Accueil / Young Adult / Dua Pilar Cinta / 7. Dua Pilar Cinta

Share

7. Dua Pilar Cinta

Auteur: Ramdani Abdul
last update Dernière mise à jour: 2021-09-26 15:56:39

Saat pagi, Rania cemberut karena niatan untuk mengecat wajah papanya saat tidur  gagal total. Hampir semalaman, waktunya hanya dihabiskan untuk berjaga-jaga, takut jika si Raihan itu tiba-tiba kemasukan mahluk gaib dan menyeruduk layaknya banteng. Meski harus menahan kantuk, Rania rela bergadang demi keselamatan jiwa dan raganya. Alhasil, tampilannya saat bagun benar-benar kacau.

Setelah mencuci wajah, Rania bergegas turun ke lantai satu untuk memberi kabar kalau ia disiksa semalaman oleh Raihan. Namun, nyatanya lelaki menjengkelkan itu malah sedang berbincang dengan papa dan mamanya di meja makan. Rania berhenti di anak tangga terakhir, mengamati penampilan Raihan yang dibalut kaus hitam dan celana jin warna biru pudar. Ia dengan cepat menepuk-nepuk pipinya untuk mengusir hal gila yang baru saja terbersit di pikiran.

Enggak boleh, batin Rania seraya menggeleng.

Setengah jam kemudian, Ratnawan meminta pasangan baru itu untuk duduk di ruang keluarga.

“Jadi untuk apa Papa memanggil saya dan Rania?” tanya Raihan.

“Dia bukan Papa lu!” Rania melempar sandalnya ke wajah Raihan, tetapi pemuda itu dengan cekatan menghindar.

“Sayang,” tegur Risa sembari menggeleng saat melihat kelakuan Rania.

Rania langsung menekuk wajah dengan kedua tangan menyilang di depan dada.

“Begini, Nak Raihan,” ucap Ratnawan sembari menahan tawa. “Gimana perang kalian semalem?”

Rania tiba-tiba berdiri. “Dia nyiksa aku, Pa,” ucapnya sembari menunjuk Raihan.

Ratnawan langsung tergelak saat mendengarnya, sedang Risa hanya menunduk karena wajahnya tiba-tiba saja memerah.

“Dia nyiksa aku sampai harus begadang,” rengek Rania, “makanya penampilan aku acak-acakan kayak gini.”

“Bukannya emang tiap hari kayak gitu,” balas Ratnawan enteng.

“Papa!” jerit Rania sembari mengentakkan kaki. “Pokoknya aku gak mau ngomong sama Papa.”

Raihan hanya mampu beristigfar melihat kelakuan Rania. Jujur saja, ia baru pertama kali mengenal seorang gadis dengan perangai seperti ini.

“Saya ingin kalian berbulan madu ke Thailand sekarang juga,” ujar Ratnawan.

“Bu-bulan madu?” Raihan terhenyak kaget.

“Nak Raihan gak perlu khawatir soal pendidikan Nak Raihan. Saya sudah mengatur semuanya. Pokoknya aman,” ucap Ratnawan sembari menganggat tangan dengan simbol oke.

“Papa!” Rania langsung melempar tubuhnya ke kursi, kemudian menendang-nendang meja. “Aku mau pergi ke Thailand asal gak bareng sama si Raiko!”

“Sayang.” Risa mengingatkan.

“Udah cukup ya, Pa. Aku gak tahan lagi.” Rania kembali berdiri, kemudian berjalan meninggalkan tempat pembicaraan dengan langkah lebar.

Raihan memahami bagaimana perasaan Rania. Namun, di situasi seperti ini, ia tak bisa berbuat banyak. Ia hanya berusaha patuh pada pesan bapaknya sebelum pria itu pulang ke rumah.

‘Ikuti semua perintah Ratnawan’

Raihan menarik napas panjang. Ia memaksakan senyum saat melihat Ratnawan tengah menepuk-nempuk punggung tangannya. “Iya, Pa.” 

Tak lama kemudian, empat orang pelayan wanita datang dengan masing-masing koper di tangan. Di belakang mereka, Rania sedang diseret oleh dua orang pengawal pria yang berperawakan besar.

“Segala keperluan kalian berdua selama di Thailand sudah saya siapkan,” sambung Ratnawan.

Raihan tak terlalu menggubris perkataan sang mertua. Ia berdiri, lantas mendekat ke salah satu pria yang menarik Rania. “Kalian lepasin Rania!” pintanya ketika melihat Rania diseret layaknya karung beras. Ekor matanya menangkap jika mertuanya ikut berdiri. Meski begitu, ia tak sedikit pun mengalihkan pandangan dari dua pria di hadapannya.

