Share

Bab 2

Author: Sherlys01
last update Last Updated: 2025-09-29 19:00:56

Eva merasa tubuhnya seperti terguncang dan terdengar suara orang yang berbicara.

“Cepat bawa dia ke UGD!”

Tetapi suara tersebut semakin lama semakin menghilang, hingga akhirnya semua terasa sangat hening.

‘Ibu, sebentar lagi aku akan menyusulmu. Tunggu aku ya.’

Sementara itu di luar ruang UGD, seorang pria sedang berbincang dengan dokter.

“Bagaimana keadaannya?”

Dokter menghela nafas, “hah… nyawanya berhasil kami selamatkan, untung saja bapak membawanya tepat waktu. Tetapi kondisi tubuhnya sangat memprihatinkan.”

Dokter tersebut menoleh ke arah Eva yang sedang tak sadarkan diri di ruang UGD. Ia menggelengkan kepalanya.

“Kami menemukan cukup banyak luka luar di seluruh tubuhnya, lukanya terlihat seperti bekas cambukan. Bahkan menyebabkan pembuluh darah di kakinya pecah.”

Pria itu sedikit terkejut, “separah itu? Lalu bagaimana dengan kondisi fisiknya yang lain?”

Dokter tersebut diam sejenak, ia terlihat sedang menarik nafas dalam-dalam. Lalu ia mulai berbicara.

“Selain luka luar, dia juga mengalami patah tulang dibagian kaki, mungkin saat dipukul menggunakan cambuk, tulang kakinya sudah retak. Lalu kecelakaan yang baru saja terjadi memperparah kondisinya sehingga mengakibatkan patah tulang total di kedua kakinya.” Jelas dokter.

Setelah mendengar kata ‘amputasi’, jantung pria itu terasa tercekat. Ia tidak bisa berkata apapun, tangannya mengepal dengan sangat kuat hingga gemetaran.

“Ap- apa tidak ada cara untuk menyelamatkan kakinya, Dok?”

Dokter menggelengkan kepalanya, “sudah kami coba, tetapi kondisinya sangat parah. Kalau tidak segera diamputasi, bisa terjadi infeksi yang dapat membahayakan nyawanya.”

Pria itu menggertakannya giginya, ia tidak menyangka kalau kejadian itu bisa merenggut kehidupan seorang gadis. Di dalam hatinya, ia mengutuk dirinya sendiri.

“Baiklah, terima kasih banyak atas bantuannya, Dok.”

Dokter tersebut mengangguk lalu pergi meninggalkan pria itu sendirian. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding, lalu ia juga mendongakkan kepala sambil mengusap pelipisnya.

“Kenapa ini bisa terjadi? Tadi itu…”

Pria itu teringat kembali kejadian sebelumnya, sopir yang mengendarai mobil tersebut menerobos lampu merah dan mobil melesat dengan sangat cepat, ia tidak melihat ada seseorang yang sedang menyebrang hingga tidak sengaja menabraknya.

Pria itu mengambil ponsel miliknya yang berada di saku jasnya dan menelepon seseorang. Suaranya terdengar sangat berat dan tatapannya tajam.

“Segera pecat sopir pribadiku, mulai sekarang aku nggak akan menggunakan sopir lagi.”

Ia diam sejenak lalu kembali berbicara, “selain itu, bantu aku carikan informasi tentang anak ini. Sebisa mungkin carikan dengan detail.”

Terdengar suara dari seberang telepon, ‘baik, saya mengerti.’

Dia langsung menutup panggilannya dan duduk di kursi sebelahnya. Ia menunduk dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

----

Dua hari sudah berlalu, terlihat pergerakan kecil dari jari tangan Eva. Lalu ia mulai membuka matanya dengan perlahan.

“Aku… dimana?”

Eva ingin bangun tetapi rasa nyeri mengalir ke seluruh tubuhnya. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri lalu pandangannya beralih ke tangannya yang diperban.

“Jadi, aku masih hidup?”

Terdengar suara pintu yang terbuka, seorang pria berkacamata yang mengenakan kemeja abu-abu masuk ke dalam. Setelah melihat Eva yang sudah sadarkan diri, ia langsung melangkah cepat ke arahnya.

“Bagaimana keadaanmu? Apa ada bagian yang terasa nggak nyaman?”

Eva mendongak dan menatap pria itu dengan heran.

“Kamu siapa? Dan kenapa aku diperban seperti ini?”

Pria itu meletakkan kantong plastik di meja. Lalu ia menoleh ke arah Eva, “namaku William Vanderbilt. Waktu itu kamu mengalami kecelakaan, jadi aku menolongmu dan membawamu ke rumah sakit.”

