Share

Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam
Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam
Author: aisakurachan

#001 Awal yang Mati

Author: aisakurachan
last update Last Updated: 2025-07-03 08:21:09

1800 M

“Ugh!”

Bibir Bree menyebut keluhan pelan, saat lemparan batu menghantam kepalanya, membubuhkan luka lain di sana. Kepala dan wajahnya memang sudah babak belur.

Selain akibat lemparan batu dan entah benda apapun lagi, wajah Bree memang sudah terluka semenjak mereka membawanya dari penjara tadi.

Langkah Bree yang lambat dianggap tidak mengesankan, maka dia mendapat ‘hadiah’ luka. Mereka menyeretnya dengan paksa menuju kereta dengan penjara kayu, yang akan membawanya ke lapangan, tempat dimana hukuman mati untuknya akan dilakukan.

Sebelum Bree berada dalam posisi ini, dia pernah mengikuti ayahnya menonton proses pemenggalan kepala untuk terhukum mati. Dan Bree ingat, dia tidak bisa tidur nyenyak selama tujuh hari setelahnya.

Dia sama sekali tidak bisa mengerti bagaimana ratusan manusia bisa menikmati tontonan bar-bar yang mengerikan seperti itu dan menganggapnya sebagai hiburan.

Kini Bree merasakan situasi yang sama dengan orang yang dulu dilihatnya, diarak sepanjang jalan sebelum dipenggal.

Keadaan tubuhnya juga persis sama. Meski tak punya cermin, Bree sangat yakin jika tubuhnya saat ini pastilah kotor. Gaun kasar yang dia pakai, pasti penuh dengan noda darah dan juga tanah.

Gaun yang awalnya sudah jauh dari indah itu, keadaannya semakin kumal.

Keadaan mengenaskan itu seharusnya membuatnya menangis, tetapi air mata Bree sudah tidak lagi sanggup untuk menetes. Semuanya telah habis di malam-malam saat dia berharap akan ada yang membebaskan dirinya. Bree berharap akan ada orang baik hati yang akan menolongnya dari segala kesulitan ini.

Namun harapan Bree tentu saja laksana menepuk udara kosong, tidak menghasilkan apapun.

Tidak ada yang datang menolongnya, tidak ada keajaiban yang tiba-tiba membuatnya bebas dari segala fitnah bertubi-tubi yang menghampirinya.

Bree mengelus cincin yang ada di jarinya. Bukan cincin pernikahan, itu adalah cincin peninggalan ibunya yang masih berhasil dia simpan sampai sekarang, karena terlihat tidak berharga.

Cincin itu hanya berharga bagi Bree, terutama saat ini. Cincin itu memberinya kekuatan untuk menghadapi kematian. Memberinya harapan akan ada hal baik yang menantinya setelah mati. Harapan dia akan bertemu ibunya setelah mati nanti.

“Naik!” bentak penjaga, yang membuka pintu penjara kayu.

Bree tersentak, lalu menunduk saat menyadari ternyata kereta yang membawanya itu, telah sampai di tengah lapangan.

Orang-orang berteriak mengejek dan menunjuk, terlalu riuh, Bree justru tidak mendengar satupun kalimat jelas, dan bersyukur karenanya. Dia tidak memerlukan hal lain lagi untuk menjadi lebih sengsara daripada sekarang.

Bree mengubah wajahnya menjadi datar. Tidak ingin memperlihatkan dirinya tersiksa ataupun terluka. Denyut pedih antara kedua paha, maupun kepalanya yang terasa seperti berputar, semuanya dia abaikan, agar terlihat baik-baik saja.

Bree ingin orang-orang itu melihat bagaimana wajahnya hanya menampakan kemarahan, bukan takut atau mengiba.

Pengawal itu menunjuk tangga, yang akan membawa Bree menuju panggung pertunjukan hari ini. Dari bawah, Bree bisa melihat guillotine* yang ada di tengah panggung.

