“Anya, terima saya ya?! Ibu sudah nggak sabar nunggu itu,” Kamarudin menggeser posisi tubuhnya. Tepat di depan Anya, wanita itu kembali dapat melihat sosok Miranti.
“Hi, calon menantunya, Ibu!” Miranti melambaikan tangannya meski belum mengambil langkah untuk mendekat.
Wajah Anya memucat. Kamarudin tidak hanya sendirian, pria itu membawa antek-antek absurdnya untuk membalaskan dendam.
“Nya,” senggol Flora yang berada di sisi kiri Anya. “Ngomong sesuatu jangan diem aja!” pinta sang sahabatnya. “Gue sampe mau pingsan nih!”
“Ginjal gue juga gemeteran, Nya,” sambung Angel, memberitahukan keadaannya usai mendengar pengakuan dosen idolanya.
Jangankan Flora dan Angel— Anya tak sekedar ingin pingsan, kalau bisa malah mati aja sekalian. Sepertinya baru satu ia merasakan surga dunia tanpa bimbingan Kamarudin. Kenapa sekarang justru begini nasibnya.
“Gaes, tolong bantu saya untuk membujuk Anya.” Kamarudin bangkit, ia menggunakan atensi para mahasiswanya yang tengah mengerubungi mereka. “Saya berjanji jika Anya menerima lamaran terbuka saya ini, saya tidak akan menyeret nama-nama orang yang menyebarkan berita bohongan tentang saya.”
“Dalangnya pun akan saya lepaskan!” seringaian itu tampak kembali. Mata Kamarudin yang tajam menyorot kepada Anya— sosok yang sudah pasti menjadi dalang utama tersiarnya gosip ia memiliki penyimpangan seksual.
“Kalau Anya nolak, Pak?” tanya Flora, penasaran.
Kamurdin melipat bibirnya ke dalam. Melakukan kecapan mulut satu kali, sebelum menjawab pertanyaan gadis yang ia ketahui selalu bersama Anya. “Yah, terpaksa, saya akan melaporkan tindakan merugikan itu ke pihak berwajib. Ada beberapa pasal yang bisa saya kenakan. Kebetulan saya sudah berkonsultasi dengan pengacara keluarga saya,” jelas Kamarudin panjang kali lebar.
Ditempatnya Anya keringat dingin. Walau pun berasal dari keluarga berada, ia tidak pernah tersangkut kasus hukum. Belum lebih tepatnya. Kalau pun terseret meja hijau, Anya ingin alasan tersebut bersumber dari pembunuhannya kepada sang ibu tiri. Selain karena hal tersebut, Anya tak mau kaosnya berganti menjadi warna orens.
“Nya! Terima, Nya!”
“Iya, Kak Anya. Selametin orang-orang yang udah terlanjur kemakan hoax terus ikut-ikutan nyebarin, Kak!”
Ya, Tuhan! Bagaimana ini? Dirinya memang dalangnya, tapi kalau sampai menyeret puluhan orang, kasihan mereka juga. Anya sendiri tak tahu latar belakang dari setiap anak yang termakan isu buatannya.
“Terima!”
“Terima!”
“Terima!”
Koor seluruh orang, tak terkecuali keluarga Kamarudin. Shafa— adik perempuan Kamarudin bahkan menjadi orang paling bersemangat, ketika mengetahui kakaknya akan melamar seorang wanita.
“Nya! Udah sih jangan ngambek mulu sama Pak Kamarudin. Terima aja. Masa gara-gara gosip lo mau batalin pernikahan kalian,” bisik Flora. Akting Kamarudin yang begitu menjiwai rupanya mampu membuat Flora percaya pada bualan pria itu.
“Flor,” desis Anya.
Sahabatnya ini sinting atau gimana? Sudah jelas-jelas mereka di kampus seperti Tom & Jerry. Boro-Boro mereka mau menikah, teman-temannya saja tahu, jika ia memiliki dendam kesumat kepada dosen yang selalu memberikannya nilai K.
“Nya, gas aja. Itung-Itung lo juga nyelametin nama baiknya dosen kesayangan gue. Kalau sama lo, gue rela deh,” imbuh Angel. Terdapat keuntungan jika sahabatnya menerima pinangan dosen mereka. Kamarudin tidak akan lagi dicap sebagai homoseksual.
Angel akan mendorong sahabatnya agar mau berkorban Dosen kesayangannya tidak boleh mendapatkan sanksi lebih, dari penonaktifan sementara yang diterimanya minggu lalu. Akan ada banyak mahasiswi patah hati. Setidaknya jika menikah, mereka masih dapat melihat wajah Kamarudin bergentayangan di kampus.
“Lo bisa keluar dari Kartu Keluarga bokap lo.”
Kontan Anya memalingkan wajahnya, menatap Angel yang baru saja mengeluarkan kalimat menarik. “Gitu?” tanya Anya dibalas anggukan kepala oleh Angel.
“Bentar ya, Pak. Saya bisik-bisikin Anya dulu. Bapak yang sabar. Pasti diterima kok.” Seloroh Angel meminta dosennya untuk menunggu selagi dirinya membujuk sang sahabat.
“Kan kalau nikah, lo ikut KK suami. Nah, lo bisa tuh ketemu Nyokap lo tanpa war sama bokap lagi, Nya. Banyak untungnya tauk!”
“Pertama lo nggak perlu lagi tinggal di rumah yang kayak neraka itu. Ke dua, lo bebas mau ngapain aja sama nyokap. Ke tiga lo bisa dapet nilai A. Kan dia suami lo! Bisalah nego nilai tebel-tebel.”
Anya memikirkannya. Otaknya memproses setiap kalimat Angel. Selain dirinya tidak jadi dipolisikan dan menanggung beban rasa bersalah pada tersangka-tersangka lain, poin terbebas dari neraka jahanam yang membelenggunya merupakan hal termenggiurkan.
Kamarudin menghela napasnya. Ia sudah lelah menanti. “Jadi gimana? Saya tinggal telepon pengacara untuk melayangkan gugatan!” tuturnya menekan Anya. Jika Anya tak bergeming dengan cara halus yang dirinya gunakan, Kamarudin akan mencercarnya menggunakan ancaman.
“Karena ulah pembenci saya,” Kamarudin memicingkan mata tajamnya, “saya masuk ke dalam portal berita online. Terlebih kamu membatalkan pernikahan kita begitu saja. Saya harus bagaimana untuk memulihkan nama baik yang terlanjur orang itu hancurkan?! Saya juga akan dikeluarkan dari sini kalau tidak bisa membuktikan hubungan spesial kita, Anya!”
Anya menelan ludahnya. Ia tidak menyangka kejahilannya ternyata menimbulkan dampak besar terhadap hidup seseorang. Kerusakan yang dirinya timbulkan tak sebanding dengan pembayaran sksnya. Bukan dirinya yang kehilangan uang, tapi papanya. Secara tidak langsung, Kamarudin turut membantunya membangkrutkan sang papa.
“Ya udah, kita jadi nikah.”
“Apa? Saya tidak bisa mendengarnya, Baby.”
“IYA KITA NIKAH, PAK UDIN!” teriak Anya emosi. Nggak tau apa kalo gue masih siyok!
“Anya!” tegur Miranti yang rupanya telah melangkahkan kakinya bersama tim yolo-yolonya. “Anak ibu loh, namanya bukan Udin!”
“Iy-Iya, Bu.” Jawab Anya tergagap. Ia lupa kalau ada wanita yang melahirkan Kamarudin disekitarnya.
“Lamaran saya diterima! Kalian bebas makan di setiap kantin fakultas kita, sudah saya persiapkan untuk ucapan terima kasih saya.”
Seluruh mahasiswi bersorak riang. Anya— Kakak kelas mereka yang tukang huru-hara, hari ini mendatangkan berkah tak terduga.
“Bebas nambah, Pak?”
“Selagi stoknya masih ada, silahkan.”
Lapangan mendadak sepi. Orang-Orang yang bergerombol membubarkan diri mereka. Mengalihkan perhatian mereka pada kekuatan penjarahan gratisan yang Kamarudin sediakan. Kapan lagi makan gratisan. Para anak kos tentu akan memanfaatkan pesta akbar ini untuk menyelamatkan perut masing-masing.
“Ngel, Flor.. Gue nggak salah kan udah nerim..” Mata Anya mengerjap. Sial! Ia ditinggalkan oleh kedua sahabatnya. Teman-Teman laknat! Awas saja mereka. Gue bakalan ngasih perhitungan!
“Halo Kak, Anya. Aku Shafa Fathia, Adeknya Mas Kamaru.” Gadis dengan seragam SMA yang harus membolos karena ajakan ibunya itu mengulurkan tangannya untuk menyapa sang calon kakak ipar.
“An-Anya..” Anya menerima uluran gadis bersama Shafa itu.
“Bukan Juminten?” goda Miranti Hasan.
“Eh?”
Kamarudin, Atalaric dan Miranti tertawa mendengar pekikan Anya. Anya terlihat menggemaskan ketika tidak mereog.
“Belum makan, kan?” tanya Miranti.
“Sud— belum,” ucap Anya saat Kamarudin memeloti dirinya. Dengan cepat Anya merubah jawabannya. Sekarang ia berada di dalam kendali sang dosen jika ingin hidupnya selamat dari bayang-bayang jeruji besi.
“Kita makan ya, sekalian bahas tentang pernikahan kalian.”
“Ba-Baik, Bu.”
Tangan Kamarudin merekah, membuat Anya mengerngit.
“Apa?”
“Kunci mobil kamu, biar Shafa yang bawa. Saya khawatir kamu kabur.”
Anya mengeram kesal. Dosennya ini benar-benar menjengkelkan. Setengah tak rela, Anya akhirnya menyerahkan kunci mobil miliknya. “Nih! Jual sekalian!” sentaknya sedikit kasar.
“Tunjukan kepada kami yang mana mobilnya.” Perintah Kamarudin kembali pada setelan pabriknya ketika berada di lingkungan kampus.
Keluarga Kamarudin dibuat tercengang melihat mobil pribadi Anya. Miranti bahkan langsung bertatap-tatapan dengan Atalaric saat menyaksikan BMW M8 Gran Coupe Competition yang Anya tunjuk. Sebuah mobil seharga hampir 7 M, seperti milik anak pertama mereka.
“Mobil kamu betulan yang ini?”
Anya mengangguk, “iya, Bu.” Tangan Anya merebut kunci mobilnya, “nih kuncinya ada logo mobilnya,” ucapnya santai, tak sadar jika orang yang sedang bercakap dengannya terkejut setengah mati.
“Selama tujuh hari ini, kamu beneran jadi sugar baby? Siapa yang kasih ini, Anya? Pejabat Negara?”
Tidak salah bukan jika Miranti bertanya demikian. Pada awal pertemuan tidak mengenakan mereka, Anya mengaku sebagai wanita panggilan. Melihat betapa cantik dan terawatnya Anya, tidak sulit untuk wanita itu mendapatkan pelanggan spek tinggi macam pejabat.
“Mah, Anya anak tunggal Tanu Handoyo dari istri pertamanya.”
“TANU HANDOYO?” pekik Atalaric dan Miranti Hasan. Siapa yang tidak mengenal nama tersebut. Seluruh pengusaha mengenal nama Tanu Handoyo sebagai pengusaha properti yang asetnya mencapai triliunan.
Handoyo Group dapat disejajarkan dengan Ciputra Group dalam aset dan pembangunan. Mereka memiliki banyak Mega Proyek yang tersebar di seluruh Indonesia. Kantor cabang Atalaric bahkan dibangun oleh perusahaan itu.
Sebelumnya, Kamarudin telah menelusuri seluk-beluk Anya. Tak banyak yang wanita itu unggah di sosial medianya. Tiga foto dan seluruhnya berisikan potret ayu seorang wanita dewasa yang Anya beri caption ‘Mama terbaik,’ terbaik disetiap unggahannya.