“Dasar kurang ajar!” Rania mengelus-elus baju tidurnya setelah dua pria itu pergi.  Gadis itu lantas pergi ke arah teras tanpa menoleh pada papa dan mamanya.

“Kalian bisa pergi sekarang,” ujar Ratnawan.

Raihan segera menyusul Rania ke beranda. Dua buah mobil sudah terparkir di depan selesar rumah.

“Jangan ikutin gue!” Rania masuk ke mobil yang terparkir paling depan.

Raihan mengembus napas panjang. Saat akan memasuki mobil kedua, para pengawal mencegahnya dengan alasan bahwa kendaraan itu digunakan untuk menyimpan koper. Mau tak mau, pemuda itu menuju mobil pertama, kemudian duduk di samping Rania.

Rania seketika memelotot saat melihat Raihan. “Gue bilang jangan ikutin gue!”

“Gue juga sebenernya gak mau deket-deket sama cewek bau kayak lu,” balas Raihan tenang.

“Apa lu bilang?” Rania kontan berkacak pinggang. “Hanya karena lu nolongin gue tadi, lu bisa ngomong macem-macem sama gue, Raiko!”    

“Sebenernya yang jangan deket-deket itu lu, bukan gue.” Raihan menyandarkan punggung ke kursi.

“Hah?” Mulut Rania sontak mengangga seutuhnya. “Kenapa juga gue harus deket-deket lu? Kita itu beda kasta, beda segalanya.”

Mobil perlahan melaju meninggalkan halaman. Ratnawan dan Risa melambaikan tangan di teras rumah, kemudian berbincang sesaat sebelum kembali masuk ke rumah.

“Coba liat keadaan lu sekarang. Ada gitu orang normal yang pergi ke bandara dalam keadaan belum mandi sama pakai piyama doang?”

“Siapa yang pake ....” Rania segera melumat kembali perkataannya saat mengamati penampilannya dari atas hingga bawah. Astaga, apa yang dikatakan pria menyebalkan itu benar. Ia baru sadar kalau dirinya masih memakai pakaian tidur.

“Pokoknya jangan deket-deket gue.” Raihan berusaha menyembunyikan tawa.

“Raiko!” Rania menendang-nendang kursi sopir. Sekarang, ia ingin sekali bertukar tempat dengan gantungan spion di depan.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Dua Pilar Cinta   99. Dua Pilar Cinta

    7 Tahun Kemudian Sebuah motor tampak memasuki gerbang sebuah rumah megah. Saat si pengendara melepas helm, dua buah mobil ikut menepi tak jauh dari kendaraan beroda doa itu terparkir. Pria bermanik cokelat itu menghela napas sebelum berjalan menuju rumah. Serempak, para pengawal menunduk, memberi hormat. Melihat tingkah para bawahannya, pria itu hanya bisa menggaruk rambutnya yang sama sekali tak gatal. “Papa!” Kepulangan pria itu disambut oleh dua anak kecil berusia enam tahun yang berlari ke arahnya. Si anak laki-laki membawa pedang mainan di tangan kanan, berbaju biru dengan topi warna senada yang sengaja dibalik ke belakang, sedang yang satunya anak perempuan berbaju merah muda dengan bando kelinci yang tengah mengacungkan wajan penggorengan mainan di tangan kiri. Pria berjaket lusuh yang bernama Raihan Amirul Jihad atau yang sekarang dikenal dengan panggilan Rasya Sebastian itu, dengan segera mengangkat kedua anakn

  • Dua Pilar Cinta   98. Dua Pilar Cinta

    Seluruh santri berhamburan keluar ruangan saat mendengar suara rebana yang ditabuh keras-keras. Pelakunya tak lain adalah seorang gadis yang memakai rok selutut dengan wajah yang sengaja ditutup topeng. Sore di pesantren tak pernah segaduh ini sebelumnya.Si pelaku tanpa beban menabuh rebana sambil diiringi nyanyiannya yang sumbang. Tak ada santri yang berani melarang, semua hanya mampu berbisik, memandang aneh si pelaku karena seorang pria kekar berseragam hitam berada di samping gadis tadi. Hampir semua santri diam di tempat, kecuali seorang santri laki-laki yang kini memblokade jalan si pelaku.Koridor pesantren menjadi ramai oleh para santri yang berkumpul. Para akhwat di sebelah kanan dan ikhwan di sebelah kiri. Kumpulan remaja itu bak disuguhi hiburan dadakan."Jangan buat onar di pesantren!" ucap santri laki-laki itu tegas sembari memblokade jalan."Gue gak buat onar," elak gadis bertopeng itu sambil memukul rebananya lagi. "Gue cuma ngasih hiburan

