LOGINHinaan yang didengar Bree berbeda.
Dulu Bree mendengar hinaan tentang penampilannya yang kumuh, maka sekarang dia mendengar hinaan tentang sikapnya yang tidak sopan. Perbedaan yang hanya menegaskan jika Irene memang bertekad untuk tidak menerimanya.
Orang yang ingin membenci akan selalu menemukan alasan untuk membenci.
Meski sudah berusaha untuk memperbaiki, nyata adanya Irene tetap menemukan sesuatu untuk dicela dari diri Bree
“Maafkan saya, Lady Irene. Tapi kemarin kami menghadapi sedikit halangan di jalan, karena itu baru sampai di sini saat tengah malam. Saya rasa Anda sudah tidur saat itu. Akan sangat tidak sopan jika saya mengganggu tidur anda bukan? Jika Anda kurang tidur, bisa-bisa Anda menjadi sakit nanti.”
Bree bisa mengakhiri kalimatnya pada ucapan memberi salam tengah malam adalah tidak sopan, tapi sengaja menambahkan jika soal sakit. Dengan begitu Irene tidak punya balasan yang cukup pintar. Alasannya memperlihatkan seolah Bree peduli padanya. Alasan yang manis.
Irene memang diam dengan bibir berkerut setelahnya. Lalu kembali mengamati Bree, tentu untuk menemukan bahan kecaman yang lain.
“Hmph! Dan lihat apa yang kau pakai? Gaun itu tua bukan? Untuk apa masih kau pakai? Kau akan mempermalukan Valois jika berpenampilan seperti itu.”
Itulah hinaan yang lebih mirip dengan apa yang didengar Bree dulu. Bedanya dia tidak menghina soal wajah lagi. Hanya gaun.
Bree meremas bagian samping gaunnya dengan erat, saat dia membungkuk, saat dia berusaha tersenyum, tidak mungkin menunjukkan luka.
“Saya pastinya masih harus banyak belajar tentang Valois dan segala standarnya. Saya mungkin akan lebih bisa menyesuaikan diri, seandainya saja pernikahan ini tidak terburu-buru seperti keinginan Radford.”
Bree tak mau meminta maaf, dan mengalihkan kesalahan pada Rad, memang dia yang memburu agar pernikahan ini dipercepat sejak awal perjodohan.
Hal yang membuat Bree tidak bisa menyiapkan apapun, tapi dengan waktu lebih pun, dia tidak akan bisa mengubah koleksi gaunnya.
Uang akan datang ke Le Mans setelah pernikahan, bukan sebelum.
Ayahnya sudah menghabiskan banyak uang untuk membuat gaun pengantin sutra mahal itu. Bree tidak ingin ayahnya menghabiskan lebih banyak uang lagi untuk dirinya.
Gaun pengantin itu adalah usaha terakhir ayahnya untuk memperlihatkan jika Le Mans sejajar dengan Valois dan pantas. Jelas menurut Irene masih kurang pantas.
Hal ini seharusnya dibicarakan Rad dengan ibunya sebelum melakukan pernikahan. Tapi sepertinya Rad tidak melakukan pernikahan ini dengan izin ibunya. Bree punya tebakan kenapa bisa seperti itu.
“Kau seharusnya mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk keadaan apa pun, bukan hanya karena akan menikah.” Celaan lanjutan dari Irene, yang membuat telinga Bree panas.
“Putri seorang Duke seharusnya tahu tentang ini, tanpa perlu diingatkan. Kau hanya mempermalukan kami.” Kali ini Blanche yang menambahkan hinaan.
“Aku tahu soal itu, Blanche.” Bree senang Blanche ikut menyahut. Dia bisa berbicara lebih bebas padanya.
“Yang tidak aku tahu adalah kenyataan jika ternyata keluarga Valois sangat mementingkan penampilan dan gaun. Aku kemarin berharap keluarga Valois yang tersohor lebih mementingkan kepintaran dan kecakapan. Atau mungkin menilai wajah paling tidak, tidak sampai detail kekayaan. Valois yang kaya seharusnya tidak perlu menilai uang orang lain lagi,” lanjut Bree, dengan perkataan yang sedikit kejam.
“Berani sekali kau!”