Diiringi oleh suara gemerincing rantai yang membelenggu kakinya, Bree menapaki tangga kayu satu demi satu, menuju alat yang akan memisahkan kepala dengan tubuhnya.

Namun, mustahil Bree tidak takut. Semakin langkah kaki membawa tubuhnya ke atas, semakin lututnya gemetar.

Kenyataan keji kembali menubruk Bree saat matanya tertumbuk pada balkon, tempat para bangsawan menonton acara ini.

Dulu Bree bersama ayahnya menempati balkon yang sama, dan balkon itu kini diisi oleh Rad, pria yang seharusnya adalah suaminya.

Saat pandangan mata mereka bertemu, jangankan bersimpati atas keadaan Bree, pria yang kaku dan dingin itu, tidak menampakan emosi apapun.

Dia tidak terlihat benci, marah maupun sedih. Rad terlihat seperti batu yang kebetulan ada di sana dan tidak berguna

Mata Bree bergulir, beralih kepada wanita yang kini ada di sebelah Rad.

Gadis berambut ikal berwarna kecoklatan, membisikkan sesuatu pada telinga Rad. Pria itu tetap tidak bereaksi. Tapi gadis bernama Amber yang seharusnya adalah kakaknya itu, tidak membutuhkan reaksi. Dia melirik ke arah Bree dengan wajah menyunggingkan senyum licik dan puas.

Amber sedang memamerkan kemesraan.

Tubuh Bree perlahan gemetar. Sejak tadi dia bisa bersikap tenang, tapi melihat senyum Amber itu, membuat Bree diserbu oleh amarah yang tertahan.

Bree tidak bisa mengerti bagaimana, tetapi Bree yakin jika Amber dan Rad, adalah dua orang yang bertanggung jawab atas nasib yang saat ini dijalaninya. Mereka berdua pastilah yang membuatnya berada dalam posisi ini.

“Berlutut!”

Bree masih menatap tajam ke arah Rad yang tidak bergerak, mata masih menatapnya dengan dingin. Tidak menunjukkan emosi.

“BERLUTUT!”

Algojo yang bertugas untuk menurunkan guillotine, membentak karena Bree belum bergerak. Dia menekan bahu Bree, memaksanya untuk berlutut.

Lutut Bree menekuk dan turun pada posisi yang diinginkan, di depan guillotine yang menantinya kepalanya.

Bree masih menghadap ke arah Rad. Tidak memutuskan kontak mata, karena ingin menghapus semua perasaan yang pernah rasakan untuk pria itu. Semua kebodohan yang membuatnya jatuh cinta kepada pria yang berkulit amat pucat dan pernah disebutnya tampan itu.

Tapi pandangan mata Bree terputus oleh orang yang baru saja naik. Dia akan mengumumkan kejahatan Bree.

“Bree Valois, hari ini akan dihukum pegal karena telah terbukti membunuh Duke Donovan dari Le Mans, juga melakukan perzinahan dengan Prince Benjamin Bourbon. Masih ditambah penghianatan yang hampir menyebabkan King Bourbon IV terbunuh. Demikian, maka saksikanlah!”

Orang itu menggulung kertas yang ada di tangannya, lalu turun tanpa menatap Bree. Sama sekali tidak peduli jika semua tuduhan yang baru saja dia bacakan, satu pun tidaklah benar.

Keinginan Bree untuk berteriak jika itu fitnah, dijegal oleh algojo yang sudah menunggunya.

Dia mendorong tubuh Bree sampai lehernya pas masuk ke dalam cekungan, dan bergegas mengembalikan papan kayu yang berfungsi untuk mengunci tubuh pesakitan.

Bree kini meronta, berlutut dengan leher terjulur.

Tangannya dan bergetar, sementara napasnya memburu. Matanya kembali nyalang menatap Rad, dan melihat pria itu bergerak berdiri, melompat turun dari balkon.

