Share

Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud
Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud
Author: Adeline

Bab 1

Author: Adeline
Penjara pinggiran Kota Lautanagara.

"Nomor 847, Adelina Wijaya, keluargamu datang menjemputmu. Setelah ini jalani hidup baik-baik, jangan sampai masuk ke sini lagi."

Adelina menerima kotak barang titipannya dari sipir dengan gerakan kaku, mengangguk singkat, lalu mengikuti arahan untuk melepas baju tahanan dan mengganti dengan pakaian yang dia kenakan saat pertama masuk.

Kaos lengan pendek dan rok panjang yang sudah disimpan tiga tahun itu kainnya terlihat kusam dan pudar warnanya, bagian tengahnya penuh lipatan, dan saat dipakai pun tampak longgar dan lusuh.

Keluarga?

Adelina tersenyum miris penuh sindiran.

Tiga tahun lalu, orang-orang dari Keluarga Wijaya datang ke panti asuhan dengan membawa hasil tes DNA, sambil menangis mengaku kalau Adelina adalah anak kandung mereka yang sudah lama hilang. Mereka pun menjemputnya kembali ke Kota Lautanagara.

Tapi setelah dia ikut pulang, barulah dia tahu, selama ini Keluarga Wijaya sudah mengadopsi seorang anak perempuan untuk mengobati kesedihan karena kehilangan dirinya. Anak itu bernama Felicia Wijaya.

Anak yang mereka rawat dan sayangi selama lima belas tahun itu sudah begitu dicintai, sampai-sampai mereka tak rela melepaskannya. Ke luar, mereka cuma memberikan penjelasan yang tidak jelas, katanya Adelina adalah anak sulung yang tubuhnya lemah dan dibesarkan di desa, sementara Felicia tetap jadi Nona Kedua Keluarga Wijaya.

Sampai akhirnya, Felicia menabrak seseorang hingga tewas dengan mobilnya.

Mereka bilang, "Kalau saja kamu tidak maksa kami ikut acara wisuda itu, kami pasti sempat datang ke pertunjukan Felicia. Dia juga tidak akan kehilangan fokus saat menyetir karena kesal, ini semua salahmu, kamu yang berutang padanya."

Tanpa memberinya kesempatan untuk menolak, Keluarga Wijaya sudah mengurus semua proses hukum dan langsung mengirimnya masuk ke penjara.

Adelina mana ada keluarga lagi?

Pintu besar penjara perlahan terbuka. Sinar matahari dari luar menerobos masuk, membuat Adelina sempat menyipitkan mata karena silau. Tak jauh dari sana, dia melihat seorang pria bersandar di mobil.

Pria itu mengenakan mantel panjang berwarna krem, tampak sangat kontras dengan gaun lusuh Adelina. Seolah mereka berasal dari dua dunia yang berbeda.

Itu Leonard Wijaya, kakak kandungnya, kakak kedua.

Ingatan Adelina kembali ke Keluarga Wijaya dulu, kakaknya inilah yang menjemputnya. Saat itu, dia memeluknya dan berkata bahwa mulai sekarang Adelina adalah satu-satunya putri kecil Keluarga Wijaya.

Tapi belakangan, demi melindungi Felicia, dia juga yang menekan tangannya sendiri ke atas surat pengakuan, membubuhkan cap jari merah dengan paksa.

Melihat Adelina diam saja, Leonard melangkah mendekat, mengulurkan tangan untuk mengambil tas dari tangannya. "Pulanglah."

Adelina tertawa getir. Saat pertama masuk ke sini, dia sempat membayangkan setiap hari, kalau saja mereka akan datang menjemputnya pulang.

Tapi saat dia dipukuli sampai muntah darah, kelaparan sampai harus merangkak di lantai, dikurung semalaman di kamar mandi dalam dingin, saat dia mengalami semua penderitaan itu dan bertahan tiga tahun penuh, tak satu pun dari Keluarga Wijaya datang menjenguk.

