Share

3. Andini

POV Devano

Sepertinya aku tak asing dengan nama itu, tapi di mana aku pernah mendengarnya ya? Sepekan mengajar di kelas bisnis, aku benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan gadis itu. Jika tidak tidur di kelas, ya tidak mengerjakan tugas. Belum lagi bolak-balik ijin ke kamar mandi, dan selalu saja tak dapat menyahut dengan benar apa yang kita tanyakan.

Untunglah dia bisa menenangkan Arjun yang cukup rewel hari ini. Jika tidak, dapat dipastikan aku gagal mengajar jam pertama tadi. Tak apalah lagu dangdut, yang penting Arjun tenang, dan aku bisa mengajar sampai jam tiga sore.

Kupandangi wajah lelap Arjun di dalam boxnya. Bik Nur sudah pulang ke rumahnya setelah memandikan Arjun.

Wajah bayi enam bulan itu nampak sangat tampan. Sungguh malang dan tega sekali orang tua yang membuang bayi seperti Arjun. Seandainya aku bisa mengulang semua masa lalu, tentulah saat ini aku akan menjadi ayah paling bahagia di dunia, karena memiliki istri cantik dan anak-anak yang cantik dan lucu.

Berkas adopsi yang aku ajukan sangat sulit untuk di ACC pihak Dinas Sosial. Apalagi aku punya riwayat pelaku tindak kejahatan dan belum beristri. Semakin susah untuk mendapat ijin mengadopsi Arjun. Tak apalah, selagi beberapa hari ke depan aku masih bisa mengurusnya, sebelum dijemput pihak DINSOS.

Ingin sekali rasanya punya anak sendiri. Setiap hariku pasti penuh keharuan, karena ada anak dan istri di rumah. Namun,  semua yang telah aku lewati, membuatku pesimis untuk memiliki pasangan hidup.

Pengalaman hidup yang berat dan keras, telah membuatku sampai pada titik ini. Walau tak ada wanita yang berani dekat denganku, setelah mengetahui sebelah tanganku adalah tangan palsu. Itu lebih baik, daripada harus menutupi kekuranganku yang sangat fatal.

Rumah pemberian kakek menyebalkan itu sudah lebih dari cukup, bahkan pekerjaan pun diberikan sebagai dosen di kampus si kakek. Tak ada yang lebih membuatku lebih bersyukur dari semua ini. Masalah pendamping hidup, biarlah seperti air mengalir. Jika bertemu ya Alhamdulillah, jika tidak ya pasrah. Toh, aku sudah memiliki satu putri cantik nan ajaib seperti Amira yang sedang berada jauh di negeri orang.

Drt

Drt

Ponselku bergetar. Sengaja aku getar bila sampai di rumah, aku tak ingin ada yang mengganggu keseruanku bermain bersama dengan Arjun. Keningku berkerut, saat melihat nomor yang melakukan panggilan, tidak tertera dalam kontakku. Kuabaikan, jika memang penting, toh pemilik nomor itu akan meneleponku kembali.

Selagi Arjun pulas, aku bergegas ke dapur untuk membuat makan soreku. Bik Nur sudah mengungkap ayam dengan bumbu khusus. Aku tinggal menggorengnya saja. Selagi menunggu ayam matang kecoklatan, ponselku kembali berdering. Dengan malas, aku melihat siapa penelepon itu, ternyata masih dari nomor yang tadi.

["Halo, siapa ini?"]

["Pak, saya Andini. Kenalkan? Mahasiswi Bapak."]

["Oh, iya. Ada apa?"]

["Pak, saya bukan Refa. Saya Andini. A-N-D-I-N-I."]

["Siapa yang bilang kamu Reva. Kamu Andini. Saya gak budeg, yang budeg kamu."]

["Dih, ngegas! Pak, jangan bercanda Pak. Itu di tas baju Inspektur Arjun, tolong liatin ada pembalut saya gak, Pak? Kayaknya masuk ke dalam situ."]

["Hah? Pembalut apaan?"]

["Duh, siapa yang bilang pelaut, Pak. Pem-ba-lut!"]

["Iya, Andini! Saya bilang pembalut, bukan pelaut. Ya Allah!"]

~Bersambung~

Devano yang super galak ketemu Andini yang super lemot

Komen (2)
goodnovel comment avatar
lampu petromax
bukan lemot tapi budeg... hahahaha...
goodnovel comment avatar
Arif Zaif
Hahaha cocok satu ngegas, satu ngeyel, bud3k lagi,,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status