Irene berseru marah, sementara Bree hanya tersenyum padanya. Kemarahan itu berarti dia memenangi perang kecil urat syaraf itu.
Dia memang sudah menghina Valois dengan menggunakan topik pembicaraan Irene dan Blanche.
Bree menyebut wajah karena percaya diri mempunyai wajah yang lebih unggul daripada Blanche. Sebenarnya, bukan sifat Bree untuk membandingkan wajah dengan siapa pun, dan Blanche tidak buruk rupa sebenarnya.
Tapi Bree butuh menjadi kejam saat ini. Mereka berdua harus dilawan dengan mulut brutal. Menjadi lunak dan baik tidak membawa Bree kemanapun.
Terutama melawan Irene, Blanche kadang masih terlihat segan, tapi racun sikap ibunya membuat Blanche bisa berkata kejam terkadang, dan Bree tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.
“Kau memang tidak memiliki sopan santun rupanya! Berani sekali kau menghina Valois?!” Bentakan Irene masih berlanjut.
Dia ingin melanjutkan perang ini, dan Bree menerima dengan senang hati.
“Saya akan sopan saat suasana sedang sopan. Saya akan kasar jika suasana memang kasar.” Bree menyahut kalem.
“Apa ini cerminan dari Donovan? Oh... Aku rasa tidak. Ini adalah cerminan dari ibumu yang rupanya berasal dari kelas rendah itu!”
Pukulan keras, tapi Bree sudah siap. Cepat atau lambat Irene pasti akan memakai fakta itu untuk menghinanya.
Fakta jika ibunya bukan kaum bangsawan. Ayahnya menikahi ibunya yang merupakan seorang pelayan setelah istri pertamanya meninggal, yaitu ibu dari Amber.
Itulah kenapa Irene kecewa padanya. Amber lebih cocok untuk masuk ke keluarga Valois menurut Irene.
Perkataan yang melukai Bree dulu, dan sekarang masih, tapi Bree punya senjata lain untuk menepis sakit hati itu.
“Mungkin ibu saya bukan bangsawan, tapi ayah menikahinya, dan saya resmi menjadi Donovan. Tidak seperti seseorang yang seharusnya bukan Valois, tapi mengaku Valois.”
Bree tersenyum sangat manis, memandang Irene dan Blanche. Wajah Irene pucat pasi, sementara Blanche terlihat menunduk dan mundur di belakang ibunya.
Orang yang dibicarakan Bree tentu saja Blanche
Dia bukan anak dari ayah Radford. Duke Valois yang sebelumnya, juga menikah lagi dengan Irene setelah Ibu Rad meninggal, dan Blanche adalah putri dari suami Irene yang dulu.
Blanche tidak berhak menerima nama Valois, tapi menggunakannya sampai saat ini karena memang tidak banyak yang tahu tentang ini. Bree awalnya mengira Irene ibu kandung dari Rad, dan banyak orang seperti itu.
Dulu Bree mengetahui keadaan ini dari Benjamin, dan berbelas kasihan pada Blanche. Tapi tidak sekarang.
“Dari mana? Kau tahu…”
“Lady Valois, maaf. Saya sudah lapar, dan sarapan akan menjadi dingin jika kita terus bicara.”
Bree tidak mungkin menjawab pertanyaan itu, dan Irene jelas tidak mungkin lagi bisa mengeluarkan hinaan lain.
Pengetahuan Bree soal rahasia itu, jelas membuatnya berada di atas angin. Irene mati kutu, dan terheran-heran.
Bree kini duduk, lantas mengulurkan kedua tangan pada Aima, yang dengan terburu-buru mengambil mangkuk berisi air dari meja.
Wajah Aima terlihat tegang saat mencelupkan jari-jari Bree ke dalam air, sambil menggosoknya pelan.
Bree masih tidak bicara. Setelah tangannya kering, dia mengambil potongan roti dan daging bacon yang ada di meja. Makan dengan damai.
Irene dan Blanche yang telah duduk di sisi meja yang lain, juga terlihat mengambil makanan, tapi tidak mungkin akan bisa mengunyah dengan damai.
Bisa menelan saja, sudah cukup bagus untuk mereka.
***
Bree masih makan, dan menikmati kemenangannya, sama sekali tak melihat sesosok tubuh dengan mata berwarna hazel yang menatapnya dari balik pagar pembatas lantai dua.
