Share

Salah Paham

Author: Ayu Anggita
last update Last Updated: 2025-03-26 12:00:46

Suara deheman keras membuat Andara dan teman lelakinya menoleh.

“Mas Galang!” serunya kaget. “Baru pulang kerja, Mas?” tanyanya.

Galang tak bereaksi. Dia hanya diam sambil terus menatap ke arah istri dan teman lelakinya itu secara bergantian.

“Em … Ra, aku pulang dulu ya. Udah malam soalnya!” pamit teman kuliah Andara itu.

Andara mengangguk dan tersenyum manis. “Makasih ya, Wid. Hati-hati di jalan!” ujar Andara.

Pemuda itu hanya tersenyum sembari mengangkat jempolnya tinggi-tinggi. Setelah itu motor melaju membelah malam yang dingin. Meninggalkan pelataran rumah Andara yang tiba-tiba terasa panas.

Sepeninggal temannya, Andara masuk ke dalam rumah. Disusul kemudian oleh Galang yang berjalan di belakangnya.

“Tasnya taruh aja di kamarku,” ucap Andara dengan nada sedikit dingin.

“Itu kamarnya yang pintunya ada tulisan CR7.” Andara meneruskan ucapannya sembari menudingkan jarinya ke arah pintu kamarnya.

Galang tak menyahut. Lelaki itu tampak berjalan perlahan menuju kamar yang ditunjukkan oleh sang istri barusan. Di dalam kamar, Galang meletakkan tas ranselnya begitu saja di lantai. Dia lalu duduk di atas pembaringan sembari melamun. Kejadian beberapa tahun silam kembali membayang di benaknya. Apalagi setelah melihat Andara bercengkerama dengan teman lelakinya barusan, menambah rasa takut itu semakin besar.

‘Dia nggak mungkin seperti itu. Dia bukan cewek yang suka mengobral kata demi mendapat perhatian dari lawan jenis,” ucap Galang dalam hati.

‘Tapi, dia juga cewek biasa. Bisa aja dia mencari perhatian di luar sana. Apalagi pernikahan ini bukanlah yang dia inginkan. Dia terpaksa menerima semua ini demi baktinya pada kedua orang tuanya,’ bisik sudut hati Galang yang lain.

‘Kalau dia merasa terpaksa, kenapa dia mau saja menerima perjodohan ini. Apa dia tidak mencoba menolak atau kabur mungkin sebelum hari akad tiba?’ bisik sudut hatinya yang lain lagi.

‘Ya … mungkin dia sudah menolaknya. Namun, apalah daya. Keinginan orang tua jauh lebih penting daripada kebahagiaan dia sendiri.’ Suara hati Galang saling sahut menyahut. Galang hanya bisa menghela napas dalam-dalam dan memejamkan matanya.

‘Yang jelas, dia itu sama kayak mantanmu yang dulu. Semua perempuan memang seperti itu, bukan? Selalu mencari yang lebih lagi.’

‘Andara bukan perempuan seperti itu. Dia itu adalah gadis baik-baik yang rela mengorbankan kebahagiaannya demi orang tuanya.’ Galang menyanggah bisikan hatinya. Walaupun belum sepenuhnya mengenal Andara, tetapi dia yakin jika Andara adalah gadis baik-baik.

‘Halah! Bulshit! Bukankah mantan kamu yang dulu juga seperti itu? Berpura-pura polos, tapi main belakang hingga berbuat ….’

Galang nyaris berteriak ketika teringat kembali kejadian dulu. Namun, dengan sekuat tenaga dia berusaha untuk menahannya. Dipejamkannya rapat-rapat matanya dan digenggamnya kuat-kuat pinggiran tempat tidur tempatnya duduk. Perlahan dia menggumamkan kalimat istigfar dan berusaha menenangkan gemuruh di dalam hatinya seorang diri. Sampai pada akhirnya dia memutuskan untuk segera pergi tidur dan berharap esok akan lebih baik lagi.

Esok paginya, Galang berusaha bersikap biasa saja. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan melupakan kejadian semalam. Namun, ketika melihat wajah Andara di depan matanya. Bayangan kejadian semalam tebayang kembali. Emosi yang sedikit demi sedikit mulai padam. Kini berkobar kembali dan tanpa sadar Galang membanting sendok yang sedang ia pegang.