Kamarudin bahkan harus mencari datanya pada bagian administrasi kampus. Saat pertama kali mengetahui siapa orang tua Anya, Kamarudin mencari berita skandal mengenai orang tua wanita yang akan dinikahinya. Itulah yang membuatnya tak terkejut ketika Angel menyebut rumah Anya sebagai neraka. Kamarudin pun akhirnya mengetahui mengapa Anya terlihat biasa saja ketika akan dikeluarkan dari Kartu Keluarga.
Perseteruan antar kedua orang tua Anya tak membahas mengenai harta gono-gini. Mereka saling berperang untuk mendapatkan hak asuh Anya— harta yang Kamarudin duga jauh lebih besar dibandingkan tumpukan uang.
“Kamaru, kamu saja yang bawa. Jangan Shafa. Terakhir bawa mobil Langga, dia nggak bisa. Ayo Nak Anya.”
Loh? Beneran ini gue mau dikawinin?
Kenapa rasanya, Anya menyesal, ya?
Kegagalan Josephin dalam menikahi Jesika secara dadakan akhirnya terbalas. Dikarenakan dirinya yang merupakan kakak Kamasea, ijab qobulnya pun dilaksanakan terlebih dahulu. Tak seperti biasa, Josephin benar-benar tidak mau mengalah pada saudara kembarnya. Untuk pertama kalinya ia bersikap egois, memprioritaskan dirinya di atas kemauan sang adik. “Hi, Wife..” Sapa Josephin dengan senyuman sehangat mentari kala penghulu telah mengesahkan pernikahan mereka. “Hello, Jo..” Pada meja yang bersebelahan dengan prosesi ijab qobul Josephin, Kamasea berseru. “Cih! Abang shut up! Gilirannya Ceya ini!!” Seruannya itu terdengar oleh seluruh tamu undangan mengingat adanya alat pengeras yang terpasang di atas meja ijabnya. “Ya Tuhan.. Punya anak pada ngebet kawin.. Dikira kawin enak kali ya..” gumam Anya, menepuk keningnya. Setelah Michellion yang biang kerok itu ia lepaskan dengan segenap keikhlasan hati, kini tibalah pada momen yang menurut Anya paling berat. Sebagai seorang ibu yang mencintai
Duka mendalam sedang dirasakan oleh Alexiz. Sejak penghulu yang menikahkan putrinya pulang, pria tampan itu terus saja menangis. Kenyataan dimana putrinya telah dipersunting oleh anak sahabatnya semakin terasa nyata.“Tell me! It was a dream, right? Tadi mereka cuman simulasi ijab aja kan?!” Ucap lirih Alexiz yang belum dapat menerima kenyataan.Melepaskan putri kesayangannya ke tangan pria lain merupakan mimpi terburuk Alexiz. Apalagi kepada orang seperti Michellion Hasan yang ia kenal baik kebobrokannya.“Alexiz, wake up! ini nyata! Lexa kita udah nikah, Lex. Dia akhirnya bisa raih cita-citanya..”Alexiz pun terhenyak. ‘Cita-Cita sampah sialan!’ maki pria itu dalam hati.Sejak kapan tepatnya menikah menjadi cita-cita? Putrinya sungguh abnormal. Disaat anak lain mencita-citakan pekerjaan setinggi langit, putrinya yang cantik dan sedikit tidak baik hati justru mengidam-idamkan lelaki bermasa depan suram seperti Michellion.Ngenes.. Ngenes! Mana anak satu-satunya lagi ah!“Stop crying
