Home / Fantasi / Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam / #004 Mulut yang Tidak Kalah

Share

#004 Mulut yang Tidak Kalah

Author: aisakurachan
last update Last Updated: 2025-07-03 08:22:59

“Lepaskan! Tidak! Pergi!”

Sosok Bree yang ada di atas ranjang berteriak, terlihat gelisah, sementara tangannya terus menggapai udara, mengusir sesuatu yang hanya ada dalam mimpinya.

Keringat membanjiri wajah, sementara wajahnya pucat. Kepalanya bergerak menggeleng panik, dengan mata terpejam erat. Rambut Bree yang berwarna gelap kemerahan tampak berantakan di sekitar kepala.

“Duchess?”

Panggilan itu membuat Bree tersentak dan membuka mata. Ia bangkit dan duduk, matanya yang berwarna abu-abu terang berputar memandang sekitar kamar dengan kebingungan

Napasnya memburu dan keras, bahkan tangannya yang terangkat untuk menutup mulut terlihat gemetar. Bree ingin menutup mulut agar suara nafasnya yang tersengal tidak terdengar.

Tapi tangannya gemetar terlalu hebat, dan membutuhkan waktu lama sebelum mencapai wajah.

Mimpi itu terlihat terlalu nyata, mimpi kejadian lain yang ingin Bree ubah keberadaannya. Setelah semua hal yang disusun tadi malam, ada satu kejadian lagi yang harus dia pastikan berubah.

“Duchess? Apa Anda sakit?”

Bree kembali tersentak, lalu memandang Aima, yang rupanya berdiri di samping ranjang. Lantas Bree bergegas menggeleng.

“Tidak. Hanya mimpi buruk.” Bree  mengepalkan tangan, untuk menghentikan gemetar. Dia tidak boleh terlihat lemah, terutama karena ada Aima di sini.

“Anda tidur masih memakai korset, mungkin itu penyebabnya.”

Aima tersenyum ramah, tapi kalimatnya mengandung teguran. Tadi malam Bree menolak bantuannya.

Kalimat itu singkat itu menyakitkan. Karena menyalahkan diri Bree sendiri atas mimpi buruk yang dia alami tadi.

“Kalaupun aku mimpi buruk karena korset ada di badanku, hal itu bukan urusanmu!”

Bree membalas sinis, membuat Aima pucat.

“Maafkan saya, Duchess.” Gadis mudah yang sebenarnya berumur sama seperti Bree itu -dua puluh dua- membungkuk meminta maaf.

Bree melirik ke arah Aima, dalam hati tersenyum puas tapi sekaligus menyesal, karena dulu membiarkan Aima bertindak sesuka hati.

Posisi Bree di rumah ini begitu lemah, bahkan seorang pelayan saja bisa meremehkannya. Keadaan yang pasti juga akan dia ubah.

Bree turun dari ranjang, lalu berdiri di dekat jendela, sementara Aima mulai bekerja untuk melepas tali korset yang membelit tubuhnya.

Hal ini memang tidak bisa dilakukan sendiri. Ada tiga lapis baju lain yang dipakai Bree sebelum gaun luar, salah satunya adalah korset dan menjadi yang paling menantang karena memiliki banyak tali yang terikat erat, agar bentuk tubuh pemakainya menjadi lebih sintal.

Sejujurnya Bree benci dengan korset, selain cara pemakaiannya yang merepotkan sampai harus melibatkan orang lain, benda itu membuatnya tidak bebas.

Tidak ada yang bersuara dari mereka berdua. Bree tentu saja malas untuk mengobrol. Dia ingat bagaimana dengan polos dulu bertanya tentang seluk beluk rumah ini pada Aima.

Ini membuat Aima tahu benar sifat polos dari Bree, dan membuatnya diremehkan.

Bree kini hanya memandang keluar jendela, menikmati hembusan angin dan juga ombak laut biru di bawah bukit.

Mengatur agar pikirannya tenang. Bree mencoba melupakan mimpi buruk yang tadi dialaminya. Mimpi itu adalah pengulangan apa yang terjadi pada dirinya saat ada di penjara, satu hari sebelum dia dihukum mati.

Bree memejamkan mata erat. Dia ingin melupakan kejadian itu. Kejadian mengerikan yang seharusnya saat ini tidak menjadi masalah, karena tidak berjejak apapun pada tubuhnya saat ini. Kejadian itu tidak terjadi.