Semua orang yang berada di meja makan tampak kaget melihat sikap Galang. Termasuk Andara yang sedang duduk di sebelahnya.

“Kenapa, Lang?” tanya Zacky yang duduk di seberang Galang.

Galang tampak terkejut mendengar pertanyaan Zacky. “Hah … em … enggak … enggak apa-apa kok,” jawab Galang dengan terbata-bata.

“Beneran nggak apa-apa?” Zacky memastikan lagi ucapan Galang yang menurutnya meragukan itu.

Galang mengangguk. “Cuma … cuma lagi … cuma lagi kepikiran sama target bulan ini,” sahut Galang.

Zacky tersenyum mendengarnya. “Santai aja, Bro. Pasti achieve lah. Lagian tinggal sedikit lagi, kan kurangnya?”

Galang membalas ucapan Zacky dengan senyuman juga. Setelah menyelesaikan sarapan, Galang bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Begitu pula dengan Zacky. Laki-laki itu juga berdiri dari kursinya dan menyambar tas ransel yang sejak tadi teronggok manis di sofa ruang keluarga.

“Kamu lagi berantem ya sama Galang?” Tiba-tiba Desty berbisik di telinga Andara. Membuat Andara menoleh dengan ekspresi wajah heran.

“Maksud, Mbak Desty?” tanya Andara tak mengerti.

Desty menghela napas panjang. Belum sempat mulutnya terbuka untuk mengeluarkan jawaban, Zacky menyahut terlebih dahulu.

“Aku berangkat dulu ya,” pamit Zacky. “Nanti mau dibawain apa?”

Desty tersenyum. Dia lalu meraih tangan sang suami dan menciumnya. “Enggak usah, Mas. Aku cuma mau izin aja. Nanti mau ke swalayan sama Andara. Boleh, kan?”

“Boleh, Sayang. Asalkan jangan lupa makan dan janga lupakan aku!” jawab Zacky sok romantis.

Andara yang mendengar kata-kata itu menampakkan ekspresi eneg dan jijik.

“Jijik kali dengar omongan gombal macam itu,” sambar Andara.

Zacky meleletkan lidahnya ke arah sang adik. “Biarin aja. Kalau mau romantis-romantisan … tuh sama suami kamu sendiri!” sergah Zacky.

Andara memelototkan matanya. Mulutnya sedikit terbuka dan bersiap untuk membalas ucapan sang kakak. Namun, suara Galang menghentikannya dan tanpa aba-aba, lelaki itu mencium kening Andara sebelum beranjak pergi.

Andara terkejut melihat perlakuan Galang padanya. Kedua pipinya terasa memanas dan hatinya terasa aneh. Selama ini lelaki itu tak pernah menunjukkan sisi romantisnya di depan orang lain. Bahkan ketika mereka hanya berdua di dalam kamar, Galang lebih suka menyibukkan diri dengan gadgetnya.

“Yuk, Ra! Keburu siang entar.” Suara Desty membuyarkan lamunan Andara.

“Eh i-iya, Mbak. Ayo … ke mana?” tanya Andara dengan tampang polosnya.

Desty mendecakkan lidahnya. Gemas sekali dia melihat tingkah sang adik ipar yang kadang membuatnya ingin terbang ke langit itu.

“Gini nih kalau si Putri cuek dapat pasangan yang romantis. Baru dikecup keningnya aja udah hilang ingatan,” ledek Desty.

Andara menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Cengiran khas dan tampang innocent pun tergambar jelas di wajahnya yang cantik.

“Udah ah ayo buruan!” Desty menarik tangan Andara agar gadis itu mengikuti langkahnya.

Malam harinya, Galang mengajak Andara untuk jalan-jalan berdua. Galang ingin menanyakan perihal lelaki yang tempo hari mengantarkan istrinya itu pulang ke rumahnya.

“Kamu punya pacar, Ra?” Galang tiba-tiba menanyakan hal yang membuat Andara menatapnya lekat-lekat.

“Hah! Maksudnya?” tanya Andara.

Galang menyunggingkan senyum miring ketika mendengar pertanyaan Andara.

“Enggak mungkin kamu nggak mengerti pertanyaan ku. Dan nggak mungkin juga seorang cewek kayak kamu nggak punya pacar.”

“Maksud kamu apa sih? Kok tiba-tiba nanya kayak gitu?” Andara masih belum sepenuhnya mengerti ke mana arah pembicaraan ini.