Wajah Eva berubah menjadi sedikit kesal, lalu ia ingin menyandarkan tubuhnya ke dinding kasur. Dengan cekatan, pria itu menegakkan bantal yang ada di belakang Eva. Dahi Eva berkerut, ia menahan nyeri ditubuhnya.

“Pelan-pelan, jangan paksakan dirimu.”

Eva akhirnya bisa bersandar. Tetapi ia merasa ada yang aneh, entah mengapa ia tidak bisa merasakan kedua kakinya.

“Ada apa?”

Eva langsung membuka selimutnya, matanya langsung membelalak. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang, ia sangat terkejut setelah melihat kedua kakinya yang diamputasi dan hanya menyisakan pahanya saja.

Air mata mengalir dari ujung mata Eva, ia menggenggam celananya dengan kuat. Kepalanya tertunduk dan terdengar suara isak tangis. Melihat kondisi Eva saat ini membuat hati William terasa sangat sakit.

“Maaf, aku dan dokter sudah berusaha mencari cara untuk menyembuhkan kakimu, tapi…“

William ingin mengelus Eva, tetapi tangannya ditepis.

“JANGAN SENTUH AKU!!”

Pergerakan William terhenti dan ia segera menarik tangannya kembali. Mata Eva memerah, ia menatap William dengan sangat tajam.

“Kenapa kau menolongku?? Kenapa kau nggak membiarkanku mati saja di tengah jalan?? Kenapa kau membiarkanku hidup?!”

Eva terus berteriak, ia sangat merasa putus asa. Baginya, kematian adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari neraka ini. Semasa hidupnya, ia tidak pernah merasakan kasih sayang maupun kebahagiaan sedikitpun.

Eva menangis dengan kencang. Dada William terasa sangat nyeri, ia tanpa sadar meraih kepalanya dan memeluk Eva.

“Maaf… ini semua salahku.”

“JANGAN SENTUH AKU!! PERGI!!” Eva terus berteriak dan memukul William, tetapi William hanya diam saja meneriman pukulan itu.

“Kenapa hidupku selalu sial seperti ini? KENAPA??” teriak Eva sambil mencengkram baju William.

Eva menangis sejadi-sejadinya, ia merasa kalau hidupnya sudah hancur dan tidak ada lagi masa depan yang cerah untuknya. Akibat ledakan emosi yang besar, tubuh Eva terasa sangat lemas dan tak sadarkan diri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 111

    "Kenapa kamu bisa bilang seperti itu?"Eva sedikit menunduk dan meremas kedua tangannya. "Soalnya ... ada seseorang yang menyebarkan informasi kalau aku ini menyontek saat ujian di forum sekolah, terus ... dia juga memasukkan fotoku di postingan itu."Eva sesekali melirik ke arah William, tetapi William hanya diam mendengarkan saja, tetapi dahinya sedikit berkerut. "Dia memasukkan fotomu? Siapa yang berani melakukan hal itu?"Eva menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, karena akun itu hanyalah akun anonim jadi nggak kelihatan siapa pemilik asli akun tersebut."William mengalihkan pandangannya, ia berpikir sejenak. Lalu, ia menoleh kembali ke arah Eva. "Terus, kamu ada rencana apa?""Untuk saat ini sih ... aku hanya bisa menjalankan kewajibanku sebagai seorang mahasiswa, yaitu belajar untuk ujian. Karena aku pikir, akan lebih baik kalau bisa membuktikkan di depan para dosen kalau aku ini innocent."William tersenyum tipis. "Siapa sangka, se

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 110

    "Hm ... hanya kebetulan saja. Kebetulan aku sempat lewat Perpustakaan tadi dan sempat melihatmu bertarung dengan pemikiranmu sendiri."William sedikit menunduk dan menempelkan ujung hidungnya dengan ujung hidung Eva. "Kamu ini benar-benar nggak pernah gagal ya, untuk membuatku merasa kagum padamu."Eva tak bisa menahan air matanya, bibirnya sedikit bergetar. Ia meraih kepala William dan menempelkan bibirnya ke bibir William, William seketika terpaku di tempat. Tidak lama kemudian, Eva melepaskan ciumannya dan memeluk leher William."Terima kasih ... terima kasih sudah mau mempedulikanku sampai sejauh ini. Terima kasih sudah mau menjadi rumah untukku, terima kasih karena sudah mempersiapkan semua ini hanya untuk mengembangkan kemampuanku."Eva tidak bisa mengucapkan kata-kata lain selain berterima kasih. Tidak ada yang tahu seberapa bahagia dirinya yang sekarang, setelah belasan tahun tinggal di sebuah keluarga yang tidak pernah mempedulikannya sedikit pun