Tapi ingatannya saja rupanya cukup untuk membuat Bree bermimpi buruk.

Bree menghela napas panjang, kembali memandang keluar. Menatap laut biru di kejauhan yang hari ini terlihat indah, berkilauan, dengan buih menari di antara ombak. Dia ingin pikirannya jernih saat ini, tidak ingin teralih oleh yang lain.

Sebentar lagi, dia harus melawan orang yang jauh lebih kuat daripada Aima.

“Air mandi Anda sudah siap,” kata Aima. Kali ini tidak mencoba berbasa-basi, hanya melayani seperti biasa. Bree mengangguk dengan wajah datar lalu berjalan ke kamar mandi.

***

Bree mematut dirinya, memandang sekali lagi bayangan di dalam cermin besar di depannya. Bree memilih gaunnya dengan lebih seksama. Hal yang dulu dia abaikan. Bree berpikir gaun adalah gaun saja, tidak ada bedanya dia memakai yang mana.

Namun, tidak semudah itu. Pemilihan gaun dan penampilan menjadi bahan celaan yang akhirnya membuat dirinya malu. Pelajaran berharga, dan kini Bree memastikan penampilannya sempurna.

Gaun pilihannya berwarna hijau lumut, tidak terlalu mencolok, dan gaun itu pemberian ibunya yang terakhir sebelum meninggal. Tidak baru, tapi seharusnya cukup. Gaun itu tidak akan membuatnya terlihat seperti pengemis.

Hinaan itu yang selalu dipakai Irene untuk membuatnya tersudut. Le Mans tidak sekaya Marseilles, tentu saja gaya hidupnya memang ada di bawah Irene. Namun, bukan berarti dia terlihat seperti pengemis.

Bree mengelus lengan gaunnya, tidak ada yang tercela, kini Bree menatap wajahnya. Rambutnya rapi tertata, oleh Aima. Dia juga menyapukan bedak tipis yang terbuat dari tepung terigu, membuat kulit Bree terlihat lebih halus lagi. Dia sempurna.

“Ayo.”

Bree tidak menoleh ataupun berterima kasih pada Aima, langsung saja berjalan keluar. Dia bisa menemukan dimana ruang makan berada, tapi akan aneh jika dia menemukannya tanpa Aima.

Seharusnya saat ini adalah pertama kalinya dia turun untuk makan.

Mereka kini menjalani hal yang persis sama dalam ingatan Bree. Menyusuri lorong menuju ruang makan yang ada di lantai satu.

Kastil Marseilles tidak lebih besar dari Le Mans, tapi lebih terurus. Tidak ada bagian yang dibiarkan runtuh atau terbengkalai. Dua menara yang ada juga utuh berdiri.

Ekor mata Bree terarah ke menara itu. Dia juga punya kenangan di situ. Irene pernah mengurungnya di sana selama beberapa hari.

Bree tahu seharusnya hal itu menyiksanya, tapi masa tinggal di atas menara malah menjadi masa yang sangat damai bagi Bree. Kala itu.

Tidak ada teriakan, hinaan, maupun sakit hati karena tidak ada yang mengganggunya. Bree merasa sangat nyaman dan bisa menikmati pemandangan indah dari kamar di puncak menara itu.

Namun, saat ini bukan saatnya mengenang. Bree memandang ke depan, ruang makan sudah terlihat.

“Silakan, Duchess.”

Aima  mempersilakan Bree duduk di samping kursi utama. Kursi yang selalu kosong. Seharusnya diisi oleh Rad, tapi pria itu tidak pernah muncul untuk makan jika tidak ada tamu khusus.

Saat ada tamu berkunjung, dia akan menempati kursi itu saat perjamuan, tapi saat biasa seperti ini Champy akan membawa makanannya ke kamar. Entah apa sebabnya.

Bree sendiri bersyukur atas kebiasaan itu. Dengan tidak sering bertemu dengannya, Bree bisa berpikir jernih dan menikmati suasana makan. Keberadaannya hanya akan membuat perutnya sakit menahan kesal saat ini.

Namun, ada satu lagi manusia yang datang dan akan membuat perutnya sakit. Mereka berdua kini berjalan masuk dengan mata menyipit memandang Bree.