Mata itu tak lepas memandang Bree.
“Itu tadi istriku?” Rad bertanya pada Camphy yang ada di belakangnya.
“Benar, Your Grace. Itu Duchess.”
Pertanyaan itu sebenarnya tidak butuh jawaban, hanya ekspresi rasa terkejut saja. Tapi wajah Rad yang tidak menunjukkan emosi membuat Camphy menjawab dengan serius.
Kejutan yang di dapat Rad, adalah kenyataan jika Bree begitu berani.
Dia memilih putri Donovan karena mereka terkenal tenang.
Apa yang dilihatnya jauh dari tenang, menegaskan apa yang terjadi tadi malam memang Bree yang sebenarnya.
Rad sekali lagi menatap Bree, lalu turun tapi tidak menghampiri ruang makan. Dia berjalan keluar kastil.
Rad lebih memilih mengurus pekerjaan. Dia tidak mendukung siapapun dalam pertengkaran itu tadi. Kedua pihak sama di mata Rad, tidak terlalu penting untuknya.
“Kalian menjauh darinya!” Abel kini tak peduli lagi, dia mendekati Amory, tapi berhenti dan mengernyit heran, saat melihat Amory mundur menjauh. Abel ingin bertanya kenapa, tapi perhatiannya teralih karena jengkel. Melihat Hunter lain dengan terang-terangan menilai Amory dengan mata penuh nafsu, membuatnya kesal.Jelas saja air liur mereka menetes saat membayangkan bisa membayar Amory untuk menghangatkan ranjang. Amory tangkapan yang menakjubkan, dan bisa diraih dengan uang. “Pantas saja kau posesif. Aku juga akan bersikap sama jika punya teman tidur semolek ini. Berapa harganya? Pasti tidak murah jika wajahnya seperti ini.” “Aku sudah katakan, jangan bicara sembarangan!” bentak Abel. Dia jarang marah, tapi jelas sekarang amat marah saat ini. Abel menyesal membiarkan mereka berpikir Amory adalah wanita bayaran. “Hah? Aku hanya ingin tahu berapa harganya, tidak perlu sampai marah seperti itu!” Hunter yang berada di dekat Amory, kini mengulurkan tangan untuk menyentuh pipinya, ta
"Amory?" Abel melupakan kalau seharusnya dia tidak memanggil nama Amory di depan Hunter lain. "Kau mengenalnya?" Salah satu Hunter seketika bertanya padanya. “Eh? I…iya.” Abel tidak mungkin menghindar dengan tiba-tiba berkata tidak, karena jelas tadi dia sudah memanggil nama Amory. Tapi kemudian Abel kebingungan untuk menjelaskan soal bagaimana bisa dia mengenal seorang gadis yang berada di tengah hutan saat tengah malam seperti ini. “Apa dia gadis yang mengunjungimu kemarin?” Hunter yang lain menyahut. “Diam.” Abel menolak menjawab yang itu. Dan Abel kecewa setelah mendengar pertanyaan itu. Hunter yang baru itu memiliki kewaspadaan yang rendah. Mereka seharusnya sadar jika keadaan yang terjadi saat ini sungguh aneh. Ada seorang gadis muncul di kegelapan, dan mereka menganggap itu biasa. Mereka langsung merasa santai begitu Abel terlihat mengenal sosok yang mendekati mereka. Sikap yang amat salah. Hunter seharusnya curiga pada hal aneh, sekecil apapun itu. “Kau benar-benar
“Halo! Apa ada orang di rumah?” Abel mengedipkan mata, saat Rome menjentikkan jari di depan wajahnya. “Oh ya? Ada apa?” Abel kaget, lalu memandang sekitar. Saat itu, Abel baru menyadari kalau seluruh Hunter yang ada di ruangan pertemuan itu sedang menatapnya. Rome baru saja bicara padanya, dan jelas sekali, Abel tidak mendengar karena melamun. Rome melipat tangannya yang kekar di depan dada, lalu menatap Abel. “Apa kau baru saja mengabaikan semua kata-kataku?” tanyanya. “Tidak! Tentu tidak!” Abel menggeleng dengan panik. “Aku mendengar semuanya.” Abel menambahkan, saat Rome menatapnya tak percaya. “Coba ulangi apa yang aku katakan kalau begitu.” Rome menopang kepala dengan tangan, menunggu Abel bicara sambil tersenyum. “Itu… Kau ke sini karena ingin mengumumkan rotasi pergantian Hunter yang bertugas di sini,” kata Abel. “Benar. Itu tujuanku datang ke sini. Tapi bukan itu isi dari penjabaran yang kau abaikan tadi,” balas Rome. Abel menunduk sambil menggaruk kepalanya yang ti