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 109

    Eva merenung sejenak, ia mengalihkan pandangannya ke depan. "Hm ... untuk saat ini, aku masih belum tahu. Tapi satu-satunya hal yang bisa aku lakukan sekarang, paling cuman ... belajar buat ujian besok."Seketika mata Clara berkedut. "Kamu ini ya ... baru juga bisa menenangkan diri, tapi masih berniat buat belajar. Otakmu itu sebenarnya terbuat dari apa sih? Heran deh ..."Eva terkekeh. "Aku bener, 'kan? Memangnya apa tugas kita sebagai seorang mahasiswa? Kalau bukan belajar, terus apa lagi?""Ya, tapi ... kamu nggak mau gitu membersihkan namamu? Postingan itu sudah dilihat oleh semua mahasiswa di kampus ini, lho. Memangnya kamu rela dihujat terus sana sini?"Tentu saja mau, akan sangat merepotkan kalau berita ini bisa tersebar hingga keluar kampus. Tetapi Eva tidak ingin mengatakannya kepada Clara, selama buktinya masih belum ditemukan."Aku tahu kalau kamu sangat mengkhawatirkanku, tapi ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal itu."Clara mengernyitkan dahinya. "Kenapa begitu

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 108

    Dengan nafas yang terengah-engah, Eva meraih kalung tersebut dan mengangkatnya hingga sejajar dengan matanya. Walau pun matanya mulai memerah, ia mengamati kalung yang ada di telapak tangannya selama beberapa saat. Dengan hati-hati, ia mengelus kalung itu dengan ibu jarinya.Entah bagaimana, ia bisa merasakan kehadiran seseorang di dekatnya. Dengan spontan, ia langsung menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi yang ia temukan hanyalah beberapa mahasiswa yang sedang membaca buku di mejanya masing-masing yang agak jauh darinya.Eva menoleh kembali pada kalung yang ia pegang. Jari tangannya perlahan-lahan menekuk hingga menutupi kalung yang ada di telapak tangannya. Sikutnya bertumpu pada pegangan tangan kursi roda.'Sudah, tenang ya. Kamu itu kuat.'Begitulah kata-kata yang terlintas di benak Eva. Kemudian, ia melepaskan genggamannya dan menyandarkan punggungnya ke kursi roda, kedua tangannya bertumpu pada pegangan tangan kursi roda, lalu ia menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 107

    Setelah Eva keluar dari ruang dosen, Eva menghembuskan nafas lega, Kemudian, ia berencana untuk pergi ke kantin sambil menunggu Clara. Selama perjalanan, banyak mahasiswa yang saling berbisik saat mereka melihat Eva."Eh, lihat itu. Dia itu anak yang katanya menyontek itu, 'kan?""Iya, benar. Kalau nggak salah dia baru saja keluar dari ruang dosen deh ...""Pasti habis dihukum."Eva mengerutkan dahinya, ia merasa bingung kenapa semakin banyak mahasiswa yang mengetahui kejadian itu. Padahal ia sudah membuktikan kejujurannya di depan dosen, lalu kenapa mereka masih saja menyinyir?Namun, Eva berusaha untuk mengatur nafasnya dan tetap bersikap tenang. Ia berusaha untuk tidak memikirkan semua itu, karena apa pun yang dikatakan oleh banyak orang, ia sendiri juga tidak bisa menghentikan mereka. Memang pahit, tapi itulah yang dinamakan kenyataan.Karena mendengar hinaan dari mahasiswa lain, Eva memutuskan untuk berpindah tempat. Ia tidak ingin pergi ke kantin, tetapi ke Perpustakaan. Karena

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 106

    Eva mulai memfokuskan pikirannya untuk mengerjakan ujian. Seperti biasa, ia melakukan ritualnya dahulu sebelum akhirnya menjawab soal satu per satu. Dosen yang ada di sebelah Eva memperhatikannya dengan seksama, begitupula dengan Surya."Dia nggak ngerasa keganggu ya kalau kita di sini?"Surya menggelengkan kepalanya. "Nggak, tuh lihat saja wajah seriusnya. Mau kita berisik juga nggak akan memecah fokusnya."Dosen itu terkekeh. "Hebat ya, bahkan saya saja nggak bisa mempertahankan fokus seperti itu."'Ya dong ... siapa dulu biangnya.' batin Surya."Mahasiswi lagi ujian, kenapa kalian berdua malah berisik?"Surya dan dosen itu menoleh serentak. Lalu raut wajah Surya berubah menjadi masam."Ngapain kamu ke sini?"Ibu Ruth memegang pinggangnya dengan kedua tangan. "Apa maksud pak Surya? Saya di sini hanya ingin mengawasi mahasiswi saya saja kok, nggak boleh?"Surya memutarkan bola matanya dengan malas. Ibu Ruth mel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status