Seharusnya Bree menyapa dan berkenalan dengannya kemarin saat baru tiba di kastil, tapi dia tiba tengah malam akibat perampok itu.

Bree memundurkan kursi, memasang senyum terindah, lalu membungkuk sambil mengangkat bagian samping gaunnya. Sikap menghormat yang membuat bulu tubuh Bree berdiri, seolah memprotes, kalau mereka tidak pantas mendapat penghormatan itu.

“Selamat pagi, Lady Irene, Blanche.”

Irene adalah ibu Rad, dia harus memanggilnya Lady, semetara Blanche adalah adik dari Rad. Meski umurnya dua tahun lebih tua dari Bree, dia bisa memanggil nama saja.

“Hmm… Rupanya aroma tidak enak yang aku cium sejak tadi adalah aroma ketidak sopanan. Pantas saja!”

Bree yang dulu akan menunduk dan menangis mendengar itu, tapi Bree yang sekarang, tersenyum mengangkat kepala, sambil menatap Irene.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam   #010 Sakit yang Berisik

    Sakit yang Berisik~~Bree kini paham kenapa Edmond membantah setiap keinginan Bree untuk berlatih besok hari.Seluruh tubuhnya terasa pegal dan nyeri. Meski tidak tidak jatuh dari kuda, Bree merasa dia seperti sudah jatuh dari kuda, karena semua terasa menyakitkan.Penyesalan lain. Bree tadi menolak mandi memakai air hangat. Dia malas menunggu Aima menyiapkannya, karena tubuhnya terlalu lengket dan penuh keringat.Bree merasa air dingin akan membuatnya segar. Memang segar, tapi kini air dingin itu membuat tubuhnya terasa kaku, dan pegal. Belum nyeri di beberapa bagian tubuh yang menyebalkan.Bree kini juga mengerti kenapa Edmond akhirnya memilih diam daripada menjelaskan apa yang sebenarnya akan terjadi pada tubuhnya.Pusat dari seluruh rasa sakit tubuhnya ada pada paha. Paha bagian dalam lebih tepatnya. Bagian yang bertumbukan dengan pelana dan punggung Briar.Edmond telah bersikap sopan dengan diam saja, tak ingin membahas area rasa sakit itu lebih jauh.Bree berbalik mencoba menyam

  • Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam   #009 Rencana yang Lainnya

    "Non!" Bree berteriak panikDia tidak membayangkan akan menjadi seperti ini. Niatnya baik, hanya saja seharusnya tidak belajar sendiri tanpa pendamping. Kuda adalah makhluk yang tidak bisa prediksi tingkah dan perilakunya.Kini nyawanya kembali terancam, sebelum dia bisa memperbaiki apa pun. Dia pasti mati jika sampai terjatuh dari punggung Briar.Tapi kemudian suara derap kaki kuda lain terdengar dari arah samping. Bree menoleh, dan terlihat Edmond, memacu kuda di sebelahnya.Berlawanan dengan Bree yang panik, Edmond terlihat tenang. Memakai perhitungan yang tepat, dan kaki menjepit perut kuda tunggangannya, Edmond mencondongkan tubuh ke arah Bree, lalu merebut tali kekang yang tidak berguna dari tangan Bree, karena dia tidak tahu harus melakukan apa.Dengan sangat ahli, Edmond menarik tali kekang itu. Kekuatan Edmond sangat terukur dan tahu seberapa besar tarikan yang diperlukan agar Briar tenang.“Ha!”Mulut Edmond menyerukan aba-aba lain yang membuat Briar dan kuda tunggangannya m

  • Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam   #008 Kebencian yang Nyata

    Bree menatap wajah Rad sekilas lalu berpaling.Ini pertemuan kedua mereka setelah hari pernikahan itu. Bree memang tidak pernah berpapasan saat mereka ada di kastil.Bree hanya melihatnya dari kejauhan saat dia masuk ke kastil atau keluar, hanya itu.Bree dengan sengaja menghindari Rad. Tidak ingin mengobrol maupun bertemu dengannya. Itu adalah cara satu-satunya agar Bree tetap merasa waras, dan tidak mengulang segala kedekatan mereka yang membuatnya bodoh.Tapi ternyata tidak bertemu sekian lama dengan Rad tidak berpengaruh apapun. Jantung Bree tetap saja meronta hebat begitu mata Rad menatapnya.Kulit wajah Rad yang pucat terlihat kontras dengan tudung kepala hitam yang dipakainya. Tudung jubah itu seolah membingkai ketampanan Rad, menegaskan jika wajahnya rupawan, tanpa cacat.Dia tidak terlihat buruk sama sekali dengan cambang di dagu yang mulai terlihat lebat, sementara bibir merah gelap berpadu sempurna dengan kulit pucat miliknya. Jenis tampan yang dengan mudah membuatnya menja

  • Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam   #007 Niat yang Bodoh

    Bree tidak bisa melihat wajah gadis itu, karena dia memakai jubah dengan tudung menutup kepala, tapi beberapa helai rambutnya terlihat mengintip, dan rambut itu berwarna gelap. Itu berarti dia adalah wanita berbeda dari yang Bree lihat pada malam hari pernikahannya. Malam itu, wanita yang bersama Rad berambut pirang pucat. Dan itu kurang lebih seminggu yang lalu. Rad telah berpindah selera, dalam waktu singkat. Dia mengganti wanita semudah cuaca Marseilles berganti karena angin laut.Kenyataan itu bukan kejutan lagi untuk Bree, tapi ini pertama kalinya dia melihat wanita yang bersama Rad keluar dari kastil saat hari terang. Dulu Bree hampir setiap hari hanya berada di dalam kastil, mencoba untuk tidak membuat Irene marah.Bree kini ‘menikmati’ pemandangan baru yang belum pernah dialaminya. Wanita itu terlihat lemas, sampai ada dua orang pelayan yang membantunya berjalan menuju kereta, langkah kakinya juga pelan.Melihat bagaimana dua pelayan harus membantunya untuk berjalan, membuat

  • Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam   #006 Niat yang Baru

    Aima membantu Bree memakai celana kain longgar, setelah melepaskan korsetnya. Kebebasan yang dinanti Bree, membuatnya bernapas lebih lega.“Saya rasa ini bukan ide yang bagus.”Aima bergumam takut-takut, saat mengikat tapi celana kain itu. Dia lalu membantu Bree memakai gaun yang lebih ringan.“Aku tidak memerlukan pendapatmu. Aku tahu ini bukan ide bagus.”Bree setengah membentak Aima, sambil memakai mantel panjang, untuk menutupi bentuk tubuhnya.Tidak memakai korset membuatnya bebas, tapi sekaligus telanjang, dan terbuka. Dia tidak pernah memakai gaun luar tanpa korset begitu menginjak umur sepuluh tahun.“Tapi Anda akan dipandang aneh oleh…”“Memang kenapa kalau aku dipandang aneh? Apa akan ada yang berani melarangku? Kalau ada biarkan mereka mencoba!” sergah Bree.“Tapi Lady Irene…”“Kau sudah melihat beberapa hari ini jika aku tidak peduli pada pendapatnya bukan? Aku tidak peduli!”Bree menegaskan agar Aima mengingat ini. Setelah konfrontasi saat sarapan beberapa hari lalu, Iren

  • Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam   #005 Kejutan yang Lain

    Hinaan yang didengar Bree berbeda.Dulu Bree mendengar hinaan tentang penampilannya yang kumuh, maka sekarang dia mendengar hinaan tentang sikapnya yang tidak sopan. Perbedaan yang hanya menegaskan jika Irene memang bertekad untuk tidak menerimanya.Orang yang ingin membenci akan selalu menemukan alasan untuk membenci.Meski sudah berusaha untuk memperbaiki, nyata adanya Irene tetap menemukan sesuatu untuk dicela dari diri Bree“Maafkan saya, Lady Irene. Tapi kemarin kami menghadapi sedikit halangan di jalan, karena itu baru sampai di sini saat tengah malam. Saya rasa Anda sudah tidur saat itu. Akan sangat tidak sopan jika saya mengganggu tidur anda bukan? Jika Anda kurang tidur, bisa-bisa Anda menjadi sakit nanti.”Bree bisa mengakhiri kalimatnya pada ucapan memberi salam tengah malam adalah tidak sopan, tapi sengaja menambahkan jika soal sakit. Dengan begitu Irene tidak punya balasan yang cukup pintar. Alasannya memperlihatkan seolah Bree peduli padanya. Alasan yang manis.Irene mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status