Share

[5] Serangan Balasan

“Benar itu, Kamaru?” selidik Miranti. “Nak! Nggak ada perempuan lagi, selain wanita panggilan?” bentaknya murka.

Mengapa anaknya asal saja meniduri perempuan? Padahal di luaran sana banyak yang tergila-gila kepadanya.

“Ya Tuhan, Kamaru!!”

“Bu, dia berbohong! Anya ini mahasiswi Kamaru di kampus.”

“Eh, Pak!” Anya memukul paha Kamarudin, “emang kalau mahasiswa nggak bisa jual diri? Banyak tau di kampus yang jadi sugar baby!” sudah kepalang tanggung kan. Aktingnya harus totalitas supaya hidupnya tak semakin menjadi berantakan.

“Makanya jangan cuman liatin yang berbatang aja, Pak.” Ejek Anya, termakan oleh cerita ibu Kamarudin.

“Kamu beneran nggak suka perempuan, Kamaru?!” kali ini Atalaric yang menghardik putra keduanya. Ada raut khawatir yang tampak pada wajah pria paruh baya itu.

“Astaga!” desah Kamarudin, menyugar rambutnya ke belakang. “Pak, saya loh merawanin dia!” jawabnya setengah kesal karena tidak dipercayai. “Coba lihat itu sepanjang lehernya, yang buat saya Pak.”

“Loh katanya night butterflies? Kok masih perawaan?” bingung Atalaric sambil melirik Anya yang gelagapan.

Anu, itu..”

Wah gawat! Kebohongannya yang menyamar sebagai kupu-kupu malam terbongkar. Sepertinya ia kurang totalitas dalam berperan menjadi penjaja body.

Kurang riset kalau kata Kamarudin dikelas-kelas sebelumnya.

Anya panik. Ia bangkit lalu berjalan mondar-mandir, membuat ketiga orang dewasa yang melihatnya terdiam.

“Saya baru debut pertama kali, Pak! First Sale!” Ucapnya lalu mendekati Kamarudin. “Pak ayo cepetan bayar! Saya mau kuliah ini!” tagih Anya menengadahkan telapak tangannya. Ia tak mau lagi berlama-lama di apartemen dosennya. Kepalanya sudah ingin pecah menjadi serpihan tengkorak.

“Sepertinya semalam kita tidak ada membahas tentang harga, Anya?”

Oh, God! Pak Udin!”

“Heh, Heh!” hardik Miranti menarik daun telinga Anya sampai kepalanya menukik ke bawah. “Anak saya namanya bagus, bagus, kamu ganti sama Udin!” amuk wanita itu lalu melepaskan jewerannya.

“Panggil yang bener!” pintanya dengan mata melotot.

“Iy-Iya, Bu. Maaf. Padahal Udin juga bagian dari Kamarudin loh.” Anya buru-buru membuat tanda damai dengan kedua tangannya. “Peace! Bercanda!” Ucapnya yang tentu saja berdusta.

Anya tidak akan berhenti memanggalik Kamarudin dengan panggilan Udin. Nama itu sudah dirinya pilih penuh pertimbangan untuk membesarkan club, ‘Anti Udin-Udin!,’ miliknya. Kamaru terlalu bagus untuk dosen songong seperti Kamarudin.

“Kamu namanya siapa?”

“Juminten, Bu!”

“Anya Calista!” geram Kamarudin. Bisa-Bisanya Anya berbohong kepada ibunya. “Jawab yang benar! Itu ibu saya!”

Plak!!

“Aw!” pekik Anya merasakan panas setelah tangan ibu dosennya mampir ke kulit pundaknya. “KDRT! Gue mau lapor Kak Seto!”

“Kak Seto nggak ngurusin sejenisan kamu!” sewot Miranti. “Udah! Kamu dengerin saya baik-baik!” Miranti lantas meminta Anya menghentikan kegiatan tak terpujinya. “Mumpung belom kebablasan kamu masuk ke lembah  hitam, kamu nikah aja sama anak saya! Sama dia, kamu nggak akan kekurangan uang!”

“Lah, duit saya emang nggak pernah kurang, Bu. Anak Ibu itu saya yang gaji loh! Donatur tetap mata kuliah dia ini saya!”

Ya, benar kan?!