“Kau mau kemana, Mere?” Rad langsung menegur, saat menemukan Amory sedang mengendap di samping kastil. Rad meningkatkan kewaspadaan, jadi dia mendeteksi setiap perubahan aroma dari Amory. Meski sulit, Rad mencoba untuk memastikan dia tahu setiap kali Amory bergerak meninggalkan kastil. Ini kedua kalinya—dalam minggu ini, Rad memergoki Amory menyelinap keluar. “Aku ingin pulang ke rumahku sendiri—rumah yang dibuat Nicolas untukku!” Amory tentu saja hanya mengarang alasan itu, dan membentak, karena Rad memergoki sebelum bisa keluar dari kastil. “Dan untuk apa kau ke sana? Apa yang ingin kau lakukan di sana?” Rad bertanya, sambil melipat tangannya di dada. “Aku ingin menengok rumah itu.” “Rumah itu baik-baik saja. Jika kau tidak percaya, aku bisa menyuruh orang untuk membersihkan dan memperbaiki.” “Aku ingin mengambil buku…” “Buku yang kau punya di rumah itu, berasal dari kastil ini, dan perpustakaan kastil ini memiliki lebih banyak buku daripada di rumah itu. Akan aneh jika
Amory terbangun dengan rasa haus mencekik leher, membuanya sangat ingin bergerak, tapi tubuhnya terikat. Amory awalnya mengira dirinya tertangkap atau bagaimana, tapi kemudian sadar, dia sedang ada di kamar sendiri. Kamar yang ada di kastil Marseilles, jadi tidak mungkin dia tertangkap. “Aku gembira kau bangun dan masih menjadi dirimu sendiri.” Ucapan dengan nada lega membuat Amory menoleh, dan melihat Rad duduk pada kursi di samping ranjang. “Apa maksudmu? Kenapa aku terikat?” Amory menggerakkan tubuh, dan mencoba untuk memutuskan tali yang mengikat tangan dan kakinya, tapi tidak mampu. “Tali apa ini, dan kenapa aku harus terikat seperti ini?!” Amory mulai kesal. “Karena aku harus mengamankan dirimu. Aku tidak ingin kau melukai orang lain, maupun dirimu sendiri,” jelas Rad. “Aku melukai diriku sendiri? Kau itu bicara apa?” Amory berhenti meronta karena heran. Rad menyingsingkan lengan bajunya, lalu memperlihatkan tangannya kepada Amory. “Apa yang harus aku lihat?” Amory bing
Tapi untung saja, Rad tidak larut dalam rasa terkejut. Dia mengulurkan tangan, dan menangkap pinggang Amory tepat pada waktunya, sebelum mencapai Abel—sasarannya. Rad merangkup tubuh Amory pada pinggang, lalu menyeretnya masuk semakin dalam ke ruang kerja. Rad tidak mungkin menunjukkan wajah Amory yang seperti itu kepada penghuni kastil lain. Rad lalu memberi tanda kepada Abel, menyuruhnya untuk keluar. Jelas terlihat sasaran Amory adalah Abel. Diiringi suara mendesis, Amory mengayunkan tangan ke arah Abel. “Keluar dari sini!” bentak Rad, saat Abel tidak bergerak. “Tapi…” “KELUAR DARI SINI!” Rad mengulang lebih keras karena Abel masih kebingungan. Tapi bentakan itu membuatnya sadar dan berlari keluar. “YANG JAUH!” Rad kembali berteriak, maka Abel naik ke lantai dua. Di sana dia bertemu Bree yang keluar dari ruang lukis, karena mendengar keributan. Beberapa pelayan juga terlihat berdiri di depan lorong ruang kerja, tapi terlihat Campy mencegah mereka mendekat. “Ada apa?” tanya







