Sekuel "Terpikat Janda Tajir" "Cemberut aja lu, Di. Kenapa? ditolak lagi?" tanya Andrea; saudara kembar Andini. "Iya, gue tuh bingung sama lelaki, kenapa selalu nolak gue, Andrea? Bukan hanya pas kuliah gini, dari jaman kita masih sekolah PAUD, gue itu udah sering banget ditolak. Arman yang masih pakai pampers. Rama yang suka jajan ciki pun gak mau nerima gue jadi pacarnya. Padahal kan gue pengen tahu rasanya digrapa-grepein pacar."
Lihat lebih banyakJika ada yang mengatakan i hate Monday, maka aku akan menyetujuinya. Senin selalu saja dimulai dengan keriuhan seisi rumah, mulai dari berebut memakai kamar mandi, saling meminjam baju untuk ke kampus, serta saat sarapan. Selalu saja ada hal seru yang kadang mengesalkan semangat di pagi hari.
Dua kembaranku sudah dijemput pacarnya masing-masing. Aleta dijemput Valdo dengan motor Vespanya, Andrea dijemput Rusli dengan Mogenya. Lalu aku? Terakhir dijemput James dengan mobil baru nan mewahnya, tetapi aku malah memuntahkan isi sarapanku di jok mobil. Tanpa menunggu sampai di kampus, aku pun sudah diputuskan.Semalam, Noah mengirimkan WA. Teman kelas paduan suaraku itu mengatakan, bahwa ia tak bisa terlalu dekat denganku, karena pacarnya tidak menyukaiku. Okelah. Memang sudah nasibku, sejak PAUD sudah punya pacar, tapi tak bertahan lama. Jangan dicontoh, nanti kualat."Andini, kenapa masih bengong di depan teras? Siapa yang jemput kamu hari ini? James, Noah, atau Herdi?" tanya ibuku saat menghampiriku yang masih memakai sepatu di teras rumah. Aku menoleh pada wanita paruh baya yang cantiknya bak artis Aura Kasih, yang katanya sangat mirip denganku. Wanita yang selalu membuat hati dan hariku penuh senyuman dan tawa. Kalian tidak percaya? Nih, sebentar lagi.Baik telingaku, otakku, nasibku, wajahku, benar-benar mirip dengan ibuku;Parmi. Walau begitu, aku sangat menyayanginya. Kami kembar tiga yang dua orang lebih mirip papa, sedangkan aku lain daripada yang lain, karena mirip ibuku. Entahlah, kadang aku ragu, apakah kedua saudara kembali keluar dari rahim yang sama denganku?"Yaaah ... Budeg deh! masih pagi ditanya malah bengong! Bontot Ibu, dijemput siapa hari ini?" tanya ibuku lagi membuyarkan lamunanku."Ojol," jawabku cepat. Aku pun berdiri sambil menggendong tas ranselku."Oh, ojol. Rumahnya di mana?" tanya ibuku lagi."Gak tahu, Bu. Mana Andini tahu rumah ojol di mana?""Loh, gimana? Masa sama pacar sendiri gak tahu di mana rumahnya?" balas ibuku dengan kening mengerut."Andini gak sendiri, Bu. Naik ojol!""Duh, belum sah kok udah mau naik aja. Jangan sayang! Belum muhrim!" ujar ibu lagi padaku.Tak banyak yang bisa aku lakukan, selain banyak istighfar dan mengukur tensi darahku setelah sampai di kampus nanti. Memiliki ibu yang serupa denganku benar-benar sebuah berkah.****Seorang pria tengah berusaha menenangkan putranya yang masih saja menangis dalam gendongannya. Peluh lelaki itu sudah membanjiri kening dan juga sebagian kemeja kerjanya. Hal itu tentulah menjadikannya pusat perhatian seluruh mahasiswa, termasuk aku yang kini duduk di bangku paling belakang.Dosen baru yang menyusahkan menurutku. Hari pertama saja sudah bawa bayi? Memangnya istrinya ke mana? Siapa sih yang menerima lelaki itu mengajar di sini? Udah tua, cupu, gak ada senyumnya lagi. Entah kenapa pada saat mata kuliah manajemen bisnis, mataku