Dirinya saja mengulang sebanyak tiga kali. Memang murah apa membayar empat sks? Mana totalnya jadi dua belas sks lagi.

“Ya terus ngapain kamu jual diri, Nak Anya?” lama-lama Miranti gemas sendiri. Ia ingin menempeleng wanita yang putranya tiduri.

Ya Ampun!— Haruskah Anya bertaubat? Kenapa pertanyaannya kembali ke arah yang membuat kepalanya berputar-putar.

“Jangan ngibulin Ibu, kamu! Nggak apa-apa kalau kamu orang miskin. Keluarga kami nggak ngeliat background ekonomi. Asal bukan wanita tuna Susila aja. Nah ini kan baru sama anak saya, bayarannya dinikahin aja.”

“Pak! Kamera sebelah mana?”

“Tuh!” Kamarudin menunjuk pada kamera CCTV yang mengarah ke ruang tamu unitnya. Ia pikir Anya hanya bercandaan saja. Ia tidak menyangka kalau gadis itu akan benar-benar berdiri di bawah perangkat keamanan itu.

“Gue nyeraaaahhh!! Tolong!!” teriak Anyar berdada-dada, seperti korban yang memberikan tanda pada tim sar.

“Nggak kuaaat, Wei!”

“Cocok ini buat kamu. Tahan banting! Rumah jadi nggak akan sepi.”

Kamarudin menganggukan kepalanya, setuju dengan penuturan sang ibu.

“Inget ya.. Kamu punya adik perempuan. Nikahi dia. Jangan sampai adikmu terkena karma karena perbuatan kamu ini.” Pesan Atalaric supaya Kamarudin tidak melepaskan gadis bernama Anya itu.

“Saya pasti bisa memperistri dia, Pak.”

.

.

“Gaes, info terpercaya dari sumber paling mutakhir!”

Agen lambe gosip kampus mulai menyebarkan isu-isu tentang penyimpangan Kamarudin. Mereka tak menyamarkan nama atau pun menampilkannya menggunakan inisial.

Tidak hanya dari mulut ke mulut, jari-jari mereka ikut meramaikan kancah pergosipan duniawi. Memperluaskan isu terupdate yang katanya didapatkan oleh saksi mata kejadian.

Kamarudin yang menjadi korban bahkan harus dipanggil oleh ketua Yayasan tempatnya mengajar. Kampus menggelar sidang tertutup,  menuntut klarifikasi tentang berita yang berhembus.

Sebagai lembaga pendidikan, pihak kampus tidak akan mentolerir apa pun bentuk penyimpangan. Mereka menjunjung tinggi norma sosial, terlebih kabar terus mengarah kepada tenaga pengajar yang seharusnya dapat menjadi contoh baik, bagi seluruh mahasiswa yang ada.

Beruntung pihak kampus tidak menutup sebelah mata dan telinga. Mereka tidak asal memberhentikan seseorang sebelum mendapatkan penjelasan dan bukti dari dua pihak yang berkaitan.

Mereka memberikan waktu untuk Kamarudin menyelesaikan masalahnya. Mencari siapa dalang dibalik tersiarnya berita yang Kamarudin klaim tidak benar.

Tak perlu dicari, Kamarudin tahu jelas siapa pelakunya. Tidak ada manusia ditempatnya mengajar yang pernah berspekulasi mengenai orientasinya. Hanya ada satu manusia saja dan ia mengenal sosoknya.

Satu minggu lamanya Kamarudin di-nonaktifkan sejak hari pertamanya mengajar. Pria itu hanya sesekali datang untuk formalitas sembari memantau perilaku Anya di kampus.

Gerak-gerik wanita itu tak pernah lepas dari pandangan Kamarudin. Kamarudin mengetahui dengan jelas, betapa bahagianya Anya karena tak perlu berada di kelasnya.

“Hidup gue bakalan damai mulai hari ini.. Nggak bakalan ada tuh ngulang ke empat kali.”

“Nya, tapi ya, gue nggak percaya ih kalau Pak Kamarudin itu rainbow cake. Macho banget keliatannya. Lo liat aja deh otot-otot tangannya. Keker banget, Nya!”

“Iya tauk. Make kemeja aja, gue tetep bisa nebak kalau dadanya berotot!”

