Share

Dosen Dudaku
Dosen Dudaku
Penulis: Diganti Mawaddah

1. Hari Pertama di Kampus

Jika ada yang mengatakan i hate Monday, maka aku akan menyetujuinya. Senin selalu saja dimulai dengan keriuhan seisi rumah, mulai dari berebut memakai kamar mandi, saling meminjam baju untuk ke kampus, serta saat sarapan. Selalu saja ada hal seru yang kadang mengesalkan semangat di pagi hari.

Dua kembaranku sudah dijemput pacarnya masing-masing. Aleta dijemput Valdo dengan motor Vespanya, Andrea dijemput Rusli dengan Mogenya. Lalu aku? Terakhir dijemput James dengan mobil baru nan mewahnya, tetapi aku malah memuntahkan isi sarapanku di jok mobil. Tanpa menunggu sampai di kampus, aku pun sudah diputuskan.

Semalam, Noah mengirimkan WA. Teman kelas paduan suaraku itu mengatakan, bahwa ia tak bisa terlalu dekat denganku, karena pacarnya tidak menyukaiku. Okelah. Memang sudah nasibku, sejak PAUD sudah punya pacar, tapi tak bertahan lama. Jangan dicontoh, nanti kualat.

"Andini, kenapa masih bengong di depan teras? Siapa yang jemput kamu hari ini? James, Noah, atau Herdi?" tanya ibuku saat menghampiriku yang masih memakai sepatu di teras rumah. Aku menoleh pada wanita paruh baya yang cantiknya bak artis Aura Kasih, yang katanya sangat mirip denganku. Wanita yang selalu membuat hati dan hariku penuh senyuman dan tawa. Kalian tidak percaya? Nih, sebentar lagi.

Baik telingaku, otakku, nasibku, wajahku, benar-benar mirip dengan ibuku;Parmi. Walau begitu, aku sangat menyayanginya. Kami kembar tiga yang dua orang lebih mirip papa, sedangkan aku lain daripada yang lain, karena mirip ibuku. Entahlah, kadang aku ragu, apakah kedua saudara kembali keluar dari rahim yang sama denganku?

"Yaaah ... Budeg deh! masih pagi ditanya malah bengong! Bontot Ibu, dijemput siapa hari ini?" tanya ibuku lagi membuyarkan lamunanku.

"Ojol," jawabku cepat. Aku pun berdiri sambil menggendong tas ranselku.

"Oh, ojol. Rumahnya di mana?" tanya ibuku lagi.

"Gak tahu, Bu. Mana Andini tahu rumah ojol di mana?"

"Loh, gimana? Masa sama pacar sendiri gak tahu di mana rumahnya?" balas ibuku dengan kening mengerut.

"Andini gak sendiri, Bu. Naik ojol!"

"Duh, belum sah kok udah mau naik aja. Jangan sayang! Belum muhrim!" ujar ibu lagi padaku.

Tak banyak yang bisa aku lakukan, selain banyak istighfar dan mengukur tensi darahku setelah sampai di kampus nanti. Memiliki ibu yang serupa denganku benar-benar sebuah berkah.

****

Seorang pria tengah berusaha menenangkan putranya yang masih saja menangis dalam gendongannya. Peluh lelaki itu sudah membanjiri kening dan juga sebagian kemeja kerjanya. Hal itu tentulah menjadikannya pusat perhatian seluruh mahasiswa, termasuk aku yang kini duduk di bangku paling belakang.

Dosen baru yang menyusahkan menurutku. Hari pertama saja sudah bawa bayi? Memangnya istrinya ke mana? Siapa sih yang menerima lelaki itu mengajar di sini? Udah tua, cupu, gak ada senyumnya lagi. Entah kenapa pada saat mata kuliah manajemen bisnis, mataku selalu saja ingin tertutup. Baik dengan dosen lama, atapun dosen baru.

Ditambah lagi, dosen baru sibuk dengan bayinya dan pelajaran belum juga dimulai.

"Siti, gue merem sebentar. Nanti kalau Pak Dosen rempong udah mulai penjelasan, bangunin gue!" pesanku pada Siti, teman yang duduk persis di sampingku.

"Iya." Siti menganggukkan kepala.

Aku pun meletakkan kedua tangan di atas meja dengan posisi menekuk, lalu aku letakkan secara perlahan kepalaku yang mulai terasa berat karena menahan kantuk.

"Kamu, yang lagi enak-enak ngences di sana, sini ke depan!"

****

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Eneng Dliyyuen
ternyata keluarga parmi,pasti lucu
goodnovel comment avatar
Yunita Anisyah
saking pules na sampe ngeces
goodnovel comment avatar
Arif Zaif
Hehehe ngences
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status