Share

Mama Sakit

Penulis: Ayu Anggita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-09 10:08:22

“Pernikahan ini tidak boleh dilanjutkan!” ulang gadis itu.

Para tamu dan keluarga kedua mempelai tampak saling bertukar pandang. Mereka terkejut sekaligus resah mendengar penuturan gadis yang berbalut busana kebaya itu.

“Maksudnya apa?” tanya salah seorang tamu yang hadir.

“Harusnya dia nikahnya sama aku, bukan sama dia!” ucapnya dengan lantang.

Andara yang mendengar itu lantas menoleh ke arah Galang. Lelaki itu tampak menggelengkan kepalanya. Memberi isyarat bahwa dirinya tidak mengenal gadis itu.

“Lihat! Aku sudah mengenakan pakaian pengantin. Sudah berdandan dan …”

Belum selesai kalimat gadis itu terucap, seorang lelaki dan perempuan paruh baya tampak tergopoh-gopoh berjalan ke arah tenda hajatan.

“Nduk … Ayo pulang dulu.” Perempuan paruh baya itu menggamit lengan sang gadis dan sedikit menariknya untuk keluar dari tempat itu.

“Iiihhh … apaan sih? Aku itu mau nikah, Bu. Tuh lihat tamunya udah pada datang. Calon suamiku juga udah nungguin. Tuh lihat!” Gadis itu menunjuk ke arah para tamu dan juga pada Galang yang tampak bengong saking terkejutnya.

“Iya. Tapi, ini bukan acara untuk kamu. Ini acara orang lain, Nak!” Wanita paruh baya itu masih mencoba bersabar dan memberikan pengertian pada sang anak gadis.

“Iiihh … Ibu itu nggak tahu apa-apa. Dia itu calon suamiku. Dia mau nikah sama aku hari ini. Bukan sama cewek itu.” Gadis itu berkata sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah kedua mempelai.

Wanita itu menghela napas panjang mencoba tetap bersabar. Wanita itu tak ingin emosinya keluar di tempat umum seperti ini. Kemudian dengan sedikit keras, dia menyeret sang anak keluar dari tempat itu. Dia tak peduli ketika sang anak menjerit histeris dan memberontak. Menolak untuk diajak keluar dan pergi dari tempat itu.

“Kamu kenal sama cewek tadi?” bisik Andara ketika gadis itu dan ibunya telah menjauh dari rumahnya.

Galang menggeleng cepat. “Boro-boro kenal. Tahu mukanya aja baru sekarang kok,” jelas Galang.

“Tapi, kok dia bilang kalau kamu calon suaminya? Terus …”

“Mohon maaf bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian atas kehebohan yang terjadi. Anak saya … dia …” ucap lelaki paruh baya itu memotong ucapan Andara yang belum selesai.

“Dia terganggu mentalnya akibat kegagalannya menikah bulan lalu,” jelas lelaki itu. “Dia akan mendatangi tempat pernikahan orang lain dan menganggap itu adalah acaranya.”

Andara dan Galang terkejut mendengar ucapan lelaki paruh baya itu. Mereka saling bertukar pandang satu sama lain. Begitu juga dengan para tamu yang hadir.

Dalam hati Galang bersyukur karena ternyata gadis tadi hanyalah seorang gangguan jiwa. Jika, gadis tadi bukan ODGJ, mungkin dirinya akan direbus hidup-hidup oleh kedua orang tuanya dan orang tua Andara.

“Kalau udah tahu anaknya kurang waras, kenapa dibiarin berkeliaran sih? Ganggu acara orang aja,” sungut salah seorang tamu yang hadir.

“Iya tuh. Kenapa nggak dimasukkan aja ke Rumah Sakit Jiwa? Biar nggak ngeganggu hajatan orang lain,” sahut tamu yang lain.

Lelaki paruh baya yang ternyata adalah ayah gadis itu hanya bisa menundukkan kepalanya. Ada rasa malu dan sedih yang menggumpal di dalam dadanya. Dirinya juga tak ingin anaknya menjadi seperti ini. Namun, apa boleh dikata? Takdir Tuhan sudah menggariskan demikian adanya.

“Mohon maaf sekali lagi!” Lelaki menangkupkan kedua tangannya di depan dada sembari menundukkan kepala. Memohon maaf atas kehebohan yang terjadi.