selalu saja ingin tertutup. Baik dengan dosen lama, atapun dosen baru.Ditambah lagi, dosen baru sibuk dengan bayinya dan pelajaran belum juga dimulai."Siti, gue merem sebentar. Nanti kalau Pak Dosen rempong udah mulai penjelasan, bangunin gue!" pesanku pada Siti, teman yang duduk persis di sampingku."Iya." Siti menganggukkan kepala.Aku pun meletakkan kedua tangan di atas meja dengan posisi menekuk, lalu aku letakkan secara perlahan kepalaku yang mulai terasa berat karena menahan kantuk."Kamu, yang lagi enak-enak ngences di sana, sini ke depan!"****Seorang Devano ternyata menunaikan janjinya untuk memberikan pesta pernikahan terbaik untuk Andini. Berlangsung di sebuah ballroom hotel mewah, pesta meriah itu diadakan. Semua setting tempat dan acara, diserahkan Devano pada salah satu teman yang dia percaya, yaitu Emir dan Aminarsih. Dua orang itulah yang membantunya mewujudkan mimpi Andini yang menginginkan pesta pernikahan seperti Tuan Putri di Negeri Dongeng.Pakaian pengantin super mewah dengan pernah pernik mengkilap menempel pada kain tile renda premium yang dibuat oleh perancang kenamaan. Semua disesuaikan dengan perut Andini yang semakin membesar di usia kehamilan menginjak delapan bulan. Tidak ada akad sebelumnya, karena memang mereka sudah menikah secara agama. Pesta langsung semarak dengan mengundang para tamu yang juga berkelas. Jangan lupakan Devano dahulu siapa? Semua relasi bisnis dia hubungi. Bukan karena ingin mengambil keuntungan dari pestanya, tetapi lebih karena semua relasi yang ia undang mengetahui bahwa dia s
Andini duduk di samping Devano. Kondisi suaminya sudah jauh lebih baik. Walau masih belum membuka mata, tetapi sudah ada pergerakan dari anggota jari tangan. Sesekali pria itu juga bergumam dan mengigau tidak jelas. Andini meminta ijin pada dokter untuk mendampingi suaminya. Anton dan Parmi juga membantu meyakinkan dokter, bahwa Devano pasti bisa sadar, dengan kehadiran sang istri di sampingnya.Andini menggenggam jemari suaminya yang sedari tadi bergerak, tetapi hanya sebatas itu saja. Air matanya sudah beranak sungai, berharap ada keajaiban untuk suaminya membuka mata. Pelan tangannya mengusap lengan palsu Devano. Dipijatnya lembut dari atas ke bawah. Lalu bergantian dengan tangan kanannya. Andini dengan sabar mendampingi suaminya, sambil membisikkan kalimat penyemangat."Pa, mau pegang anaknya tidak? Ini, Dedek di perut main akrobat terus. Keren loh, tendangannya. Seperti Bang Bokir. Tahu Bang Bokir'kan? Artis China yang jago silat itu loh." Andini terus saja mengajak Devano berbi
POV AndiniAku tidak tahu harus berkata apa, ketika tahu kabar bahwa suamiku mengalami kecelakaan bersama dengan wanita yang bernama Ayu. Ketika kutanya Tuti dan teman-teman di kampus, mereka mengatakan suamiku marah pada wanita itu dan memaksanya masuk ke dalam mobil dengan kasar. Jelas sekali suamiku marah dengan kelakuannya. Apakah sebenarnya memang suamiku tidak bersalah? Aku terlalu egois yang tidak mau mendengar penjelasannya. Sekian lama aku mendiamkan dan mengabaikannya. Tidak mengurus pakaian juga makannya. Dia terbaring begitu lemah dengan berbagai alat menempel di tubuhnya. Wajahnya brewokan dan lusuh. Aku pingsan sebanyak dua kali begitu mendengar suamiku kecelakaan dan koma di rumah sakit. Keadaanku yang juga tidak sehat, membuat tubuhku semakin lemah, tetapi aku tidak mau kalah, aku harus menemani suamiku, ayah anakku. Dia di sana karena aku."Hiks ...." mau menghabiskan tisu berapa banyak lagi, aku pun tidak tahu. Air mata ini masih terus mengalir dengan derasnya."Su