Kini dia akhirnya bisa menerima kenyataan, bahwa satu-satunya anak perempuan yang mereka sayangi adalah Felicia.

Kalimat "pulanglah" itu, rasanya sudah tak sepenting dulu lagi.

Adelina menunduk, pelan-pelan menghindari tangan Leonard tanpa terlihat jelas, dan menjawab dengan suara datar, "Nggak perlu. Aku masih bisa bawa sendiri."

Tangan Leonard menggantung di udara, dan terdiam kaku beberapa detik.

Adelina dalam ingatannya sangat gampang dibujuk.

Asal Leonard sedikit saja bersikap baik pada Adelina, dia akan langsung melupakan semua hal buruk, terus memanggil Kakak Kedua dengan manja, dan lengket padanya ke mana-mana.

Dia pikir yang akan dia lihat adalah Adelina menangis haru dan bersyukur karena dia datang menjemput, tapi nyatanya, sambutan sedingin itu membuat dada Leonard terasa seperti dicabik sesuatu dengan keras.

Bagaimanapun juga, dia tetap adik kandungnya. Jadi Leonard mencoba menahan diri dan menjelaskan dengan nada sabar, "Felicia jadi depresi sejak kecelakaan itu, emosinya tidak stabil. Kami jadi harus bergantian menjaganya, takut dia bunuh diri, makanya kami belum sempat menjengukmu."

Sambil bicara, dia seperti baru teringat sesuatu. "Setelah pulang nanti, jangan langsung tinggal di rumah utama dulu. Sementara kamu tinggal dulu di kamar Tante Ida. Takutnya Felicia lihat kamu malah makin tertekan dan berpikiran macam-macam."

Mendengar itu, Adelina hanya merasa sangat menyedihkan.

Felicia yang menabrak orang sampai mati, justru sekarang diperlakukan seolah paling tidak bersalah. Satu keluarga gantian melayani dan menjaganya, sampai-sampai mereka bahkan lupa punya anak kandung di penjara. Sekarang anak kandung itu ingin pulang, mereka pun takut kalau kehadirannya akan mengganggu si kesayangan.

Rumah seperti ini, dia sudah tidak menginginkannya lagi. Jadi mau mereka suruh dia tinggal di mana pun, dia tidak peduli.

Angin semilir lewat, Adelina menggosok lengannya yang dingin, lalu menjawab pelan, "Terserah kalian saja."

Sejak pertama kali saling menatap tadi, dia belum menoleh ke arah Leonard lagi, bahkan sekali pun.

Tapi Leonard justru teringat sesuatu yang entah kenapa begitu jelas, saat Adelina berusia dua belas tahun, waktu dia menjemputnya untuk pertama kali. Gadis kecil itu memeluk lehernya erat-erat dan bertanya dengan hati-hati, "Kakak Kedua, setelah aku pulang, aku punya kamar sendiri, kan?"

Dan waktu itu, apa yang dia jawab?

Waktu itu dia bilang, "Putri kecil kita tentu harus tinggal di kamar paling besar dan paling indah."

Tapi kemudian kamar itu malah diberikan pada Felicia. Adelina sempat menangis dan marah untuk waktu yang cukup lama, namun sekarang, dia seakan sudah tidak peduli apa-apa lagi.

Dada Leonard terasa seperti disumpal segumpal kapas basah, pengap, membuatnya sesak. Keningnya mengernyit, lalu berkata, "Kalau kamu merasa tidak senang, bilang saja ke aku. Aku masih punya properti lain di luar, bisa aku atur supaya kamu tinggal di sana."

Adelina menggeleng. "Tidak perlu merepotkan Anda."

Panggilan Anda itu adalah kebiasaan yang terbentuk selama dia berada di penjara, tempat di mana dia harus membungkuk rendah di hadapan orang lain.

