Home / Romansa / Dream Boy (Indonesia) / Chapter 5: Black Devil

Share

Chapter 5: Black Devil

“Huh, ..!! Mareka lagi, wajah-wajah paling menjijikkan yang pernah ku temui!”

Brakk,.. salah seorang dari mereka menendang meja tempat Daniel duduk.

Kyaaa… kyaaaa… teriakan ketakutan para gadis di kelas makin membuat suasana makin mencekam.

“Hei, hei Ben, bisa sopan sedikit nggak sih? Baru datang sudah bikin ribut!” kata Nicky kesal.

“Diam kau, pecundang! Urus saja penyihir di depanmu itu!” kata salah seorang yang memiliki badan paling besar dari mereka sambil memandang jijik pada kelakuan Vic yang masih duduk di pangkuan Nicky.

“Vic, kamu sini” Shella akhirnya menarik tangan Vic pelan agar menjauh dari Nicky, kami sangat paham karena mereka akan berkelahi lagi.

“Kalian yang seharusnya lebih sopan, apa kalian tidak sadar ini masih hari pertama masuk sekolah?” ujar Franklin kesal. Seseorang yang memiliki badan lebih besar tadi menarik kerah baju Franklin dan memberinya tatapan marah.

“Aku gak butuh nasehat kamu, kutu busuk!” ujarnya.

    “Mavin, cepat lepaskan dia” sergah Leo menarik tangan Mavin dari cengkraman di kerah baju Franklin. Semua pandangan mata siswa tertuju pada mereka yang akan berkelahi.

“Well, well.. bagaimana bisa mereka masih membiarkan para kumpulan pecundang berada di kelas unggulan ini? Apa pegawai kakekmu kurang waras bos?” tanya Mavin pada rekannya yang telah duduk di deretan pojok paling belakang.

“Cepat lepaskan dia Mavin” pinta Daniel.

Mavin tidak melepaskan cengkramannya dan beralih mengambil kuda-kuda akan memukul wajah Franklin.

“Woow, berani sekali kau memerintahku. Kau kira kau siapa, ha? Baiklah aku akan menghajarmu terlebih dahulu, anggap saja pukulan ini salam sambutan dariku” salah seorang dari mereka mencengkeram kerah Daniel dan bersiap memukul wajah mulusnya.

“Cukup, hentikan perbuatan kalian” akhirnya si pendiam Sam angkat bicara meskipun pelan.

“Wah, wah lihat bos, si bisu ternyata bisa bicara” ejek Mavin makin keras, tangannya makin bersiap memukul dua orang sekaligus.

Kyaaa.. kyaa.. teriakan para gadis makin terdengar sangat kencang. Sedangkan Mavin terlihat teramat sangat bergairah untuk berkelahi.

“Mave, jauhkan tanganmu dari mereka” perintah Ben tegas.

Mavin menghentikan ayunan tinjunya yang hendak mengenai pipi mulus Daniel, remaja berkekuatan besar itu memandang kearah mata Daniel dan yang lain sekali lagi dengan senyuman mengejek.

“Well.. to be continued” ucapnya dengan senyuman menakutkan.

Mavin mendorong badan Franklin ke lantai tapi untung saja Steven dan Nicky segera menariknya agar temannya tidak jatuh. Mavin sudah duduk manis di dekat Ben dan dua orang rekannya lagi duduk di depan mereka, aah.. hari pertama saja sudah seperti ini apalagi hari-hari berikutnya.

Aku akan mengenalkan pada kalian siapa para pembuat onar dengan teman-teman Dream Boy tadi. Yang pertama adalah Bertrand Phantom, orang-orang disekitarnya memanggil dia Ben. Setahuku dia adalah anak kedua dari tiga Phantom bersaudara, yang pertama bernama Danny tapi untuk anak ketiga tidak ada satupun yang tahu siapa nama dan keberadaannya.

Selama satu tahun aku sekelas dengannya di kelas unggulan ini, Ben adalah orang yang sangat pendiam dan tenang, sifatnya hampir sama dengan Sam tapi bedanya Sam ramah dan tidak pernah kasar pada siapapun. Kalau Ben berbeda, dia sangat pemarah, egois, tukang suruh-suruh, nyebelin dan suka sekali memukul Daniel. Entah salah apa yang telah Daniel lakukan tapi Ben sangat suka menghajarnya.