POV AuthorSuasana hati Andini sejak pagi, sudah tidak nyaman. Bayi di dalam perutnya pun sepertinya ikut merasakan hal yang sama. Entah ada apa? Yang jelas seharian ini Andini uring-uringan di kamar. Nasi pun tidak mampu dia telan seperti biasanya. Mual muntah yang seharusnya terjadi di trisemester kehamilan, malah didapatinya menjelang kehamilan lima bulan. Tubuhnya lemas dan tidak bertenaga. Susu hamil dengan rasa vanila pun ia muntahkan. Tidak ada yang masuk dengan benar ke dalam perutnya sejak tiga hari ini.Parmi menghela napas panjang, saat mengoleskan minyak kayu putih di perut, tengkuk, leher, dan juga punggung Andini. Dengan pijatan amat lembut, dia mencoba membuat Andini nyaman, serta tidak mual muntah lagi."Masih mual?" tanya Parmi pada putrinya."Masih, Bu. Gak enak banget rasanya," keluh Andini dengan mata berkaca-kaca. Parmi terus saja memijat lembut tengkuk Andini, hingga pundak. "Mungkin bayi kamu rindu dengan ayahnya," bisik Parmi dengan senyuman hangat. Andini men
POV DevanoAndini masih marah padaku. Dia menutup mulut sepanjang hari, tidak menanyakan apapun, bahkan ketika aku dan papa pulang dari menguburkan salah satu bayi kembar kami. Ya, usia janin itu ternyata lebih dari empat bulan dan sudah nampak berwujud juga sudah ditiupkan ruh oleh Sang Pencipta. Aku dan papa memakamkannya layaknya manusia yang wafat pada umumnya.Untunglah ada papa mendampingiku, sehingga aku yang tidak terlalu paham urusan seperti ini, menjadi paham dan mengikuti sesuai dengan arahannya. Jangan bilang hati ini tidak patah. Jangan bilang hati ini tidak terluka. Kehilangan salah satu dari bayi kembar yang dikandung Andini tentu saja membuatku sangat syok. Apalagi aku yang sama sekali tidak pernah mengalami mendampingi istri saat hamil sampai melahirkan.Apakah ini bagian dari penebus dosaku di masa lalu? Tak banyak yang bisa kulakukan saat ini. Bersujud memohon pada Sang Pencipta agar mengampuni dosa-dosaku terdahulu. Saat Amira ada di dalam kandungan ibunya, aku mal
Selama empat bulan hamil, sama sekali tidak pernah kurasakan mual, muntah, atau ngidam yang terlalu berlebihan. Hanya saja, setiap harinya wajib ada jambu air di atas meja makan. Demi menuruti keinginan bayi kami, suamiku rela membeli pohon jambu air cangkokan. Menanamnya di pekarangan rumah dan merawatnya setiap hari. Ada dua jenis pohon jambu air yang dia beli. Pertama yang berbuah hijau pucat dan satu lagi berbuah merah dan berukuran besar. Sengaja suamiku membeli yang sudah berbuah, agar kami tidak susah minta ke tetangga saat ingin mencicipinya. Pagi ini, Pak Dev sudah berangkat lebih dahulu ke kampus, sedangkan aku berangkat siang, karena jam kuliah pertama dimulai pukul sepuluh. Bibik memasak di dapur, sesuai dengan menu yang aku pesan. Sayur asem, ikan asin balado, dan goreng bakwan. Aku berencana makan terlebih dahulu, baru berangkat ke kampus."Non, sayurnya udah mateng," seru Bibik dari balik pintu. Aku meletakkan ponsel di atas nakas, lalu segera turun dari ranjang untu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen