Home / Romansa / Dosen Dudaku / 5. Permintaan Andini

Share

5. Permintaan Andini

last update Last Updated: 2022-10-30 13:54:55

POV Devano

Kukayuh sepeda dengan kecepatan kilat. Untunglah keadaan kampus sudah sepi, sehingga saat aku mengebut seperti ini tak ada mahasiswa yang memperhatikan. Hanya ada satpam kampus yang menyapaku karena melihatku terlalu tergesa. Sapaan itu hanya kujawab dengan anggukan dan senyuman tipis. Arjun yang masih setia berada di dalam gendonganku tentu saja sangat senang dengan kelakuan konyolku mala mini. Ditambah lagi angina malam yang hari ini tidak terlalu kencang, tetapi tetap menyejukkan, membuat Arjun tertawa-tawa senang.

Mataku melihat aneka barang dagangan yang ada di warung besar depan kampus. Ada beberapa mahasiswa juga yang nampak duduk di meja panjang yang disediakan oleh pemilik warung. Sepertinya mereka sedang menumpang wifi untuk mengerjakan tugas.

“Mau beli apa, Pak?” tanya penjaga warung—wanita bertubuh kurus tinggi.

“Beli apa ya? Duh, kok saya lupa,” gumamku sambnil menggaruk kepala. Otakku benar-benar tak bisa diajak kerja sama disaat genting seperti ini.

“Pampers buat anaknya?” tanya si mbak lagi padaku.

“Bukan, Mbak. itu, kalau perempuan datang bulan, pakai apa ya?” tanyaku dengan polosnya. 

“Oh, pembalut, Mas. Duh, suami yang baik hati sekali, mau malam-malam ke warung belikan pembalut buat istri. Sebentar ya!”

Istri katanya? Maaf saja. Bahkan jika aku harus salat istikharah beberapa kali, tidak mungkin muncul wajah mahasiswi rusuh itu di dalam kepalaku. Cukuplah makhluk goib seperti itu menjadi mahasiswiku saja. Jangan sampai menjadi ibu dari anak-anakku. 

“Pak, ini! Semuanya lima ribu rupiah.” Aku pun mengeluarkan selembar uang limaribu rupiah yang kebetulan aku selipkan di saku celana trainingku. Secepat kilat aku memberikan uang itu pada penjaga warung, lalu menyambar bungkusan pembalut dengan tak sabar. Kukayuh  sepeda kembali untuk masuk ke dalam kampus. Masa bodo dengan petugas keamanan kampus yang terheran-heran melihatku keluar masuk kampus sambil membawa bayi.

Bulu tangan dan leher bagian belakangku benar-benar berdiri. Tak ada mahasiswa sama sekali di kampus. Kepalaku celingak-celinguk memastikan keadaan yang benar-benar sepi. Jangan sampai ada mahasiswa ataupun dosen yang mengetahui perbuatan konyolku malam ini. Sepeda aku pingigirkan bersandar di tembok. Lalu aku masuk kembali ke dalam toilet wanita dengan langkah gusar.

“Andini, ini pembalutnya!” aku mengulurkan tangan dari bawah pintu bilik tempat Andini tadi. 

“Nah, ini betul. Terima kasih, Pak,” ucap Andini dengan nada riang. Aku tak menyahut, hanya berdeham tanda mengiyakan ucapan terima kasihnya.

“Yah, Pak. Kok yang gini. Saya maunya yang ada sayapnya, Pak.”

“Emangnya kamu mau ke mana segala pake sayap? Aneh sekali! Terserah, kalau gak mau pake. Saya mau pulang! Kasian Arjun malam-malam terpaksa saya bawa untuk meladeni gadis aneh kayak kamu!” dengan langkah lebar aku pergi meninggalkan toilet itu, lalu dengan segera mengayuh kembali sepedaku dengan kecepatan sedang.

“Pak!”

“Allahu Akbar!” tiba-tiba saja Andini sudah berlari beriringan dengan sepeda yang kukayuh. Tak tega dengan wajahnya yang berkeringat, aku pun menghentikan kayuhanku, lalu menoleh padanya.

“Ada apa lagi Andini?” tanyaku dengan menekan suara agar tidak berteriak di depannya.

“Antar saya pulang, Pak. Tanggung jawab sama orang tua saya. Gara-gara Bapak, saya jadi pulang terlambat.”

“Lah, bukan urusan saya! Pulang aja sana sendiri!” usirku. 

“Pak, saya bukan mau beli strawberi. Saya mau diantar pulang!’

“Bodo amat!” balasku tak mau kalah.

“Pak, ish … mana bisa saya selamat kalau pulang sendiri,” timpalnya lagi sambil mengayunkan lengan bajuku. Arjun betepuk tangan. Seakan-akan bayi itu senang dengan kehadiran mahasiswi budeg yang mengerjaiku hari ini, dan aku sepertinya akan benar-benar lelah menyahuti Andini jika aku menolak untuk mengantarnya pulang.

“Ya udah iya. Saya antar kamu!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dosen Dudaku   48. Pesta Pernikahan (Ending)

    Seorang Devano ternyata menunaikan janjinya untuk memberikan pesta pernikahan terbaik untuk Andini. Berlangsung di sebuah ballroom hotel mewah, pesta meriah itu diadakan. Semua setting tempat dan acara, diserahkan Devano pada salah satu teman yang dia percaya, yaitu Emir dan Aminarsih. Dua orang itulah yang membantunya mewujudkan mimpi Andini yang menginginkan pesta pernikahan seperti Tuan Putri di Negeri Dongeng.Pakaian pengantin super mewah dengan pernah pernik mengkilap menempel pada kain tile renda premium yang dibuat oleh perancang kenamaan. Semua disesuaikan dengan perut Andini yang semakin membesar di usia kehamilan menginjak delapan bulan. Tidak ada akad sebelumnya, karena memang mereka sudah menikah secara agama. Pesta langsung semarak dengan mengundang para tamu yang juga berkelas. Jangan lupakan Devano dahulu siapa? Semua relasi bisnis dia hubungi. Bukan karena ingin mengambil keuntungan dari pestanya, tetapi lebih karena semua relasi yang ia undang mengetahui bahwa dia s

  • Dosen Dudaku   47. Kekonyolan Andini

    Andini duduk di samping Devano. Kondisi suaminya sudah jauh lebih baik. Walau masih belum membuka mata, tetapi sudah ada pergerakan dari anggota jari tangan. Sesekali pria itu juga bergumam dan mengigau tidak jelas. Andini meminta ijin pada dokter untuk mendampingi suaminya. Anton dan Parmi juga membantu meyakinkan dokter, bahwa Devano pasti bisa sadar, dengan kehadiran sang istri di sampingnya.Andini menggenggam jemari suaminya yang sedari tadi bergerak, tetapi hanya sebatas itu saja. Air matanya sudah beranak sungai, berharap ada keajaiban untuk suaminya membuka mata. Pelan tangannya mengusap lengan palsu Devano. Dipijatnya lembut dari atas ke bawah. Lalu bergantian dengan tangan kanannya. Andini dengan sabar mendampingi suaminya, sambil membisikkan kalimat penyemangat."Pa, mau pegang anaknya tidak? Ini, Dedek di perut main akrobat terus. Keren loh, tendangannya. Seperti Bang Bokir. Tahu Bang Bokir'kan? Artis China yang jago silat itu loh." Andini terus saja mengajak Devano berbi

  • Dosen Dudaku   46. Koma

    POV AndiniAku tidak tahu harus berkata apa, ketika tahu kabar bahwa suamiku mengalami kecelakaan bersama dengan wanita yang bernama Ayu. Ketika kutanya Tuti dan teman-teman di kampus, mereka mengatakan suamiku marah pada wanita itu dan memaksanya masuk ke dalam mobil dengan kasar. Jelas sekali suamiku marah dengan kelakuannya. Apakah sebenarnya memang suamiku tidak bersalah? Aku terlalu egois yang tidak mau mendengar penjelasannya. Sekian lama aku mendiamkan dan mengabaikannya. Tidak mengurus pakaian juga makannya. Dia terbaring begitu lemah dengan berbagai alat menempel di tubuhnya. Wajahnya brewokan dan lusuh. Aku pingsan sebanyak dua kali begitu mendengar suamiku kecelakaan dan koma di rumah sakit. Keadaanku yang juga tidak sehat, membuat tubuhku semakin lemah, tetapi aku tidak mau kalah, aku harus menemani suamiku, ayah anakku. Dia di sana karena aku."Hiks ...." mau menghabiskan tisu berapa banyak lagi, aku pun tidak tahu. Air mata ini masih terus mengalir dengan derasnya."Su

  • Dosen Dudaku   45. Kecelakaan

    POV AuthorSuasana hati Andini sejak pagi, sudah tidak nyaman. Bayi di dalam perutnya pun sepertinya ikut merasakan hal yang sama. Entah ada apa? Yang jelas seharian ini Andini uring-uringan di kamar. Nasi pun tidak mampu dia telan seperti biasanya. Mual muntah yang seharusnya terjadi di trisemester kehamilan, malah didapatinya menjelang kehamilan lima bulan. Tubuhnya lemas dan tidak bertenaga. Susu hamil dengan rasa vanila pun ia muntahkan. Tidak ada yang masuk dengan benar ke dalam perutnya sejak tiga hari ini.Parmi menghela napas panjang, saat mengoleskan minyak kayu putih di perut, tengkuk, leher, dan juga punggung Andini. Dengan pijatan amat lembut, dia mencoba membuat Andini nyaman, serta tidak mual muntah lagi."Masih mual?" tanya Parmi pada putrinya."Masih, Bu. Gak enak banget rasanya," keluh Andini dengan mata berkaca-kaca. Parmi terus saja memijat lembut tengkuk Andini, hingga pundak. "Mungkin bayi kamu rindu dengan ayahnya," bisik Parmi dengan senyuman hangat. Andini men

  • Dosen Dudaku   44. Kekecewaan Andini

    POV DevanoAndini masih marah padaku. Dia menutup mulut sepanjang hari, tidak menanyakan apapun, bahkan ketika aku dan papa pulang dari menguburkan salah satu bayi kembar kami. Ya, usia janin itu ternyata lebih dari empat bulan dan sudah nampak berwujud juga sudah ditiupkan ruh oleh Sang Pencipta. Aku dan papa memakamkannya layaknya manusia yang wafat pada umumnya.Untunglah ada papa mendampingiku, sehingga aku yang tidak terlalu paham urusan seperti ini, menjadi paham dan mengikuti sesuai dengan arahannya. Jangan bilang hati ini tidak patah. Jangan bilang hati ini tidak terluka. Kehilangan salah satu dari bayi kembar yang dikandung Andini tentu saja membuatku sangat syok. Apalagi aku yang sama sekali tidak pernah mengalami mendampingi istri saat hamil sampai melahirkan.Apakah ini bagian dari penebus dosaku di masa lalu? Tak banyak yang bisa kulakukan saat ini. Bersujud memohon pada Sang Pencipta agar mengampuni dosa-dosaku terdahulu. Saat Amira ada di dalam kandungan ibunya, aku mal

  • Dosen Dudaku   43. Hadirnya Ayu

    Selama empat bulan hamil, sama sekali tidak pernah kurasakan mual, muntah, atau ngidam yang terlalu berlebihan. Hanya saja, setiap harinya wajib ada jambu air di atas meja makan. Demi menuruti keinginan bayi kami, suamiku rela membeli pohon jambu air cangkokan. Menanamnya di pekarangan rumah dan merawatnya setiap hari. Ada dua jenis pohon jambu air yang dia beli. Pertama yang berbuah hijau pucat dan satu lagi berbuah merah dan berukuran besar. Sengaja suamiku membeli yang sudah berbuah, agar kami tidak susah minta ke tetangga saat ingin mencicipinya. Pagi ini, Pak Dev sudah berangkat lebih dahulu ke kampus, sedangkan aku berangkat siang, karena jam kuliah pertama dimulai pukul sepuluh. Bibik memasak di dapur, sesuai dengan menu yang aku pesan. Sayur asem, ikan asin balado, dan goreng bakwan. Aku berencana makan terlebih dahulu, baru berangkat ke kampus."Non, sayurnya udah mateng," seru Bibik dari balik pintu. Aku meletakkan ponsel di atas nakas, lalu segera turun dari ranjang untu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status