dengan miliknya, telah mengaku sebagai ayah kandungnya. Keheningan yang menyelimuti mereka terasa lebih tajam daripada ribuan pisau yang terhunus.Satrio berdiri terpaku, napasnya memburu, tubuhnya gemetar, matanya memindai wajah-wajah di sekelilingnya, seolah berharap semua ini hanyalah mimpi buruk yang akan hilang saat ia membuka mata. Sekar, di sampingnya, menatap dengan mata yang penuh luka, bibirnya sedikit terbuka seolah hendak mengatakan sesuatu, namun tertahan oleh beban yang tak mampu ia

  • Dosa dalam Cinta    Bab 18 – Pelabuhan Yang Tercabik-cabik Angin

    Mata sosok itu berkilat tajam, merah membara seperti bara api yang tertahan terlalu lama, dan saat ia berbicara, suaranya berat, dalam, penuh kemarahan yang mendidih, seperti suara batu yang dihancurkan dengan palu besi.“Kalian pikir bisa lolos?” katanya dengan nada yang mengguncang dada, setiap kata seperti palu yang menghantam besi panas. Matanya terkunci pada Sekar, menyorotkan sorot kebencian yang membakar. “Hari ini, pengkhianat dan pemberontak akan menerima penghakimannya.”Satrio berdiri kaku, tubuhnya tegang, matanya membara dengan emosi yang bertabrakan: kebingungan, kemarahan, dan rasa takut yang mencengkeram. Ia menelan ludah, merasa seolah tanah di bawah kakinya menghilang. Sekar mendekat, menarik lengannya dengan cepat, tubuhnya menempel di samping Satrio, matanya menyala dalam intensitas yang menusuk, dan di tengah kekacauan itu, ia berbisik,

  • Dosa dalam Cinta    Bab 17 - Pertemuan Rahasia di Pelabuhan

    Malam menggantung berat di atas Batavia, menyelimuti kota dengan kabut asin dari laut dan bisikan rahasia yang menari di antara kanal-kanal tua. Pelabuhan Sunda Kalapa, yang dulu menjadi nadi perdagangan rempah-rempah, kini menjadi panggung bayangan bagi transaksi gelap dan persekongkolan yang tak terucapkan. Di balik gudang-gudang tua yang berlumut dan tiang-tiang kapal yang berderit, kehidupan malam berdenyut dalam irama yang hanya dimengerti oleh mereka yang hidup di sisi gelap kota.Satrio berdiri di balik tumpukan peti kayu yang ditinggalkan, matanya tajam mengamati setiap gerak-gerik di dermaga. Bayangan tubuhnya menyatu dengan kegelapan, napasnya ditahan, dan telinganya menangkap setiap bisikan angin yang membawa aroma garam dan rahasia. Ia telah mengikuti jejak langkah Sekar, wanita yang telah mengisi pikirannya dengan teka-teki dan perasaan yang tak terdefinisikan, hingga ke tempat ini.

  • Dosa dalam Cinta    Bab 16 – Bayangan Masa Depan

    Wanita bertopeng itu diam, lalu dengan gerakan lambat, ia menurunkan tudungnya. Dan di bawah cahaya remang, wajahnya muncul—wajah yang membuat darah Satrio membeku di tempat.Itu wajah ibunya. Bukan hanya ibunya... tapi versi dirinya yang lebih muda, lebih dingin, dan... tak sepenuhnya manusia. Malam Batavia benar-benar telah berubah menjadi mimpi buruk yang tak terbayangkan.Hujan semakin deras, derasnya seperti gemuruh pasukan yang mengepung dunia, menghantam atap-atap tua biara dengan irama kematian. Setiap tetes menciptakan nada suram, mengiringi detak jantung Satrio yang berdetak liar, dadanya sesak, keringat dan darah bercampur di wajahnya, sementara matanya membelalak menatap pemandangan di hadapannya—pemandangan yang menghantam seluruh keyakinannya seperti palu menghantam kaca tipis.Ayahnya berdiri dengan langkah goyah, tubu

  • Dosa dalam Cinta    Bab 15 - Jeritan Terakhir Citra

    Dunia di sekeliling Satrio berguncang—bukan hanya secara fisik, tapi juga di dalam dirinya. Napasnya berat, dadanya naik turun dengan cepat, seolah paru-parunya menolak menerima udara yang kini terasa pekat, penuh ancaman. Mata Satrio membelalak, terperangkap dalam sorot tajam wanita bertopeng yang kini berdiri di hadapannya dengan aura yang dingin, tak tersentuh, dan mematikan. Dalam kegelapan itu, hanya mata mereka yang menjadi pusat gravitasi, saling mengunci, saling menantang, saling membaca luka yang tak terucapkan.Satrio mendengar kata-kata itu—”Protokol Akhir... aktif”—dan rasanya seperti seluruh dunia ambruk di atas pundaknya. Suara itu berat, dalam, seperti gema yang merambat dari dasar bumi, menghantam tulang-tulangnya dengan brutal, memecahkan pertahanan terakhir yang ia coba pertahankan. Sekar, yang bersembunyi di balik reruntuhan, terdiam, wajahnya pucat, tubuhnya gemetar, m

  • Dosa dalam Cinta    Bab 14-Bidak Terakhir

    Suara berat keluar dari bayangan itu, menghantam udara dengan kekuatan yang memaksa semua orang di ruangan itu untuk menahan napas. Suaranya dingin, datar, namun di baliknya ada gemuruh otoritas yang tidak bisa ditolak, seperti suara yang datang dari dasar bumi atau masa lalu yang terlupakan.“Sudah waktunya, Citra. Kau dipanggil.”Kata-kata itu terucap seperti vonis yang tak bisa ditawar. Citra, yang tubuhnya menggigil di ranjang, tiba-tiba terdiam. Napasnya berhenti sejenak, lalu tubuhnya mulai terangkat perlahan, terlepas dari ranjang kayu seperti ditarik oleh kekuatan tak kasat mata. Cahaya merah di matanya semakin terang, pancarannya menusuk gelap ruangan, memantulkan pola-pola aneh di dinding yang seolah hidup, bergerak dalam tarian yang misterius.Suster tua terhuyung ke belakang, mulutnya ternganga dalam isakan yang terputus,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status