Home / Romansa / Dosen Ngebet Nikah / Bab 3 Rumah Penuh Kenangan

Share

Bab 3 Rumah Penuh Kenangan

Author: Ulfah N
last update Last Updated: 2021-04-21 16:18:45

Raina tiba di rumahnya setelah mengayuh sepeda dengan segenap emosi yang ada. Dia tidak peduli di mana Anes tertinggal. Dipanggil berkali-kali pun, wanita itu tetap ingin segera kabur dari kampus. 

Rumah Raina memang tidak terlalu jauh dari Universitas Indraprasta. Sepeda merah muda adalah the only one yang paling setia bagi wanita itu. Biasanya, dia bersepeda dengan senyuman sambil menikmati angin dan view jalan. Namun, kali ini tidak. Sepanjang waktu Raina hanya fokus pada ujung jalan agar segera sampai ke rumah. 

Jalanan komplek tidak pernah lebih sepi dari perasaan. Angin yang mengiringi laju sepeda wanita itu selalu menambah ketenangan. Raina turun dari sepeda dan mengambil anak kunci dari dalam tas. Dia membuka gerbang berwarna emas tersebut.  

Raina berdecak menatap sebelah dinding muka rumahnya yang belum sempurna. Dia bahkan lupa merapikan perlengkapan mengecat sebelum pergi kuliah tadi pagi. Wanita itu segera memarkirkan sepeda di teras dan buru-buru membuka pintu. 

Pikiran Raina saat ini adalah mungkin dengan melanjutkan kegiatan mengecat rumah akan mengembalikannya ke tahun 2020. Dia kira dirinya pasti sudah terjebak ke 1000 tahun sebelum Masehi. Menikah? Hello?! Irham Nusahakam ternyata segila itu. 

Satu jam sudah berlalu dan Raina bangga pada hasil kerjanya. Dinding depan rumahnya sudah nge-pink. Cantik dan manis, pokoknya. 

Seperti pada malam-malam sebelumnya, Raina menghabiskan malam di depan TV. Dia sengaja meletakkan TV LED di dinding kamar agar tidak perlu repot turun ke bawah. Pintu terali depan dan belakang sudah digembok. Begitu juga dengan jendela-jendela yang semuanya memiliki terali besi sudah dipastikan terkunci. 

TV menampilkan berita tentang seorang anak yang viral karena hidup bertahun-tahun sendiri bersama adiknya. Wanita berjilbab hitam yang terlihat dalam gubuk tua itu tampak lihai mengisi air ke dalam termos. Dia menggendong adiknya dan tertawa bersama. 

Raina menghela napas. Dia berdecak sambil menggelengkan kepala beberapa kali melihat TV. "Masih untung, punya Kakak!" serunya tanpa nada sedih sedikit pun. 

  

Raina membenarkan kalimat yang baru saja terlontar dalam hati. Setidaknya punya kakak masih lebih baik daripada sendiri. Iya, 'kan? 

Raina mengunyah camilan, matanya sesekali menatap layar laptop di hadapannya. TV dan laptop, dua benda yang selalu menemaninya di malam-malam panjang seperti ini. Sambil duduk bersandar di atas ranjang, ia mencoba mengatur fokusnya, meski hati kecilnya tahu bahwa ia hanya berusaha mengalihkan diri dari kekosongan yang perlahan-lahan merayap.

Di samping ranjang, ada sebuah bingkai foto yang tergeletak miring di atas nakas. Beberapa kali, pandangannya tak sengaja tertuju ke sana. Akhirnya, dengan perasaan campur aduk, Raina bangkit dan meraih bingkai itu. Saat membaliknya, dia menatap wajah-wajah yang begitu ia rindukan. Orang-orang yang pernah menghuni rumah ini bersamanya, kini sudah melangkah ke hidup masing-masing, meninggalkan Raina dalam kesendiriannya.

Dia meletakkan kembali bingkai foto itu di tempatnya, kali ini berdiri tegak menghadap bantalnya. Agar bisa ia pandang sebelum tidur, seperti teman yang tak pernah benar-benar pergi.

Tiba-tiba, layar HP-nya yang berada di atas ranjang berkelip, menandakan ada panggilan video masuk.

“Rai, udah kunci pintu rumah?” tanya Anes begitu panggilan diangkat.