Tapi di telinga Leonard, sapaan itu justru terasa asing dan menyakitkan. Dadanya kian sesak, nadanya naik penuh kesal, "Kamu cuma dipenjara tiga tahun, makan minum semua tercukupi. Tapi Felicia? Dia nyaris kehilangan nyawa berkali-kali! Kalau kamu mau marah, salahkan dirimu sendiri, kalau bukan karena kamu maksa kami datang ke acara wisudamu waktu itu, kami pasti sempat ke pertunjukan Felicia, dan kecelakaan itu nggak akan terjadi. Semua ini musibah karena kamu. Felicia saja nggak mengeluh, kenapa kamu sekarang malah bersikap seolah paling menderita?"

"Kamu sudah lupa, ya, seperti apa hidupmu dulu di panti asuhan? Apa yang kurang di Keluarga Wijaya? Kurang makan? Kurang pakaian? Jangan nggak tahu diri ya! Kalau bukan karena pertunangan dengan Keluarga Laksana itu hanya bisa dibatalkan olehmu, kamu pikir aku punya waktu luang sampai harus turun tangan menjemput kamu sendiri ke sini?!"

Begitu selesai bicara, dia langsung berbalik, menutup pintu mobil dengan keras tanpa menoleh sedikit pun ke arah Adelina, langsung menyalakan mesin dan pergi, tanpa ada niat sedikit pun untuk menunggu.

Tapi Adelina memang sejak awal tidak berharap ada yang benar-benar datang menjemputnya, jadi dia juga tidak merasa sedih karena perlakuan itu.

Yang dia rasakan hanyalah ironi, ternyata alasan Keluarga Wijaya datang menjemputnya hari ini bukan karena darah atau hubungan keluarga, tapi semata karena mereka ingin dia membatalkan pertunangan dengan Keluarga Laksana.

Pertunangan dengan Keluarga Laksana itu dulunya adalah perjodohan yang ditetapkan langsung oleh Kakeknya, sebuah janji sejak kecil. Awalnya, pertunangan itu memang untuk Felicia. Tapi setelah Adelina ditemukan dan dibawa pulang, Kakeknya bersikeras mengatakan bahwa yang bertunangan dengan Keluarga Laksana haruslah Adelina.

Karena hal itu, semua orang membencinya, menganggap dia telah merebut jodoh Felicia. Bahkan putra Keluarga Laksana sendiri, Nathaniel Laksana, juga percaya kalau Adelina sengaja menghancurkan hubungan antara dia dan Felicia. Dia sangat membenci Adelina.

Sekarang, setelah dia menyandang status mantan narapidana dengan catatan kriminal tiga tahun, sementara Nathaniel telah sukses mewarisi kekuasaan Keluarga Laksana dan menjadi sosok yang menentukan segalanya, dia dan Nathaniel ibarat bintang di langit dan bulan di balik bukit, jauh tak tersentuh.

Pertunangan ini memang sudah seharusnya dibatalkan.

Seharusnya dia tidak merasa apa-apa. Adelina terus mengingatkan dirinya sendiri akan hal itu.

Dia menggenggam tasnya erat-erat. Di dalam tas memang ada ponsel, tapi sudah lama mati total. Ada sedikit uang juga, tapi dia terlalu sayang menggunakannya hanya untuk ongkos transportasi.

Leonard tadi bilang, cari cara sendiri dan itu berarti dia harus berjalan kaki.

Begitu sampai di kaki bukit, Adelina baru menyadari kalau Kota Kusumapura sudah bukan seperti dalam ingatannya. Dia bahkan tidak tahu arah mana yang menuju ke rumah Keluarga Wijaya. Dia ingin bertanya pada orang, tapi pakaian yang dia kenakan jelas membuat semua orang langsung tahu dia baru keluar dari penjara di atas gunung itu. Semua orang pun memilih menghindar, seakan dia membawa bencana.