“Saya terima nikah dan kawinnya, Alexa Sasongko bin..” “Bin.. Bin-tiiii..” Plak! “Argh, Mama!!” erang Michellion kesakitan. “Satu tarikan napas, Ichell!! Satu tarikan!” berang Anya tak mengindahkan protes kesakitan bungsunya. “Serius dong! Jangan salah-salah mulu! Sekali salah lagi, nggak bisa kawin selamanya kamu!” timpal Anya, menakut-nakuti Michellion. Putranya sudah dua kali mengacaukan ijab qobulnya. Anya kan gemas jadinya. Kalau memang tidak niat menikah, anak itu seharusnya bersikap gentle, berani mengakui ketidaksiapannya di depan Alexa dan keluarganya. Memang dasar Michellion! Otaknya hanya berkembang jika menyangkut uang, selebihnya mah nol besar. Michellion yang ragu dengan pernyataan Anya pun bertanya, “masa sih, Mah? Masa gitu doang Ichell terus harus jadi jomblo seumur hidup?” “Dih, nggak percaya-an! Auto blacklist kamu tuh. Iya kan Pak Penghulu?” “Ng..” Melihat pelototan maut Anya, penghulu yang tadinya hendak menyangkal pun merubah jawabannya. “Iya, Mas! Mas h
“Gundulmu!” Sembur Alexiz, ngegas.Calon menantunya memang minta ditendang sampai ke Afrika. Ya mengapatidak– disaat suasana sedang panas-panasnya, anak itu tetap bisa mengelantur.Padahal ia sedang panas dingin karena mendeteksi adanya sinyal permusuhan dariorang-orang rumahnya.Anya menjentikan jari. “Woi! Jadinya gimana? Kaki gue pegel nih berdiri mulu!” tanya perempuan itu tak santai.“...”“Mah, Mah!!” sela Josephin karena omnya tak kunjung menanggapi pertanyaan sang mama. “Nikahin sekarang aja sekalian, Mah. Itung-itung jagain Om Lexiz kalau berubah pikiran lagi ntarnya..”“What?!”Siapa sangka jika usul Josephin itu mengagetkan dua pria disana.Iya, kalian tidak salah jika menebak pekikan tersebut berasal dari mulut Michellion dan calon papa mertuanya.Kali ini keduanya terlihat sangat kompak. Karena kekompakan yang jarang terlihat itu, keduanya bahkan sampai bertatapan mesra.Respon kaget yang mengisyaratkan ketidaksetujuan itu berbanding terbalik dengan Alexa.Alexa yang te
‘Anjing lah! Perasaan gue jadi anak udah sholeh, kenapa ada aja sih ujiannya!’Ditengah umpatan yang Michellion pendam, bibir anak itu berkedut dikarenakan senyuman yang terpaksa harus dirinya hadirkan.“Kamu, bla-bla-bla..”Dengan wajah datarnya— bungsu kamarudin itu berpura-pura fokus mendengarkan. Setiap kali nada papa Alexa berubah, ia menganggukkan kepala. Padahal ia sendiri tidak menyimak serius kalimat-kalimat yang dikeluarkan oleh omnya.“Gara-gara kamu masa depan Lexa jadi kacau gini! Kalau sampai kamu nanti nggak bisa bahagiain Lexa... Siap-siap aja ya kamu.. Om bakal kirim kamu ke neraka jahanam!”“Heum..” gumam Michellion lemah sebagai jawaban.“Jalur express!!”“Via darat apa laut, Om?” celetuk Michellion. Ia paling tidak betah jika harus terus dalam mode serius. Menjadi orang serius bukanlah bakatnya. Melakukan itu hanya membuatnya lelah jiwa dan raga.“What the..”“Uhuk!! Banyak anak dibawah umur disini, Lex!” tegur Kalingga. Setelah tak bisa menghadiri acara lamaran ke
Pada hari berikutnya, kediaman Anya kembali ramai. Kali ini lamaran datang dari pihak orang kepercayaan Kamarudin.“Apaan nih, Man? Pake repot-repot segala.”“Sogokan biar lamarannya nanti diterima, Bu.” Kekeh Lukman dengan tawa renyah di akhir kalimatnya.“Aigo! Mana ada Kenan ditolak.. Bawa diri aja udah pasti diterima lamarannya.” Sahut Anya, membalas.Anya tak mungkin mempersulit masuknya Kenan ke dalam keluarga besar mereka. Selain dikarenakan putrinya yang terlanjur cinta mati, Kenan sendiri sudah dirinya incar sejak keduanya baru mendekatkan diri.Andaikan Kamarudin tidak bertindak sebagai ayah yang terlewat posesif kepada putrinya, pembicaraan tentang pernikahan Kamaseda dan Kenan pasti sudah lama terealisasikan.“Masuk, yuk.. Kita kirain nggak jadi kesini.. Abisnya lama banget nggak nyampe-nyampe kaliannya.” Ujar Kamarudin, mempersilahkan.“Iya, nih!! Ceya sampe udah mau banjir air mata itu..” pungkas Anya, menimpali perkataan Kamarudin.Kenan pun meminta maaf karena telah me