Anes masih seperti dulu. Rambutnya digulung dengan rol besar-besar, mengingatkan Raina pada masa-masa SMA mereka. Kebiasaan ini tidak pernah berubah—selalu memastikan rambutnya ikal sempurna setiap malam. "Ada-ada aja," pikir Raina sambil menahan tawa.

“Udah, Nes. Gila, bawel banget, deh! Nggak bosen tiap malam nanyain kunci rumah?” Raina tersenyum, tak bisa menahan rasa hangat di dadanya. Anes adalah sahabat yang sudah lebih dari sembilan tahun selalu peduli padanya, meskipun sering kali terlalu cerewet.

“Yah, gue nggak mau kecolongan dong!” jawab Anes sambil terus mengoleskan krim wajahnya.

"Kecolongan apaan, sih?"

"Kecolongan ... dosen tamvan masuk rumah lo tanpa izin!" Anes tertawa kecil, melanjutkan kegemarannya berfantasi yang memang sudah mendarah daging akibat terlalu banyak membaca novel roman.

Raina tertawa keras mendengar lelucon itu. “Lo emang nggak pernah berubah, Nes. Drama queen banget! Tapi serius deh, gue bener-bener nggak pengen ngadepin Pak Irham lagi.”

“Kalo gue sih nggak akan nolak ngobrol sama dosen sekeren dia. Tadi aja, pas lo buru-buru pulang, dia ngajak gue ngobrol sebentar soal lo.”

“Ngobrol apaan?” Raina merasa tak nyaman.

Anes tersenyum penuh arti. “Penasaran, ya?”

“Enggak.” Raina memalingkan pandangan ke arah lain, meski hatinya berdebar.

Ngobrol apaan?” tanya Raina lagi, kini mulai terdengar gusar.

Anes tersenyum, memalingkan wajahnya dari kamera, seakan tak peduli dengan pertanyaan sahabatnya. “Ah, nggak penting sih, Rai. Lo pasti nggak mau tahu.” Suaranya ringan, seolah berusaha meredakan, tapi justru membuat Raina semakin penasaran.

“Gue beneran nggak mau tahu,” sahut Raina, meski nadanya jelas berlawanan dengan kata-katanya.

Anes tertawa pelan, melirik ke layar sambil terus mengoleskan body serum di tangannya. “Yakin? Soalnya, ya, mungkin aja... dia ngomongin hal yang bakal ngebuat lo kaget, tapi kalau lo nggak penasaran, ya udah deh... nggak usah dibahas.”

Raina menatap layar dengan mata menyipit, mencoba menahan kesal. “Nes, serius deh, kalau lo nggak mau cerita, ya udah. Gue capek.”

“Oke, oke...” Anes menahan tawa, lalu terdiam sebentar, membuat Raina semakin gundah. Dia hafal betul kalau Raina ini gampang tantrum hanya karena penasaran. “Tapi... apa lo beneran nggak penasaran kenapa dosen paling cool se-kampus itu ngajak gue ngobrol soal lo?”

Raina mendesah keras, kepalanya jatuh ke bantal. “Gue nggak penasaran, Nes! Lo itu yang selalu bikin drama!”

“Ya udah, kalo nggak penasaran, gue nggak bakal cerita.” Anes menyandarkan diri ke kursi, berlagak santai sambil melihat tangannya yang sibuk merawat kulit.

Raina menggertakkan giginya. “Anes!”

“Rai, Rai... sabar dong. Kenapa lo jadi emosi?” Anes tertawa, matanya menyipit penuh godaan. “Padahal aku cuma bilang, mungkin dia ngomongin lo... soal hal yang cukup... penting.”

“Apaan sih yang penting?! Katanya nggak mau cerita, sekarang malah bikin gue tambah kepikiran! Anes! Gue capek banget denger lo pura-pura nggak penasaran!” Raina kini terdengar benar-benar frustrasi.

Anes tertawa keras, akhirnya menyerah dengan kebiasaan menggoda sahabatnya. “Oke, oke! Gue kasih tau. Tapi, inget ya, lo yang maksa.”

Raina menatap layar dengan tajam. “Cepetan, Nes!”

“Dia nanya... kenapa lo buru-buru banget kabur tadi siang,” jawab Anes dengan nada serius, namun bibirnya masih tersenyum jahil.

“Cuma itu?!” Raina terdengar kecewa, menunggu sesuatu yang lebih besar.