“Kedepannya saya dan istri saya akan menjaga anak kami dengan lebih ketat lagi,” janji lelaki itu.

Setelah berkata demikian, lelaki itu berpamitan untuk pulang ke rumahnya. Lelaki itu berjalan cepat sembari menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dia tak berani mengangkat wajahnya karena rasa malu dan juga sedih yang bersarang di dalam dadanya.

Akhirnya akad nikah kembali dilanjutkan. Galang bersiap kembali untuk mengucapkan janji suci itu di hadapan penghulu dan juga Papa. Dengan satu tarikan napas, Galang mampu mengucapkan janji itu dengan lancar.

*******************

Tak terasa sudah sebulan sejak akad nikah itu berlangsung. Artinya sudah satu bulan juga Andara tinggal di rumah Galang.

“Hari ini kamu mau ke mana?” tanya Galang saat mereka duduk di meja makan. Menikmati sarapan yang tersedia di sana.

“Enggak ke mana-mana. Kenapa emangnya?” Andara bertanya sembari menatap lelaki yang telah resmi menjadi suaminya itu.

Galang menarik napas dan mengembuskannya perlahan. “Cuma nanya. Emangnya nggak boleh nanya begitu?”

Andara membulatkan bibirnya. Kemudian dia kembali sibuk menikmati sarapannya tanpa memperdulikan pertanyaan dari Galang.

“Ya udah. Aku ….”

Belum selesai kalimat Galang terucap, ponsel Andara berdering nyaring. Andara segera meraih ponselnya dan membaca identitas si penelepon.

“Mas Zacky? Tumben amat ini orang telepon,” gumam Andara.

“Iya … kenapa, Mas?” tanya Andara sesaat setelah menggeser tombol hijau di layar ponselnya.

“Dih! Salam dulu kek,” sungut Zacky di seberang telepon.

Andara memutar bola matanya dengan malas. “Hem … Assalamualaikum, Mas Zacky. Ada apa?” sahut Andara dengan nada lembut ya g dibuat-buat.

“Huek … pengin muntah dengarnya,” jawab Zacky.

“Huh nyebelin banget sih. Buruan ngomong ada apa?” ketus Andara.

“Santai dong! Enggak usah pakai gas juga. Entar meledak lagi,” sahut Zacky.

“Aku tutup nih teleponnya,” ancam Andara.

“Eits jangan dong, Ra! Iya deh aku ngomong sekarang,” ucap Zacky mengiba setelah mendengar ancaman dari sang adik.

Zacky terdengar menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. “Mama sakit. Sekarang lagi ada di …”

“Apa?!” pekik Andara. “Kenapa nggak ngomong dari tadi sih? Sekarang gimana?”

Galang mencolek lengan sang istri seolah meminta penjelasan. Namun, Andara hanya mengedipkan mata saja.

“Ya udah kalau gitu. Aku segera ke sana sekarang. Mas Zacky share location-nya aja,” ucap Andara akhirnya.

Lima belas menit kemudian, Andara sudah berada di atas motor bersama dengan Galang yang membonceng dirinya menuju ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Andara hanya diam saja. Pikirannya kacau setelah mendengar kabar bahwa sang mama dirawat di rumah sakit.

Setengah jam kemudian, mereka telah sampai di rumah sakit. Andara segera turun dari motor dan berjalan cepat menuju pintu masuk. Dia sama sekali tak menghiraukan suara Galang yang memanggil dirinya.

“Gimana keadaan Mama sekarang?” tanya Andara begitu dirinya berada di dalam ruang perawatan.

“Mama udah mendingan. Sekarang Mama lagi istirahat,” jawab Desty dengan lembut.

Andara menarik napas lega. “Dokter bilang apa, Mbak? Apa ada penyakit serius di tubuh Mama?” tanya Andara lagi.

Desty menggeleng sembari tersenyum. “Mama nggak apa-apa. Cuma kecapekan aja dan … kangen sama anaknya yang bandel ini.”

Desty menjawil hidung minimalis milik Andara sembari tersenyum menggoda. Andara hanya bisa mengerucutkan bibirnya mendengar gurauan dari sang kakak ipar.