Tapi Bree menutup mata, karena mendengar suara desing pisau guillotine yang ada di atasnya, meluncur turun.

Ini akhir dari napasnya.

***

“Perbaikilah dan jangan menjadi bodoh lagi!”

Bree mengerutkan kening, saat mendengar suara itu. Suara yang salah berasal dari kegelapan entah dimana.

Dengan penasaran, Bree membuka mata, dan dinding kayu di depannya. Napas Bree tersengal dan sulit, sementara matanya membuka kebingungan.

Seharusnya dia mati saat ini.

“Apa ini? Apa mati seperti ini?” Bree memandang sekitar, lalu merasakan tangannya basah. Ada air menetes di tangannya.

Pipinya terasa basah saat tangan Bree menyentuh. Dia lalu menunduk, memeriksa tangannya yang basah. Ini bukan mimpi, karena Bree bisa merasakan air itu.

“Oh!” Bree berseru, saat melihat pakaian apa yang menempel di tubuhnya. Bukan lagi pakaian kasar yang dekil dan kumal penuh darah, tapi gaun indah putih bersih yang penuh renda.

Terasa halus menyentuh kulitnya, karena bahan gaun adalah sutra, yang dibeli dari pedagang Negeri Tengah yang bermata sipit itu. Sutra dari mereka mahal dan bermutu tinggi.

Bree bisa menyebut semua itu, karena gaun yang saat ini ada di tubuhnya adalah gaun pernikahannya.

Pernikahannya bersama Rad. Duke Radford Valois penguasa Marseille. Salah satu daerah yang ada di bawah kekuasaan kerajaan Frankia (Perancis).

Pernikahan yang akhirnya memberinya gelar Duchess Valois, meninggalkan nama Donovan milik ayahnya.

Pernikahan yang dulu dia nantikan dengan bahagia, tapi berubah menjadi petaka.

Semua fakta itu membuat Bree masih mengingat dengan jelas detik-detik apa yang terjadi hari itu, meski sudah enam bulan berlalu.

Bree menggeleng, tidak ingin mengingat kenangan itu, yang terpenting sekarang dia harus segera memikirkan keberadaannya di tempat aneh ini.

“Eh?”

Bree yang masih duduk, kini berpegangan pada kursi tempat duduknya. Ruang tempatnya berada tidak diam tapi bergoyang. Bree memeriksa sekitarnya sekali lagi, dan kini dia sadar sedang ada di mana.  

Setelah mengingat detail hari pernikahannya, Bree paham dia ada dimana. Saat ini dia sedang ada di dalam kereta kuda yang membawanya ke kastil Marseille.

Kereta kuda indah dengan tirai berwarna merah yang ada di jendela samping kereta, lalu berbagai ukiran lengkung yang bercat warna emas, jok berwarna merah. Semua sama.

Bree bergeser dan menengok ke samping keluar jendela, pemandangan rawa lebar yang dibatasi oleh langit abu-abu mendung. Dia lalu memandang ke arah depan.

Rad bersama beberapa pengawal, naik di atas kuda hitam miliknya, dia juga memakai jubah yang dipakainya saat pernikahan. Jubah hitam dengan aksen hiasan emas. Bree hanya melihat punggung, tapi dia tahu seperti apa ketampanan Rad dari arah depan.

Dulu Bree menatap punggung itu dengan malu-malu karena memang hari pernikahan itu adalah pertama kalinya dia bertemu dengan Rad. Saat pemberkatan di gereja dia melihat bagaimana Rad sangat tampan.

Tapi perasaannya sangat berbeda saat ini, hanya ada kebencian murni yang menguasai hati Bree, membuatnya ingin melompat dan menerjang ke arah Rad agar dia terjatuh terguling dari kuda, dan mungkin mati jika perlu.

Lalu Bree kembali mengedip, mengatur pikirannya.