Fans garis keras! Anya tak heran kalau kedua sahabatnya tak termakan gosip buatannya. Kalau di Indonesia ada film judulnya Pengabdi Setan, nah— kedua temannya ini cocok untuk casting sinetron azab berjudul Pengabdi Kamarudin.

“Siapa sih anjir yang nyebarin hoax begituan! Punya dendam apaan orangnya?!”

“Pastinya kesumat sih,” ucap santai, santai. Orang-orang termasuk sahabatnya tidak akan tahu jika gosip tersebut bermula dari mulutnya. Sudah banyak orang yang membicarakan Kamarudin. Seisi kampus mungkin.

“Nggak kelas banget, asli! Jangan-Jangan dia salah satu dosen, atau nggak mahasiswi yang cintanya ditolak lagi sama Pak Kamarudin.”

Anya terbatuk. Wanita itu tersedak oleh minuman, yang belum sukses melewati kerongkongannya.

“Nya, santai! Nggak ada yang mau ngambil minuman lo!” Flora membelai punggung Anya. “Kasihan nyokap lo, kalau lo mati duluan!”

“Sembarangan!” sembur Anya. “Gara-Gara omongan si Angel, Anjing!” makinya.

“Ya kali yang nyebarin hoax mantan fans, Udin! Nggak mungkin! Pasti dari awal dia emang udah gedek sama tuh dosen!”

“Kayak lo?”

“He’em,” cetus Anya menyampaikan analisis yang sebenarnya lebih tepat disebut dengan koreksi mandiri.

“Bukan lo kan, Nya?” Flora memicingkan matanya. Disamping Anya, Angel melakukan hal serupa, membuat Anya diapit oleh tatapan menyelidik kedua sahabatnya.

“Nggak lah! Kayak kata lo, yang bilang Udin punya otot, gue percaya kok, kalau dia nafsunya sama cewek!” Lidah Anya berkelit. Ia harus melindungi dirinya sendiri. Anya tahu sebar-bar apa kedua sahabatnya jika menyangkut dosen mereka.

‘Mati digebukin mereka gue yang ada!’ batin Anya, bergidik ngeri.

“Balik yuk.. Udah jam segini. Ntar malem kan kita mau cau lagi.” Ajak Anya. Ia sudah lelah berhadapan dengan segala hal tentang Kamarudin. Hanya di kamarnya ia dapat rehat sejenak.

Ketiganya berjalan bersisian. Sampai pada lapangan futsal terbuka yang menghubungkan gedung dengan tempat parkir, Anya dikejutkan oleh keberadaan Kamarudin. Pria itu berdiri menjulang sembari menatap ke arahnya.

“ANYA!” panggil Kamarudin keras. “Tetap berdiri disana, Baby! Tolong jangan menghindar lagi dari saya!”

Ucapan Kamarudin itu membuat seluruh penghuni fakultas menjadikan Anya sebagai pusat perhatian. Semua mata memandang Anya. Berbisik-bisik membicarakan apa yang mereka dengar.

“Aaaa!!”

Jeritan gadis-gadis menggema, tak terkecuali kedua sahabat Anya kala Kamarudin berlutut menggunakan kedua kakinya.

Baby.. Kamu sendiri saksi kalau saya bukan penyuka sesama jenis. Tolong jangan begini. Kita tidak perlu lagi bersembunyi dari teman-teman kuliah kamu. Saya sudah menginformasikan kepada Rektor dan Dekan kita, jika sebentar lagi kita akan menikah. Sudahi ya, marahnya?”

“P-P-Pa-Pak! Lo ng-ngap-ain?”

Kamarudin merogoh kantong kemejanya, mengeluarkan cincin berlian yang dirinya beli secara dadakan. “Anya Calista, Kekasih saya.. Saya melamar kamu di depan seluruh pasang mata. Ayo kita meneruskan rencana pernikahan yang sempat tertunda..”

Dibalik senyum yang Kamarudin tampakkan, ada seringai tipis yang tak disadari oleh orang lain, selain Anya.

Dan Anya mengerti— jika dosennya tengah melancarkan serangan balasan.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
qeynov
terima kasih Kak ...️
goodnovel comment avatar
Subaedah Sambara
lucu danlucu thor aku suka bangeeet ,lanjut
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status