“Kamu ke sini sama siapa, Ra? Sendirian aja atau .…”

Belum selesai kalimat itu terucap, terdengar suara pintu yang dibuka dari luar. Tampaklah seraut wajah Galang begitu pintu terbuka. Galang lalu menyapa kakak iparnya dan sedikit berbasa-basi. Setelah itu, Galang berpamitan untuk berangkat bekerja.

Tiga hari kemudian, Mama sudah diperbolehkan untuk pulang. Andara merasa lega dan senang mendengar kabar bahagia itu. Dia lantas meminta Galang untuk menemani dirinya ke rumah Mama. Andara pun meminta izin untuk menginap di rumah Mama pada sang suami. Setelah mengantarkan sang istri, Galang bergegas menuju tempatnya bekerja.

Sore harinya, setelah pulang bekerja. Galang kembali ke rumahnya untuk mengambil beberapa potong pakaian miliknya. Dia berencana untuk ikut menginap di rumah sang mertua malam ini dan beberapa malam ke depan. Setelah selesai, Galang bergegas kembali melajukan motornya menuju rumah sang mertua.

Tak berapa lama, pria itu telah sampai di depan rumah Andara. Galang bermaksud akan turun dari motor. Namun, niatnya itu ia urungkan saat melihat sesuatu yang membuatnya teringat akan trauma di masa lalunya.

‘Enggak mungkin dia seperti itu!’

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Duda Pilihan Mama   Akhir Dari Segalanya

    Mentari pagi menyinari bumi, seolah ikut merayakan lembaran baru dalam hidup Andara. Tak ada lagi bayang-bayang kelam Dirga, tak ada lagi teror, tak ada lagi ancaman yang mengusik tidur malamnya. Semua berakhir sudah. Dirga kini mendekam di balik jeruji besi. Mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan pada pengadil di dunia. Tentang obsesinya pada Andara dan percobaan menculik wanita muda itu. Semuanya berkasnya sudah lengkap dan siap dilimpahkan ke kejaksaan.Namun, ternyata pengadilan Tuhan datang lebih cepat. Berita tentang Dirga sampai di telinga Andara lewat telepon dari Pak Arman, penyidik yang menangani kasusnya. “Andara, aku harus memberitahumu sesuatu ... Dirga ditemukan meninggal di selnya tadi pagi,” ucap Pak Arman dengan suara serius. Andara terdiam sejenak. Seolah pikirannya berhenti bekerja. "Dia ... meninggal?" suaranya nyaris berbisik. "Ya. Diduga kuat bunuh diri. Polisi menemukan sepucuk surat

  • Duda Pilihan Mama   Hampir Berhasil

    Udara sore itu terasa gerah, seolah menyimpan firasat buruk yang sebentar lagi meledak. Di depan rumah Zacky, Andara terus meronta dengan sekuat tenaga. Berusaha melepaskan diri dari genggaman tangan besi Dirga. Tubuhnya yang mungil tampak tak berdaya di hadapan laki-laki itu. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya yang pucat pasi. “Lepaskan aku, Dirga! Kamu gila!” teriak Andara histeris. Suaranya serak karena terlalu banyak berteriak sejak tadi. Namun, Dirga hanya menyeringai puas. “Diam, Andara. Kamu milikku. Seharusnya sejak dulu kamu jadi milikku, bukan Galang!” desisnya penuh amarah. Genggamannya di lengan Andara semakin kuat, hingga gadis itu meringis kesakitan. “Tolooong!” pekik Andara lagi, suaranya menggema di sepanjang jalan. Namun, tak ada siapa pun yang datang. Seolah dunia menutup mata pada penderitaannya. Dirga menarik paksa tubuh Andara menuju mobil hitam yang terparkir tak jauh dari sana. Andara teru