“Apa yang sebenarnya terjadi ini? Apa aku menikah dengannya untuk kedua kali?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yanti
gak pernah bosan baca kisah ini
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam   Extra 21 - Serangan yang Kedua

    “Kalian menjauh darinya!” Abel kini tak peduli lagi, dia mendekati Amory, tapi berhenti dan mengernyit heran, saat melihat Amory mundur menjauh. Abel ingin bertanya kenapa, tapi perhatiannya teralih karena jengkel. Melihat Hunter lain dengan terang-terangan menilai Amory dengan mata penuh nafsu, membuatnya kesal.Jelas saja air liur mereka menetes saat membayangkan bisa membayar Amory untuk menghangatkan ranjang. Amory tangkapan yang menakjubkan, dan bisa diraih dengan uang. “Pantas saja kau posesif. Aku juga akan bersikap sama jika punya teman tidur semolek ini. Berapa harganya? Pasti tidak murah jika wajahnya seperti ini.” “Aku sudah katakan, jangan bicara sembarangan!” bentak Abel. Dia jarang marah, tapi jelas sekarang amat marah saat ini. Abel menyesal membiarkan mereka berpikir Amory adalah wanita bayaran. “Hah? Aku hanya ingin tahu berapa harganya, tidak perlu sampai marah seperti itu!” Hunter yang berada di dekat Amory, kini mengulurkan tangan untuk menyentuh pipinya, ta

  • Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam   Extra 20 - Gadis yang Unik

    "Amory?" Abel melupakan kalau seharusnya dia tidak memanggil nama Amory di depan Hunter lain. "Kau mengenalnya?" Salah satu Hunter seketika bertanya padanya. “Eh? I…iya.” Abel tidak mungkin menghindar dengan tiba-tiba berkata tidak, karena jelas tadi dia sudah memanggil nama Amory. Tapi kemudian Abel kebingungan untuk menjelaskan soal bagaimana bisa dia mengenal seorang gadis yang berada di tengah hutan saat tengah malam seperti ini. “Apa dia gadis yang mengunjungimu kemarin?” Hunter yang lain menyahut. “Diam.” Abel menolak menjawab yang itu. Dan Abel kecewa setelah mendengar pertanyaan itu. Hunter yang baru itu memiliki kewaspadaan yang rendah. Mereka seharusnya sadar jika keadaan yang terjadi saat ini sungguh aneh. Ada seorang gadis muncul di kegelapan, dan mereka menganggap itu biasa. Mereka langsung merasa santai begitu Abel terlihat mengenal sosok yang mendekati mereka. Sikap yang amat salah. Hunter seharusnya curiga pada hal aneh, sekecil apapun itu. “Kau benar-benar

  • Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam   Extra 19 - Tugas yang Berganti

    “Halo! Apa ada orang di rumah?” Abel mengedipkan mata, saat Rome menjentikkan jari di depan wajahnya. “Oh ya? Ada apa?” Abel kaget, lalu memandang sekitar. Saat itu, Abel baru menyadari kalau seluruh Hunter yang ada di ruangan pertemuan itu sedang menatapnya. Rome baru saja bicara padanya, dan jelas sekali, Abel tidak mendengar karena melamun. Rome melipat tangannya yang kekar di depan dada, lalu menatap Abel. “Apa kau baru saja mengabaikan semua kata-kataku?” tanyanya. “Tidak! Tentu tidak!” Abel menggeleng dengan panik. “Aku mendengar semuanya.” Abel menambahkan, saat Rome menatapnya tak percaya. “Coba ulangi apa yang aku katakan kalau begitu.” Rome menopang kepala dengan tangan, menunggu Abel bicara sambil tersenyum. “Itu… Kau ke sini karena ingin mengumumkan rotasi pergantian Hunter yang bertugas di sini,” kata Abel. “Benar. Itu tujuanku datang ke sini. Tapi bukan itu isi dari penjabaran yang kau abaikan tadi,” balas Rome. Abel menunduk sambil menggaruk kepalanya yang ti

  • Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam   Extra 18 - Pilihan yang Tidak Mudah