Adelina jadi sedikit panik. Dia akhirnya asal pilih satu arah dan mulai melangkah.

Saat itu, sebuah sedan hitam perlahan berhenti di pinggir jalan. Dari dalam terdengar suara pria yang dingin dan tenang, "Nona Adelina."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 50

    Suara Adelina tetap tenang, tapi tatapannya mengandung ejekan yang begitu jelas.Dia menatap Leonard tanpa gentar, tatapan itu justru membuat Leonard merasa malu tanpa alasan. Seolah Adelina bisa menembus isi hatinya, jernih dan tajam, lalu perlahan berubah menjadi tatapan penuh sindiran.Adelina merasa bersyukur, setidaknya dirinya tidak seperti Keluarga Wijaya yang bisa mengucapkan hal-hal tak masuk akal seolah-olah mereka paling benar.Seperti sekarang."Aku sudah menurut pada kalian, aku sudah putuskan pertunangan dengan Nathaniel. Sekarang kendali soal pernikahan itu ada di tangan Keluarga Laksana. Jadi kalau Nathaniel menolak bertunangan dengan Felicia, bukankah itu masalahnya Felicia?"Satu kalimat itu saja cukup membuat wajah Leonard merah padam karena marah dan malu. "Adelina, kamu berani bilang semua ini nggak ada hubungannya sama kamu?"Adelina menjawab dengan dingin, "Kenapa nggak berani? Kamu kira aku sama penakutnya kayak kalian? Apa yang harus aku lakukan, sudah aku laku

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 49

    Saat itu, tiba-tiba saja Felicia memotong ucapan Nathaniel. "Kakak Nathaniel, aku sebenarnya lumayan suka main catur, hanya saja belum sempat belajar. Kakak Nathaniel bisa ajarin aku nggak?"Nathaniel mengangguk setuju, tapi belum sepenuhnya melupakan apa yang tadi ingin dia katakan. Hanya saja sebelum sempat lanjut bicara, Adelina sudah berdiri, lalu langsung berkata pada Kakek Herman, "Kakek Herman, sepertinya hari ini aku nggak bisa lanjut main. Nanti kalau aku ada waktu lagi, aku datang untuk menemani Kakek main catur."Meskipun Kakek Herman agak kecewa, beliau tetap mengangguk pelan.Mereka masih mengobrol, tapi Adelina malah memilih langsung bicara ke Kakek Herman begitu saja, jelas sekali tidak menganggap mereka yang lain penting.Diperlakukan dingin seperti itu lagi oleh Adelina membuat wajah Nathaniel berubah muram.Di mata Felicia sekilas muncul ekspresi kesal, tapi dia segera mengangkat wajah dengan raut seolah-olah sedang merasa tersinggung. Sementara Leonard yang memang ta

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 48

    Senyuman di wajah Felicia seketika menegang.Bisa masuk Perusahaan YJ tadinya adalah hal yang paling ia banggakan. Bagaimanapun juga, merek desain milik YJ cukup terkenal, baik di dalam maupun luar negeri.Tapi itu sebelum dia melihat Adelina juga berada di sana.Begitu bayangan Adelina melintas di benaknya, tatapan Felicia langsung memancarkan rasa iri dan benci yang ia sembunyikan rapat-rapat."Felicia bilang, direktur desain di kantornya sangat menghargai kinerjanya, bahkan mencalonkan dia untuk mewakili perusahaan di lomba desain yang diadakan di Kota Lautanagara. Kabarnya, acara ini juga didukung langsung oleh pemerintah dan akan disiarkan secara langsung."Bu Nadya yang menyebutkannya, wajahnya penuh dengan kebanggaan, seolah pencapaian itu adalah miliknya juga.Bu Ratna sedikit terkejut, tapi senyumnya justru semakin hangat dan ramah.Setelah basa-basi beberapa saat, Pak Satrio mulai masuk ke inti pertemuan, "Felicia sampai ikut lomba desain sekarang, kabar ini sudah disampaikan