“Cowok kemarin itu, dia … dia pacar kamu, kan?” tanya Galang to the point.

“Cowok yang mana?”

Galang kembali menyunggingkan senyuman miring mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut sang istri.

“Berarti banyak ya cowok yang sering antar jemput kamu?”

Pertanyaan Galang semakin membuat Andara tak mengerti. Dia lantas kembali bertanya pada Galang apa maksud dari pertanyaan yang lebih mirip sebuah tuduhan itu.

“Jawab aja pertanyaan aku,” ujar Galang. “Kamu punya pacar?”

Andara menghela napas panjang. Kepalanya lantas menggeleng pelan.

“Terus cowok yang semalam itu siapa? Selingkuhan kamu?” cecar Galang.

“Kok jadi bawa-bawa selingkuhan sih?!” sergah Andara.

“Aku memang bukan perempuan baik-baik, tapi aku pantang selingkuh ketika hubunganku belum selesai,” tegas Andara.

Galang memalingkan wajahnya. Tampak sekali dirinya menahan rasa marah dan cemburu. Entah sejak kapan perasaan itu ada di dalam hatinya.

“Lagian kenapa sih kok tiba-tiba Mas Galang tanya tentang itu? Bukannya ….”

Belum sempat kalimat Andara selesai terucap. Galang melakukan sesuatu yang membuat bibir wanita muda itu terdiam seketika.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Duda Pilihan Mama   Kebencian Bunda

    Bab 20. Kebencian Bunda Setelah kejadian mengerikan di rumah sakit tempo hari, ketika ada seseorang yang tak dikenal menyelinap masuk ke kamar Galang dan mencoba mencelakainya. Andara benar-benar tak bisa lagi mempercayakan keselamatan suaminya kepada siapa pun. Kejadian itu begitu melekat dalam ingatannya. Bunyi alat monitor yang tiba-tiba berbunyi nyaring, teriakan suster yang panik, dan Galang yang menggeliat lemah membuat Andara merasa hampir kehilangan segalanya. Sejak itu, ia memutuskan satu hal, Galang tak boleh lagi sendiri. Maka ia memutuskan membawa Galang pulang ke rumah orang tuanya. Di sana ada dirinya, ada Papa dan mamanya, dan yang terpenting, tempat itu terasa jauh lebih aman dibanding rumah mereka sendiri yang kini terasa begitu asing dan mengancam. Namun, keputusan itu justru menjadi awal dari badai baru. Pagi itu, suara langkah kaki Bunda terdengar menggema di koridor rumah orang tua Andara. Wanita paruh baya itu datang le

  • Duda Pilihan Mama   Kejutan Besar

    Andara berdiri terpaku di depan pintu bangsal. Matanya tak bisa beralih dari pemandangan yang tak ia duga: Galang, suaminya, sedang duduk di ranjang rumah sakit, tertawa kecil bersama Wulan yang duduk di sampingnya. Langkahnya yang semula yakin, kini ragu. Ia mengurungkan niat untuk masuk. Dalam hati, ia bertanya-tanya, sejak kapan Wulan sedekat itu dengan Galang? Kenapa bukan dirinya yang ada di sisi suaminya saat itu? Pintu tiba-tiba terbuka dari dalam. Wulan melangkah keluar, senyum sinis menghiasi wajahnya saat matanya bertemu dengan Andara. “Oh, kamu datang juga rupanya,” ucap Wulan mencibir. “Kupikir kamu lebih memilih ujian daripada menemani suamimu yang sedang terbaring di rumah sakit.” Andara menatapnya tanpa ekspresi. “Aku sudah bilang ke Mas Galang, aku akan datang setelah ujian selesai.” “Dan aku menepati janjiku itu. “ Andara berkata sembari menatap tajam ke arah Wulan. Perempuan yang menciptakan jarak antara dirinya dengan sang suami. “Tetap saja, seorang istr