“Ya... terus dia juga bilang kalau... dia mikir lo itu menarik,” lanjut Anes, suaranya kini lebih pelan tapi penuh godaan.

Raina membeku. “Menarik...?”

Anes tertawa lagi, “Gue bilang juga apa, lo pasti kaget, 'kan?”

"Kenapa, sih, lo kayak ngedukung banget dosen itu buat suka sama gue?" Ini memang aneh bagi Raina. Anes sejak awal masuk kuliah selalu membanggakan ketampanan dosen ngebet nikah itu.

"Halo, Raina? Apa? Aduh, enggak ada sinyal, deh, kayaknya. Gue tutup, ya."

Ya, Anes mengakhiri panggilan. Sementara Raina menatap handphonenya penuh kekesalan. Masih menjadi misteri kenapa Anes sangat mendukung Irham Nusahakam. Kira-kira, kenapa, ya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dosen Ngebet Nikah   Ekstra 1

    Menikah itu ibadah. Namun, jangan sampai Irham mendengar hal yang diyakini Raina ini. Dia bisa semakin ngebet untuk melaksanakan ibadah yang kelak akan menjadi kesukaannya.Raina bukan bergidik, tetapi pipinya malah bersemu merah.Malam semakin larut. Bahu dan punggung Raina rasanya rontok seperti baru selesai outbond atau bahkan mendaki gunung. Dia ingin segera membersihkan wajah dan tidur.Irham masuk kamar dengan wajah kelelahan, tetapi tetap terpancar kebahagiaan. Dia baru saja membantu Maira dan Collin membawakan hadiah-hadiah teman Raina ke mobil untuk disimpan di rumah Raina langsung.Kelopak mawar di atas kasur sudah berantakan di bawah. Irham menarik napas. Raina pasti sudah mengibasnya dengan membabi buta. Wanita itu sudah bilang tidak mau ada bed ala-ala pengantin baru.Irham membuka jas dan kemejanya dan duduk di pinggir kasur. Dia tahu Raina sedang mandi dan membersihkan wajah. Adegan membukakan baju pengantin yang Irham bayangkan ambyar sudah. Buktinya, Raina sudah buru-

  • Dosen Ngebet Nikah   Bab 100. Kapal yang Berlayar

    "Saya terima nikah dan kawinnya Raina Atqiyya binti ..."Itu adalah kalimat paling romantis yang didengar seorang penulis. Dari ribuan kalimat dalam novel romansanya, dia tidak pernah menulis satu kalimat pun seindah itu.Raina tidak membayangkan akan menikah dengan Irham, si paling ngajak ribut setiap hari.Anes sibuk bersorak-sorai sejak orang-orang berkata sah, apalagi saat Irham memakaikan cincin di jari manis tangan kiri Raina. Dia tidak peduli dengan keanggunan gaun bridesmaid berwarna silver yang sedang dipakainya. Ada yang berbeda dari Anes. Wanita itu memakai hijab. Tentu saja setelah perdebatan panjang dengan Raina.Anes semakin gregetan dengan sikap malu-malu ala perawan Raina saat dokumentasi foto-foto buku nikah. Dia asyik tertawa dan menjepret dari berbagai sudut tanpa peduli sosok yang sejak tadi terpesona dengan penampilan barunya.Ya, itu adalah Vino, yang ikut tersenyum saat Anes tertawa.Irham terlihat sangat bahagia seolah matanya mengeluarkan binar cinta saat mena

  • Dosen Ngebet Nikah   Bab 99. Klise Romansa

    Percuma pesona Irham Nusahakam kalau tidak bisa membuat Raina menginginkannya.~ Irham yang sedang memikirkan cara untuk melakukan hal halal setelah akad==="Sekarang kita pikir dulu, Sayang." Irham mengulurkan tangan, menarik Raina untuk duduk di sebelahnya.Mereka sedang berada dalam kantor Irham.Raina ingat setahun lalu Irham pernah tidak membukakan pintu untuknya. Kalau diingat-ingat, Raina jadi sebal pangkat seribu terhadap pria di sebelahnya. Sok bersikap dingin padahal akhirnya tetap mengejar Raina. Siapa lagi kalau bukan Irham Nusahakam?"Pikir apa?" tanya Raina. Dia membuka box rujak jambu kristal yang tadi dibelinya di jalan menuju kantor Irham. Meskipun sudah sore, tetapi tidak mengurangi keinginan Raina untuk memakan buah tersebut."Tentang kita. Tentang akad." Irham menatap Raina penuh perhatian. Namun, as always, yang ditatap sibuk mengalihkan pandangan.Wanita itu mencicipi jambu kristalnya dengan khusyuk. Matanya seolah mengeluarkan cahaya bintang karena terlalu exci

  • Dosen Ngebet Nikah   Bab 98. Siapa yang Orang Ketiga?