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 47

    [Tidak.]Adelina langsung membalas pesan itu dengan satu kata, lalu meletakkan ponselnya dan pergi mandi.Setelah selesai mandi dan keluar lagi, beberapa notifikasi pesan sudah masuk ke ponselnya. Dia hanya sekilas melihat isi pesannya, lalu membalas singkat:[Aku sementara belum berniat kembali ke dunia desain.]Orang itu pernah bilang, bakat terbesarnya sebenarnya bukan di desain, tapi di bidang komputer.Dengan cekatan, dia keluar dari akun tersebut dan masuk ke akun utamanya. Baru saja masuk, satu pesan dari Reynard langsung masuk.Isinya, menanyakan apakah dia punya waktu luang besok.Adelina langsung teringat bahwa besok dia berencana mengunjungi Kakek Herman. Tapi Reynard mencarinya karena urusan apa? Apa ada sesuatu yang terjadi di perusahaan?[Pak Reynard, ada urusan kantor?][Bukan. Urusan pribadi.]Adelina sedikit terkejut, tapi tetap menjawab apa adanya,[Besok aku tidak ada waktu.][Baik.]Karena bukan urusan pekerjaan, Adelina pun merasa lega. Meski begitu, tetap saja ada

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 46

    Tapi saat memikirkan kondisi Keluarga Laksana yang sekarang sedang berada di puncak kejayaan, sedangkan Keluarga Wijaya justru makin merosot, pertunangan ini memang harus segera disepakati secepatnya.“Felicia nggak perlu khawatir. Nanti begitu ayahmu pulang, Ibu akan minta dia cari waktu untuk bicara ke Keluarga Laksana. Kalau bisa, kamu langsung tunangan dulu dengan Nathaniel. Gimana, senang nggak?”Bu Nadya tentu bisa melihat isi hati Felicia.Wajah Felicia langsung bersemu merah malu, tapi sorot matanya penuh sukacita. Ia manja-manja ke arah ibunya.“Ibu, kamu mengejek aku, ya...”...Langit perlahan makin gelap. Di kejauhan, sebuah mobil hitam mewah melaju masuk ke area vila.Begitu melihat mobil itu, Felicia langsung berseru senang dan bangkit berdiri.“Ibu, Kakak Kedua, Ayah sudah pulang!”Sambil berkata begitu, dia langsung berlari ke luar.Bu Nadya pun tersenyum dan ikut keluar. Leonard menyusul di sebelahnya. Tapi baru saja mereka sampai di halaman, tiba-tiba terdengar suara

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 45

    Setelah baru saja menyelesaikan urusannya, Karina kembali sambil membeli kopi. Begitu masuk, dia langsung melihat Felicia berdiri di sana.Seketika ia merasa aneh."Bu Karina, kamu sudah kembali?"Wajah Felicia sudah kembali tenang, suaranya datar, seolah tak terjadi apa pun. "Mau kopi apa? Tadi aku ada urusan, makanya baru datang buat pesan kopi."Karina juga tidak curiga apa-apa, sementara pelayan yang tahu situasinya cuma melirik tanpa berkata apa-apa.Setelah keduanya memesan kopi dan kembali ke departemen desain, Felicia terlihat terus-menerus gelisah.Pikiran tentang apa yang dikatakan Nathaniel pada Adelina terus mengganggunya. Felicia diliputi kecemasan, intuisi dalam hatinya jelas memberi tahu bahwa Nathaniel tidak sepenuhnya tak tertarik pada Adelina.Semakin dipikirkan, rasa krisis dalam hatinya pun makin menguat....Sore hari saat jam pulang kantor.Leonard melihat Felicia keluar. Senyumnya belum sempat berkembang sempurna, sudah langsung membeku, lalu ia panik dan nadanya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status