  • Duda Pilihan Mama   Galang Kecelakaan

    Andara tampak duduk di depan ruang UGD. Wajahnya menyiratkan kegelisahan dan kecemasan. Sesekali dia melongok ke dalam. Berharap seorang dokter atau perawat keluar untuk memberitahunya tentang keadaan Galang saat ini. “Sabar, Ra. Mas Galang pasti baik-baik saja kok,” ujar Anessa menenangkan sahabatnya itu. Andara menoleh dan mencoba untuk tersenyum. Walaupun bibirnya terasa kaku. “Mas Galang pasti bisa melewati ini semua. Aku yakin dia pasti kuat,” lanjut Anessa. Andara lagi-lagi tersenyum. Namun, dalam hatinya dia merasa tak begitu tenang. Dia takut akan terjadi sesuatu pada Galang. “Keluarga Galang Anugerah!” panggil salah seorang perawat. Andara lantas berdiri. “Saya istrinya, Sus. Bagaimana keadaan suami saya?” tanya Andara beruntun. Perawat itu tampak memperhatikan Andara dari ujung rambut hingga ujung kaki. Seolah memastikan lagi bahwa yang berdiri di depannya adalah benar

  • Duda Pilihan Mama   Semakin Sering

    “Foto siapa itu?” tanya Andara. Galang yang hendak duduk pun menghentikan aksinya. Dia menatap Andara dengan tatapan bingung. “Di wallpaper hp kamu. Itu foto siapa?” Andara mengulangi lagi pertanyaannya sembari menatap mata sang suami. Galang menjadi gelagapan mendengar pertanyaan itu. Dia butuh sedikit improvisasi agar Andara tak salah paham padanya. “Itu foto … foto …” “Foto pacar kamu?” potong Andara cepat. Matanya masih menatap sang suami. Lelaki yang berstatus menjadi suaminya itu tampak bingung. Dia tak tahu harus menjawab apa pertanyaan yang mungkin bisa memancing pertengkaran di antara keduanya. “Heh! Lucu ya,” ujar Andara. “Kemarin aja bilang aku sayang kamu, Ra. Aku udah jatuh hati sama kamu. Sekarang …” “Nyimpen foto cewek. Dijadiin wallpaper lagi,” lanjut Andara. Galang menghela napas panjang. Tanpa menjelaskan apa-apa pun pada Andara, dia me

  • Duda Pilihan Mama   Masa Lalu

    Wajah Andara memerah menahan tawa yang seolah-olah akan meledak. Walpaper yang terpasang di layar laptop milik Galang sukses membuat perutnya terasa kaku. “Narsis banget sih jadi orang!” gumam Andara. Seulas senyum tipis tergambar di wajahnya. Melihat senyum samar itu, Anessa lantas bertanya. “Kenapa, Ra? Senyum-senyum sendiri gitu?” Andara menoleh dan kemudian mengalihkan laptop itu ke arah Anessa. Seketika itu juga tawa Anessa meledak tanpa bisa tertahankan lagi. Bagaimana tidak? Dia melihat foto sang kakak dengan pose yang dibuat sok imut. “Sok cakep banget sih dia!” ujarnya di sela tawanya yang berderai. “Geli banget nggak sih, Ra?” tanya Anessa setelah tawanya reda. Andara menatap sang sahabat lalu tersenyum. “Entahlah! Aku nggak pernah lihat mukanya kalau ….” Belum sempat kalimat itu selesai, terdengar suara seseorang berjalan menuju tempat mereka. Tak lama kemudian munc

  • Duda Pilihan Mama   Kekesalan Andara

    “Aku serius dengan ucapanku, Ra!” Galang berkata sembari menatap kedua mata sang istri. Andara mencoba mencerna ucapan yang keluar dari mulut Galang. Dia tak ingin terlalu berharap yang pada akhirnya membuatnya kecewa dan terluka. “Aku … sudah lama jatuh hati … sama … kamu, Andara.” Dengan susah payah Galang menyelesaikan ungkapan dari hatinya yang terdalam. “Aku … ingin selamanya bersamamu,” lanjut lelaki berbadan tegap itu. Dada Andara bergemuruh hebat. Cuping telinganya tak begitu saja bisa mempercayai apa yang keluar dari mulut seorang Galang. “Apa … kamu … bersedia hidup bersamaku?” tanya Galang. “Memang terdengar konyol dan gombal. Tapi, itulah yang aku rasakan saat ini. Hatiku sudah terpaut di kamu,” lanjut Galang. Andara masih belum bisa mengatakan sepatah kata pun juga. Lidahnya tiba-tiba saja menjadi kelu dan otaknya mendadak blank. Hanya jantungnya yang sejak tadi berd

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status