  • Dua Pilar Cinta   97. Dua Pilar Cinta

    Di tengah aksi senjata yang kian mendorong dahi Ratnawan, dan juga jari Raihan yang siap menembakkan peluru, Rania tiba-tiba saja berlari ke arah kerumunan. Gadis itu terkejut saat melihat sang papa justru akan dibunuh oleh pemuda yang ia cintai.“Jangan! Jangan!” pekik Rania sembari mendekat. “Jangan sakitin Papa! Aku mohon.”Di belakang Rania, Romi tengah berlari dengan kondisi cukup mengenaskan. Kepalanya dialiri darah karena tak sengaja menabrak batu ketika turun dari mobil. Hal itulah yang menjadi penghambat baginya untuk segera bergabung dengan pertempuran. Di sisi lain, tangan kanannya yang patah kian menyulitkannya bergerak.“Rania,” gumam Raihan ketika melihat gadis itu mendekat ke arahnya. Ragu seketika bersarang di hati. Ia ingin menghancurkan Ratnawan, tetapi di sisi lain tak ingin menyakiti Rania. Hal itu menyebabkan kewaspadaan Raihan mengendur hingga tanpa disadarinya, Rendi sudah menembakkan peluru ke arahnya.

  • Dua Pilar Cinta   96. Dua Pilar Cinta

    Tak terkira bagaimana cemasnya Rania saat ini. Sepanjang perjalanan, jemarinya terus mengetuk-ngetuk kaca mobil, sedang kaki tak henti mengentak pelan alas mobil. Gadis itu mengeratkan pegangan begitu kendaraan dipaksa melaju lebih cepat. Mobil meliuk laksana ular mengejar mangsa. Si kuda besi kemudian berbelok ke kanan, menerobos rimbunnya pepohonan. Angin sepoi-sepoi yang berembus rupanya tak mampu menurunkan khawatir yang mendera Rania.Waktu serasa melambat, dan di saat bersamaan ketakutan Rania kian bertambah seiring. Berkali-kali gadis itu mencondongkan tubuh ke depan, berharap sang pujaan hadir dalam pandangan.“Setelah sampai, kamu tetap di mobil,” ujar Rahmadi.“Kenapa?” Nada suara Rania terdengar tak suka.“Jangan cerewet!” Rahmadi setengah membentak. “Cukup papa kamu yang bikin masalah! Kamu pikir semua kejadian ini ulah siapa, hah?”Rania menunduk, meremas ujung baju kuat-kuat. Panda

  • Dua Pilar Cinta   95. Dua Pilar Cinta

    Rania mulai membuka mata ketika sinar mentari mencumbu kesadaran. Kepalanya sedikit pening saat turun dari kasur. Ia dengan cepat memindai sekeliling. Jaket yang tersampir di depan pintu nyatanya sudah hilang. Ia juga melihat pintu dalam keadaan setengah terbuka. Apa mungkin Raihan pergi? Ke mana?Tanya membawa langkah Rania mengelilingi pesantren. Ia bertanya pada setiap orang yang ditemui. Ketakutan mulai perlahan hinggap di hati. Spekulasi kembali membebani diri. Apa mungkin Raihan memutuskan pergi?Usaha Rania nyatanya membuahkan hasil. Senyumnya mengembang sempurna begitu melihat sosok yang dicarinya berjalan ke arah gerbang. Ia melangkah lebih cepat. Sayang, lelaki itu nyatanya lebih dahulu menghilang bersama mobil yang melaju meninggalkan pesantren. Teriakannya hanya dibalas sapuan angin.“Mana Raihan?” tanya Rahmadi dengan nada gelisah. Pria paruh baya itu mendekati Rania ketika merasa gelegat tak beres.Rania menoleh.“Ma

  • Dua Pilar Cinta   94. Dua Pilar Cinta

    Lara masih menguasai perasaan, dan kehilangan masih mengangkangi keadaan. Raihan tengah berdiri mengamati gerbang pesantren. Tatapannya begitu dalam, menyiratkan begitu banyak penyesalan. Pemuda itu masih mengingat saat Rojak menyeretnya masuk ke pesantren ini. Ia berontak, tetapi keinginan bapaknya tak dapat ditolak.Raihan mengembus napas panjang. Kenangan dengan sang bapak silih berganti berdatangan. Pemuda itu mengamati potret dirinya dengan Rojak di layar ponsel. Keduanya tampak kaku di gambar itu. Butuh sedikit paksaan agar sang bapak mau berfoto berdua dengannya.Raihan kembali memasukkan ponsel ke saku celana, lantas mengelus liontin hitam di leher. Pemuda itu baru menyadari jika tertulis sebuah nama di dalam benda itu yang menyatakan identitas sang pemilik, Rasya Sebastian.“Tuan ... Rasya,” panggil seorang pria sembari mendekat ke arah Raihan. Ia melepas kaca mata, lantas membungkuk untuk memberi hormat. Sosok itu datang bersama dua b

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status