Ben adalah anak konglomerat ternama di negeri ini, ayahnya bernama George Phantom dan ibunya Olivia. Mereka dinobatkan sebagai orang kaya nomor 2 didunia yang mewarisi berbagai perusahaan, tambang, perhotelan, pulau dan lainnya sampai tidak bisa dihitung lagi.

Sedangkan sekolah elit ini didirikan oleh kakek Ben, umur sekolah ini masih tergolong baru yaitu dua puluh tahun. Tapi kejayaan sekolah ini menarik banyak minat para siswa baru untuk bersekolah disini. Tiap tahun, sekolah ini hanya menerima dua ratus orang murid saja. Tidak banyak yang mereka terima karena sekolah ini  memiliki kuota sangat terbatas dengan berbagai macam seleksi menyulitkan saat tes.

Yang kedua adalah Mavin Drake, yang aku tahu tidak ada sisi bagus-bagusnya pada diri si Mavin ini. Sama dengan Ben, dia sangat suka berkelahi dengan siapapun, tapi aku sering sekali melihat Mavin menghajar Nicky tanpa ampun entah apa alasannya. Meskipun ukuran badan keduanya hampir sama persis, tapi Nicky selalu kalah stamina dengan Mavin.

       Dengan muka garang, badan kekar dan rambut abu-abu blonde di sibak ke belakang mirip dengan gambaran musuh pada film Harry Potter, Mavin banyak ditakuti oleh lelaki di sekolah ini.

Mavin terkenal sangat beringas dan menyebalkan, maklum saja karena dia adalah atlet Nasional dari berbagai cabang beda diri dan yang ku dengar dia telah memperoleh berbagai medali emas di berbagai pertandingan sejak ia kecil karena ayahnya adalah atlet tinju sedangkan ibunya adalah dokter ahli gizi. Maka jangan heran kalau Mavin memiliki badan yang sangat kekar karena dia menjaga kesehatan tubuhnya dengan baik.

       Lalu di depan Ben dan Mavin duduk rekan mereka bernama Robert Hayden dan Albert Hayden, mereka bocah kembar yang sama-sama memiliki profesi sebagai artis di negeri ini. Mereka mengawali karir dari masih berusia enam tahun hingga berumur empat belas tahun ini.

       Albert dan Robert sangat selektif dalam memilih peran yang akan tampil di layar kaca, duo kembar ini lebih suka tampil di film layar lebar daripada bermain drama kejar tayang. Maka bisa di perjelas kalau fans mereka sangat banyak. Pernah satu kali saat kami masih duduk di bangku sekolah dasar, aku dan Vic melihat film yang mereka mainkan berjudul ‘Autum in December’, aku akui sangat bagus sekali.

       Film itu menceritakan perjalanan seorang ayah mereka sebagai kuli bangunan yang berusaha membelikan anak kembarnya tas sekolah baru di musim gugur, tapi ketika berhasil membelikan tas tanpa sempat memberikan pada kedua putranya, sang ayah malah tewas karena penyakit di bulan Desember. Film ini sangat menguras air mataku saat itu, sampai kulihat Vic yang berada di sampingku tak henti-hentinya menangis.

      Film ini menjadi booming kala itu dan dalam sekejap saja mampu menjadikan si kembar artis top hingga sekarang. Albert dan Robert memang artis handal, tapi berbanding terbalik dengan kenyataannya. Sifat mereka sama menyebalkan dengan perilaku Ben.

      Sebenarnya ada dua lagi anggota geng mereka yaitu kakak dari Ben yaitu Danny Phantom dan satunya lagi rekan sekelasnya yang bernama Zavier Affron. Kalau ku dengar sih kakak Ben yang bernama Danny adalah ketua dari geng mereka, sifat Danny tidak jauh berbeda dengan adiknya karena dia terkenal garang, ambisius dan kejam saat berkelahi.

   Kalau ku lihat sih Danny jarang sekali bersentuhan langsung dengan anggota Dream Boy beda dengan empat orang itu, tapi rasa-rasanya Danny yang paling terkenal menakutkan dengan aura intimidasi membunuh sangat kuat.

