Dua tahun kemudian ...
Daffa berdiri tepat di depan rak-rak yang berjajar rapih di kantornya, sembari mengecek dokumen satu persatu. Hanya itu kenangan yang bisa ia ingat, terakhir kali ia bertemu dengan Shine, terakhir kali gadis itu berbicara dan menatapnya dengan penuh amarah. Terakhir kali jantungnya berdebar dengan sangat hebat.
Selama itu pula, ia tak pernah bertemu dengan gadis itu lagi. Jangankan bertemu, menelpon atau mendengar suaranya pun tidak pernah.
"Pagi."Sapaan seseorang terdengar begitu Shine membukakan pintu asramanya yang berkali-kali diketuk."Pagi, Jim," balas Shine tersenyum.Shine sudah bisa menebak siapa orang yang datang.Sekarang, setiap pagi, Jim selalu menjemputnya terlebih dahulu sebelum pergi ke kampus. Mengajaknya untuk sarapan bersama. Ntah itu dengan membawakannya makanan berupa roti dan susu atau
"Hei, apa kabar, Shine?"Jantung Shine berdebar kencang, kalimat itu keluar dari mulut seseorang yang sesungguhnya paling ia rindukan di muka bumi ini. Suara lembut itu menyapanya dengan wajah yang paling teduh yang pernah Shine lihat.Seharusnya, Shine tidak perlu menjawab pertanyaan itu dan langsung memeluk pria di depannya dengan erat, melepas kerinduan yang membuncah di dalam dadanya.Seharusnya...
"Benarkah dia melakukan itu?"Jane berpindah posisi, dari yang tadinya berdiri malas-malasan, tak terlalu memperhatikan apa yang Shine katakan padanya ditelpon, hingga sekarang ia putuskan untuk duduk di sofa dan mendengarkan cerita Shine baik-baik."Ya, dia memelukku semalam dan mengatakan bahwa dia merindukanku," ulang Shine."Lalu apa yang kau lakukan?" Jane penasaran.
Daffa membawa Shine ke hotel yang ia tempati dengan susah payah, terkadang Shine memberontak ingin melepaskan diri dari Daffa, terkadang pula Shine bertingkah seperti anak kecil yang merajuk.Mulutnya terus merancau mengatakan kata-kata kasar yang memaki Daffa.Sesampainya di hotel, Daffa merebahkan tubuh Shine di atas ranjang. Ia mengambil napas banyak-banyak dan melepaskan satu kancing atas bajunya karena kelelahan juga berkeringat.Tangannya berkacak pinggang mengamati Shine yang terlentang d
Ketukan-ketukan pelan terdengar diheningnya malam. Tangan Daffa tak dapat diam mengetukkan jemarinya ke atas meja dengan posisi terlentang di sofa. Ia menatap langit-langit sembari tersenyum.Mengingat hal lucu yang ia lakukan pada Shine pagi tadi.Kenapa ia bisa lepas kendali? Menyentuh Shine dengan hasrat seorang lelaki, sama sekali tidak ada dipikiran Daffa sebelumnya, tapi kini ia lakukan juga. Memandang Shine sebagai wanita, selalu terbayang wajah gadis itu. Sudah lama sekali Daffa tidak merasakan perasaan yang berbunga-bunga hanya karena seorang wanita.
"Apa ini sakit, bitch?"Shine ternganga, ketika kata-kata kasar itu keluar dari mulut sahabatnya."Vonie, ada apa denganmu?" Tanyanya meringis.Remasan Vonie di rambut Shine semakin kuat, membuat kulit kepalanya terasa pedih. Vonie semakin bersemangat, ia mengguncang-guncangkan kepala Shine dengan cukup kencang."Agh, ini sakit, lepaskan aku!"
"Selamat pagi!"Sapa Shine ramah ketika ia baru saja membuka pintu kamar hotelnya.Dua gadis di hadapannya mematung, terheran-heran melihat perubahan sikap Shine yang seratus delapan puluh derajat sangat berbeda dari hari sebelumnya."Kenapa diam saja, ayo masuk," ajak Shine.Mereka saling pandang sebelum Jane menyenggol lengan Sophie dan menuruti ajakan Shine.
"Kau dimana?""Masih di London.""Bisakah kau pulang hari ini?""Ada apa?""Ada sesuatu yang sangat penting yang