    Berada di antara kalian membuatku sakit. Namun, aku juga bahagia karena melihat Raina bahagia.~ Adli Winata galau tak berkesudahan.===Jadi, siapa sebenarnya yang orang ketiga? Adli atau Irham? Irham lebih dulu menyukai Raina bahkan sejak gadis itu masih bau keringat. Namun, Adli lebih dulu menapaki masa-masa kuliah bersama Raina. Dia lebih dulu memperkenalkan diri. Yang pasti, mereka memiliki ruang berbeda dalam hati Raina.Adli curiga pemilik akun fanbase itu adalah orang di sekitar lokasi syuting, tetapi siapa? Pria itu mengambil handphone dari saku. Setidaknya rumor bisa ditutup dengan postingan ini. Dia menarik lengan Raina untuk mendekat. Begitu juga dengan Irham. Jadi, posisi Adli sekarang berada di antara pasangan itu.Irham mengerutkan kening. "Kamu mau ngapain?" tanyanya waspada.Adli hanya berdecak sebal dengan mata melirik Irham penuh kekesalan.Sementara, Raina hanya tersenyum melihat interaksi di antara dua pria tersebut."Foto dulu buat kenangan." Adli mengangkat tang

  • Dosen Ngebet Nikah   Bab 97. Janur Kuning Belum Melengkung

    Apa ada yang lebih bahagia daripada menikah dengan orang yang kamu cintai dan mencintaimu? - Irham Nusahakam Apa ada yang lebih ikhlas daripada melihat orang yang kamu cintai menikah dengan pilihannya? - Adli Winata Apa ada yang lebih galau daripada mencintai orang yang telanjur mencintai orang lain? - Aldian =========== Setelah chating ingin bicara pada waktu itu, Raina tiba-tiba sibuk bolak-balik kantor webtun untuk beberapa kali rapat dan ACC komiknya yang akan diadaptasi menjadi sebuah drama web series. Dia pun seketika lupa kalau memiliki seorang tunangan yang kesabarannya setinggi gunung Everest. Ya, ketinggian 8800 meter di atas permukaan laut. Meskipun kesabarannya setinggi gunung, akan tetapi terkadang berubah menjadi setipis tisu. Seperti hari ini, Raina terkejut melihat Irham sudah duduk di lobi kantor. Dia baru saja bertemu Kriss untuk rapat dan baru mendapat bocoran bahwa Irham memiliki saham di perusahaan tersebut sejak beberapa tahun lalu. Apa itu juga dilakukann

  • Dosen Ngebet Nikah   Bab 96. Sengaja Menempel padamu.

    "Pak Irham sengaja ya nempelin aku terus supaya enggak mau ditinggal?"Raina and her bucin fiancee.--------Ini sudah beberapa jam sejak Raina hanya membalas pertanyaan Irham dengan senyum. Sungguh, dia malu kalau harus berkata tidak sanggup berjauhan dari Irham. Lagipula, tingkat kebucinan Raina belum setinggi itu. Kalau diukur pakai penggaris, kebucinan Raina mungkin hanya 5 cm, jauh berbeda dibanding kebucinan Irham yang menjulang tinggi.Sekarang, mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang ke Jakarta. Awalnya, mama meminta Raina untuk tinggal di Bogor saja. Namun, Raina tidak betah tinggal di rumah mamanya sendiri. Dia lebih nyaman tinggal di rumahnya, meskipun kesepian.Sejak kehadiran Irham, kesepian hanya sebuah keadaan, buktinya hati Raina terus saja dipenuhi keramaian tentang pria itu.Irham melirik Raina yang pagi ini memakai sebuah dress berbahan crinkle airflow premium dengan jilbab lebih cerah dan bermotif. Dia secara natural menarik senyuman. Bagaimana ini? Irham sama

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status