Lalu rekan sekelas Danny Zavier masih keturunan dari kerajaan di Inggris. Bisa dikatakan dia masih dalam lingkup keluarga raja, meskipun dia keturunan raja tetapi sifatnya tidak jauh berbeda dengan teman lainnya, tapi dia lebih banyak diam mungkin demi menjaga image nama keluarga dan statusnya. Geng dengan beranggotakan orang-orang elit ini bernama 'Black Devil.

Yang ku dengar mereka sangat suka balapan liar, berantem sama geng lain apalagi sama Dream Boy, suka sekali berpesta, pokoknya nggak ada bagus-bagusnya.

“Selamat pagi, semuanya” sapa seorang guru muda memasuki kelas.

“Selamat pagi, pak” jawab kami bersamaan.

Guru itu meletakkan buku-buku yang beliau bawa dan berjalan pelan ke tengah kelas.

“Hari ini adalah hari pertama kalian masuk sekolah setelah liburan panjang, bapak harap kalian menikmatinya. Perkenalkan nama saya adalah James William, selama satu tahun ini saya akan menemani kalian sebagai wali kelas untuk kelas unggulan ini”

“Yang kedua, bapak akan membebaskan pelajaran di hari pertama ini”

“Hah? Kenapa pak?” tanya Nicolas mewakili pertanyaan kami semua.

Pak James hanya mengangguk menanggapi pertanyaan kami, guru bahasa Inggris itu tersenyum sangat meyakinkan kami.

“Yang bener pak?” tanya Steven kaget.

“Benar, kalian bebas belajar sendiri karena anggota Dream Boy harus mengisi acara untuk har pertama Orientasi Siswa kelas satu dan sebagian siswa di kelas ini bertugas sebagai anggota OSIS”

“Yeahh, thankyou buat bapak kamu, Frans” teriak Franklin nyaring dan mengundang tawa seisi kelas kecuali Ben dan kawan-kawannya.

“Kalau begitu sebelum kita bubar bapak ingin membentuk struktur kelas, apa kalian sudah tau siapa yang ingin dijadikan ketua kelas?”

“Daniel, pak, Daniel” tunjuk mereka bersamaan, ada juga murid perempuan yang ingin menunjuk Ben sebagai ketua kelas. Alasannya karena Ben juga tampan dan memiliki aura dingin, akan menakjubkan kalau Ben memimpin kelas ini.

“Baiklah, selain Daniel apa ada lagi yang ingin menjadi kandidat?” tanya pak James.

Tidak ada satupun murid yang berkeinginan untuk menjadi orang paling repot di kelas. Semua murid terdiam dan sepakat menggeleng untuk mengorbankan Daniel.

“Bertrand? Apa kau tidak tertarik menjadi ketua kelas?” tanya pak James.

Ben hanya menggeleng tanpa bersuara. Jelas tidak mungkin kalau lelaki menyebalkan itu mau repot-repot jadi babu.

“Baiklah kalau begitu, Daniel apa kau keberatan dengan pilihan temanmu?”

“Tidak, pak” jawab Daniel mantap.

“Selanjutnya untuk wakil ketua kelas, apa ada yang ingin mengajukan diri?”

Tidak ada satu pun murid yang berkeinginan untuk menjadi wakil tapi seisi kelas kompak menunjukku, kecuali Sam, Robbin, Frans, Ben dan teman-temannya.

“Rose, apa kau memiliki kandidat lain?”

“Emm,..” aku menoleh mengitari seluruh kelas barangkali ada yang berminat, Ben dan ketiga temannya melotot padaku tandanya mereka tidak mau di korbankan.

“Tidak pak, saya tidak keberatan” aku tidak pernah keberatan jika di pasangkan dengan Daniel.

“Mohon bantuannya, wakil ketua” bisik Daniel padaku. Tentu saja wajahku langsung merah padam.

“Baiklah, tugas yang akan saya berikan nanti akan di jelaskan oleh Daniel. Sampai jumpa besok”

Daniel menemui pak James di depan meja guru, mereka terlihat membicarakan sesuatu sambil membuka beberapa halaman di buku pelajaran.

“Lah, aku kira bakal betulan bebas dari tugas” protes Shella sebal.

Tak lama setelah itu pak James keluar, Daniel berdiri di depan kelas untuk membacakan beberapa tugas dari pak James.

Juni 2008, lika-liku kisah senang dan sedihnya selama di sekolah elit ini akan menemani hari kalian.

Rose POV End

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status