Sudah diputuskan!! Demi menghargai silsilah persaudaraan diantara anak-anaknya, Kamarudin dan Anya pun akhirnya menentukan hari yang berbeda untuk prosesi lamaran ketiganya. Ya, hanya 3 karena Josephin tidak dihitung.. Menjelang hari lamarannya, Josephin untuk sementara waktu diungsikan ke rumah orang tua Anya. Anak itu akan mengetuk pintu rumah mereka dengan didampingi opa dan kedua omanya. Terdengar rempong kan?! Namun bagi Anya, alur seperti itu, hukumnya wajib untuk dijalankan. Anya tidak ingin melepas putri pertamanya dengan asal-asalan. Ia ingin putrinya dilepaskan dengan alur yang semestinya, seperti para anak perempuan milik orang lain. Untuk itu, Josephin pun harus melakukannya sesuai prosedur, dengan bertindak seolah-olah dia merupakan pihak luar yang hendak meminang putri dari keluarganya. Yah, salah sendiri ngebet nikahnya sama dengan angota keluarga sendiri. Coba saja anak itu memilih gadis lain, pendampingan pada lamarannya pasti akan ditemani Anya dan Kamarudin se
“Ya Tuhan,” desah Kamarudin.Pria itu meletakkan ponselnya ke atas meja kerja.“Sialan lo, Lex!”Beberapa detik yang lalu Kamarudin baru saja mendapatkan laporan. Ia akhirnya mengetahui jika sahabat baiknya lah yang menjadi dalang dari meledaknya tagihan putra bungsunya.Sungguh sahabat yang baik. Pria itu sangat tahu cara untuk membalaskan dendamnya. Dengan begini, ia jadi tak bisa berkutik, termasuk memarahi putranya agar Michellion dapat belajar artinya bertanggung jawab dalam menggunakan uang.Yah, mereka juga tak mungkin mengambil kembali barang-barang yang telah diberikan. Hal itu sangat tidak etis. Sebesar apa pun mereka merugi, apa yang mereka hadiahkan jelas sudah menjadi hak si penerima, terlepas dari seberapa liciknya Alexiz dalam memanfaatkan momentum lamaran putrinya.“Man, buat lamaran Ceya nanti, kalian udah nyiapin apa?” tanya Kamarudin, mengangkat kepalanya dan memandang Lukman yang saat ini tengah membaca berkas di meja tamu ruangan kerjanya.“Standar saja sih, Pak..
Michellion berjalan mengendap setelah melewati pintu utama rumahnya.Kepalanya celingukan, memastikan jika dirinya aman, tak berpapasan dengan sang mama.Gila, Gila!Seharian berkeliling mencari hadiah benar-benar membuatnya ingin mati berdiri.Ia tidak tahu pasti berapa uang yang telah dirinya gelontorkan, tapi mengingat banyaknya perhiasan dan hal-hal lain yang calon papa mertuanya beli, sudah dipastikan ia akan tinggal nama ditangan mamanya.“Chell..”“Ssst, Kak, jangan kenceng-kenceng!” hardik Michellion, pelan. Ia kan tengah menghindari pertemuan dengan mamanya. Kalau sampai mamanya tahu ia sudah pulang, habis sudah telinga dan kewarasannya.Di Balik tembok yang memisahkan ruang tamu dengan keluarga, Michellion melambaikan tangan, mengundang sang kakak untuk mendekat ke arahnya.“Apaan sih? Kamu yang kesini lah!”Mendengar jawaban kakaknya, Michellion pun menghentakkan kaki-kakinya.“Cepetan ih!!” pinta Michellion, setengah mengerang.Rumahnya mungkin terlihat sepi, tapi dibalik