    “Kau mau kemana, Mere?” Rad langsung menegur, saat menemukan Amory sedang mengendap di samping kastil. Rad meningkatkan kewaspadaan, jadi dia mendeteksi setiap perubahan aroma dari Amory. Meski sulit, Rad mencoba untuk memastikan dia tahu setiap kali Amory bergerak meninggalkan kastil. Ini kedua kalinya—dalam minggu ini, Rad memergoki Amory menyelinap keluar. “Aku ingin pulang ke rumahku sendiri—rumah yang dibuat Nicolas untukku!” Amory tentu saja hanya mengarang alasan itu, dan membentak, karena Rad memergoki sebelum bisa keluar dari kastil. “Dan untuk apa kau ke sana? Apa yang ingin kau lakukan di sana?” Rad bertanya, sambil melipat tangannya di dada. “Aku ingin menengok rumah itu.” “Rumah itu baik-baik saja. Jika kau tidak percaya, aku bisa menyuruh orang untuk membersihkan dan memperbaiki.” “Aku ingin mengambil buku…” “Buku yang kau punya di rumah itu, berasal dari kastil ini, dan perpustakaan kastil ini memiliki lebih banyak buku daripada di rumah itu. Akan aneh jika

  • Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam   Extra 17 - Rasa yang Tidak Sesuai Keinginan

    Amory terbangun dengan rasa haus mencekik leher, membuanya sangat ingin bergerak, tapi tubuhnya terikat. Amory awalnya mengira dirinya tertangkap atau bagaimana, tapi kemudian sadar, dia sedang ada di kamar sendiri. Kamar yang ada di kastil Marseilles, jadi tidak mungkin dia tertangkap. “Aku gembira kau bangun dan masih menjadi dirimu sendiri.” Ucapan dengan nada lega membuat Amory menoleh, dan melihat Rad duduk pada kursi di samping ranjang. “Apa maksudmu? Kenapa aku terikat?” Amory menggerakkan tubuh, dan mencoba untuk memutuskan tali yang mengikat tangan dan kakinya, tapi tidak mampu. “Tali apa ini, dan kenapa aku harus terikat seperti ini?!” Amory mulai kesal. “Karena aku harus mengamankan dirimu. Aku tidak ingin kau melukai orang lain, maupun dirimu sendiri,” jelas Rad. “Aku melukai diriku sendiri? Kau itu bicara apa?” Amory berhenti meronta karena heran. Rad menyingsingkan lengan bajunya, lalu memperlihatkan tangannya kepada Amory. “Apa yang harus aku lihat?” Amory bing

  • Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam   Extra 16  - Liar yang Tidak Terduga

    Tapi untung saja, Rad tidak larut dalam rasa terkejut. Dia mengulurkan tangan, dan menangkap pinggang Amory tepat pada waktunya, sebelum mencapai Abel—sasarannya. Rad merangkup tubuh Amory pada pinggang, lalu menyeretnya masuk semakin dalam ke ruang kerja. Rad tidak mungkin menunjukkan wajah Amory yang seperti itu kepada penghuni kastil lain. Rad lalu memberi tanda kepada Abel, menyuruhnya untuk keluar. Jelas terlihat sasaran Amory adalah Abel. Diiringi suara mendesis, Amory mengayunkan tangan ke arah Abel. “Keluar dari sini!” bentak Rad, saat Abel tidak bergerak. “Tapi…” “KELUAR DARI SINI!” Rad mengulang lebih keras karena Abel masih kebingungan. Tapi bentakan itu membuatnya sadar dan berlari keluar. “YANG JAUH!” Rad kembali berteriak, maka Abel naik ke lantai dua. Di sana dia bertemu Bree yang keluar dari ruang lukis, karena mendengar keributan. Beberapa pelayan juga terlihat berdiri di depan lorong ruang kerja, tapi terlihat Campy mencegah mereka mendekat. “Ada apa?” tanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status