Share

6. Salah Paham

POV Devano

"Rumah kamu di mana?" tanyaku pada Andini, saat kami sedang menunggu taksi online di depan gerbang kampus. Wanita itu yang memesannya langsung dari ponselnya. Aku tak tahu menahu dan dia juga tidak memberitahu apapun.

"Di rumah ibu saya, Pak. Saya kan single, jadi belum ada rumah," jawabnya sambil tersenyum tak sedap. Ya, tak sedap menurutku karena aku bertanya apa, dia menjawab layaknya anak TK. Malah, anak TK bisa menjawab dengan benar.

"Iya, saya tahu kamu tinggal di rumah Ibu kamu. Gak mungkin kamu tinggal di rumah saya'kan? Maksud ...."

"Emang boleh tinggal sama, Bapak?" tanyanya balik memotong ucapanku dengan polosnya. Sudahlah, lebih baik aku tidak perlu bertanya apapun lagi, jika ingin usiaku lebih panjang. Buat para pembaca yang ingin segera mengakhiri hidup, aku sarankan banyaklah berbincang dengan Andini.

Tak lama kemudian, taksi tiba untuk menjemput kami. Aku duduk di depan bersama Arjun yang berada dalam gendonganku, lalu Andini duduk di belakang. Tak ada percakapan apapun di dalam mobil yang begitu hening. Arjun tertidur, begitu juga Andini. Hanya suara dengkurannya saja yang menjadi soundtrack perjalanan malam kali ini.

Aku sampai menggelengkan kepala, melihat ada ternyata wanita cuek, budeg, lemot, dan begitu polos seperti Andini. Untunglah wajahnya lumayan cantik, jika tidak, pasti lelaki yang nanti menjadi suaminya makan beling setiap hari karena kesal.

Drt

Drt

Andini tersentak dari tidurnya karena ponsel yang bergetar. Masih dengan mata tertutup, Andini meraba isi tas, lalu mengangkat panggilan.

["Halo. Iya, Bu. Ini lagi di jalan pulang."]

["Pulang ke mana?"]

["Ya pulang ke rumah, Bu. Masa pulang ke pangkuan Ilahi. Udah ya, Bu. Andin ngantuk."]

Aku menahan tawa mendengar ucapan Andini dengan seseorang di seberang telepon sana, yang aku yakini adalah ibunya. Aku bisa jamin, ibunya akan sangat stres dan renta karena memiliki anak seperti Andini. Sungguh makhluk Tuhan paling seksi? Apa? Seksi? Ya ampun, seksi dari mana? Dengan hati-hati aku melirik mahasiswaku yang kembali pulas di belakang sana.

Terkadang ia tersenyum dalam tidurnya. Terkadang lagi memasukkan jari kelingkingnya ke dalam hidung, lalu mengebor; mencari harta karun di dalam sana. Seketika perutku bergolak. Sungguh gadis yang sangat jorok.

"Arjun, kalau udah gede jangan cari istri seperti itu ya? Jorok, budeg, tulalit, bikin sakit jiwa. Pokoknya Papa gak setuju kalau menantu Papa nanti wanita seperti dia," bisikku di telinga Arjun yang masih terlelap.

"Silakan, Pak. Sudah sampai," tegur sopir taksi membuyarkan lamunanku.

"Eh, baru sebentar udah sampai ya?" kataku lagi sambil melihat jam tangan. Ternyata kami hanya memerlukan waktu lima belas menit untuk sampai di depan rumah Andini.

"Andini, sudah sampai. Turun sana! Saya mau pulang," seruku membangunkan Andini yang masih teramat pulas.

"Andini!" panggilku lagi sambil menekan-nekan lututnya.

"Eh, kita udah sampai ya? Maaf Pak, saya ketiduran ya. Lelah saya jongkok di WC, Pak. Semoga besok saya gak ambeien," katanya lagi sambil mengucek kedua matanya. Aku tak menyahut, karena percuma saja. Ia tetap akan menimpali dengan kalimat yang lain pula.

Pagar rumah Andini terbuka lebar. Aku menoleh, dan mendapati ibu-ibu sudah berdiri di depan pagar sambil memegang gagang sapu. Sebelah tangannya lagi berada di pinggang. Jelas sekali akan ada pertempuran antara Godzila VS Kong sebentar lagi.

"Bu, Andini pulang. Ayo, Pak. Turun dulu! Bantuin saya jelasin soal pembalut," rengeknya sambil mencolek punggungku berkali-kali. Sebenarnya aku malas, tetapi daripada nanti terjadi pertikaian, lebih baik aku jelaskan sekilas tentang yang terjadi hari ini. Sekaligus memberitahu orang tua Andini, bahwa anak mereka saat di kelas, bagaikan habis minum CTM.

"Loh, siapa kamu?" tanya ibu itu yang aku rasa tidak terlalu jelek untuk wanita seusianya. Aku yang baru saja turun dari mobil, sempat terlonjak kaget.

"Saya Dev, Bu," ujarku sambil mengulurkan tangan untuk berjabat.

"Debu? Nama kamu Debu?" tanya wanita itu lagi dengan kening mengerut. Andini tertawa, lalu menepuk pundak ibunya dengan pelan.

"Namanya Pak Dev. Bukan de-bu. Kalau debu itu yang suka bantu-bantu di rumah orang kaya," tambah Andini meluruskan kesalahpahaman ini.

"Itu babu, Andini. Kamu ini, jangan nganggep Ibu budeg terus dong," protes wanita itu dengan sewotnya.

"Loh, ini anak siapa? Anak Andini? Cucu saya? Kapan buntingnya?"

"Eh, b-bukan, Bu ...." Aku gelagapan menjawab cecaran dari ibu Andini yang ternyata tidak renta.

"Pa ... Sini, Pa. Lihat ini! Andini punya anak dari lelaki yang tua kayak Papa. Pa ...!" teriak wanita itu ke dalam rumah. Aku yang syok akan kesalahpahaman ini, menjadi takut dan segera saja masuk ke dalam mobil kembali.

"Jalan, Bang!" dengan wajah pucat pasi dan keringat membanjiri wajahku, kudekap Arjun dengan erat, sambil mencoba mengatur napas; guna mengatasi ketakutanku. Mobil pun berjalan dengan sedikit lambat, karena di depan sana ada mobil yang  akan masuk ke dalam rumah.

"Mas, si ibu ngejar!"

"Apa?"

Bersambung-

Ha ha ha ha

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Eneng Dliyyuen
ya allah parmiii
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status