  • Duda Pilihan Mama   Semakin Menggila

    Langit belum sepenuhnya gelap saat Andara kembali terbangun dari tidur singkatnya. Detak jantungnya berpacu lebih cepat daripada biasanya. Dadanya sesak, seolah ada tangan tak kasatmata yang menekannya kuat-kuat. Sudah berhari-hari ia tak bisa tidur nyenyak sejak pindah ke rumah Zacky. Rumah besar dengan pagar tinggi itu tak memberinya rasa aman. Justru ia merasa terjebak dalam kurungan yang tak terlihat. “Kenapa aku terus merasa seperti ini?” gumamnya pelan sambil memeluk bantal. “Kapan semua ini akan berakhir?” Suaranya terdengar putus asa. Seolah tak ada harapan akan hari esok yang lebih baik lagi. Di setiap sudut rumah, Andara merasa ada mata yang mengintainya. Mengawasi setiap gerak langkahnya. Entah dari bayangan di balik tirai, pantulan kaca jendela, atau bahkan dari cermin di kamarnya sendiri. Ketakutannya bukan tanpa sebab. Teror yang dialaminya tak pernah mengenal waktu. Siang dan malam terasa sama mencekamnya.

  • Duda Pilihan Mama   Rasa Takut dan Ancaman

    Zacky menatap adiknya yang menggigil di pelukannya. Wajah Andara pucat, matanya kosong. Napasnya tersengal, seolah baru saja dikejar mimpi buruk yang tak kunjung usai. “Aku enggak akan biarkan kamu ngerasain ini lagi, Ra …” gumam Zacky dengan rahang mengeras. “Enggak akan ada satu orang pun yang bisa nyentuh kamu tanpa melewati aku dulu.” Galang berdiri tak jauh dari mereka, menatap Andara dengan rasa bersalah yang menggerogoti hati. Tangannya terkepal, napasnya berat, tetapi ia tetap diam. Saat ingin melangkah mendekat, Zacky justru menatapnya tajam. “Jangan dekati dia!” bentak Zacky, matanya berkilat penuh amarah. “Udah cukup kamu memberikan rasa takut padanya, Galang. Kamu enggak becus jagain istri kamu sendiri!” Galang tertegun, tetapi tidak mundur. Dia mengatur napasnya dan irama jantungnya yang tak beraturan. “Aku sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik …” “Terbaik?!” Zacky mencibir. “

  • Duda Pilihan Mama   Dia Kembali

    Dirga melarikan diri dari penjara. Joko membantunya untuk menyelinap keluar ketika ada teman yang menjenguknya di dalam penjara tempo hari. Tak ada yang melihat dan tak ada yang tahu jika Dirga sudah berdiri bebas di luar gedung yang selama ini membelenggu kebebasannya. Dirga menyeringai puas saat mendengar kabar tentang ketakutan yang menyelimuti Andara. Ia duduk santai di kursi kayu reyot di gudang tempat persembunyiannya, menikmati segelas kopi pahit yang kini terasa manis karena rasa puas yang membuncah. Wajahnya yang tirus terlihat lebih menyeramkan ketika cahaya redup dari lampu minyak menyinari setengah bagian mukanya. Matanya menyipit, menatap foto Andara yang tergeletak di atas meja penuh debu. "Aku akan buat kamu menyesal, Andara," gumamnya. “Kamu pikir kamu bisa bahagia setelah ninggalin aku? Kamu salah.” “Aku nggak akan tinggal diam, Sayang. Kamu harus tetap jadi milikku selamanya.” Seringai menakutkan tergambar di wajahnya

  • Duda Pilihan Mama   Tenang atau Tegang

    Joko akhirnya dijebloskan ke dalam penjara karena membantu rencana Dirga untuk meneror Andara. Galang bisa bernapas dengan lega setelah penangkapan yang dramatis malam itu. Namun, dia tetap harus waspada. Dia tak ingin kecolongan lagi seperti yang sudah-sudah. Semenjak Joko ditangkap dan dipenjara, rumah Andara dan Galang seperti menemukan kembali denyut damainya. Suara tawa pelan, obrolan hangat, dan langkah ringan kembali mengisi ruang-ruang yang sempat dingin oleh rasa takut dan ketegangan. Meski rasa trauma itu masih membayang, terutama saat Andara sendirian. Akan tetapi, hari-hari berjalan lebih tenang. Galang pun seolah berusaha menebus segala waktu yang sempat hilang. Ia lebih sering berada di rumah, menemaninya sarapan, menjemputnya pulang mengajar, bahkan sesekali membantu menyiram tanaman di halaman belakang rumah mereka. Sentuhan kecil semacam itu terasa besar bagi Andara. Kehangatan yang dulu sempat meredup, kini kembali menyala.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status