Share

Bab 2

Author: Adeline
Mobil hitam itu menutup jalan di depannya. Jendela perlahan diturunkan, menampakkan setengah wajah seorang pria.

Wajah itu, bagi Adelina, sangatlah familier.

Dengan nada dingin, Nathaniel berkata, "Kalau kamu jalan ke arah situ, kamu nggak akan sampai ke rumah Keluarga Wijaya. Kamu memang berniat jalan kaki sampai sana?"

Adelina menoleh ke arahnya, sejenak tak tahu harus menjawab apa.

Memang niatnya hanya ingin berjalan sedikit menjauh dari area penjara, lalu mencari kendaraan untuk pulang.

"Selama tiga tahun ini Kota Kusumapura sudah banyak berubah. Kamu nggak akan bisa jalan kaki sampai ke sana. Aku juga sedang ke rumah Keluarga Wijaya," ujar Nathaniel lagi.

Adelina tidak langsung mengerti, apakah dia sedang menawarkan tumpangan?

Dia agak terpaku. Nathaniel kini terlihat jauh lebih matang dan tenang, tak seperti tiga tahun lalu yang keras kepala dan suka melawan.

Pikirannya sempat terhanyut ke masa lalu, membuatnya tak sempat memberi respon.

Tapi Nathaniel tampak kehilangan kesabaran. Dia turun dari mobil, berdiri di depan Adelina, wajahnya muram.

"Naik. Aku antar kamu pulang."

"Kamu mau buang waktu di sini sampai kapan lagi?"

Kalimat itu membuat Adelina terdiam.

Dia tidak tahu kenapa Nathaniel bisa muncul di sini, dan juga tidak ingin tahu. Tapi saat teringat akan Kakek, dia pun akhirnya berbalik dan naik ke dalam mobil.

Aroma dingin dan asing di dalam mobil membuat Adelina terasa sedikit linglung. Ini bukan pertama kalinya dia naik mobil Nathaniel.

Dulu, di dalam mobilnya selalu tersedia permen, sehingga aroma manis selalu menguar, dan permen-permen itu memang disiapkan untuknya.

Karena hal kecil itu, dia pernah mengira Nathaniel punya perasaan khusus padanya. Dia pernah begitu bahagia, mengira mereka bisa saling jatuh cinta.

Sayangnya, dia sendiri pernah mendengar dengan telinganya, bagaimana Nathaniel berbicara tentang dirinya pada teman-temannya, penuh rasa meremehkan.

"Cuma permen murah kok, sudah bisa bikin dia lengket terus. Aku cuma kasihan, sekadar ngasih sedikit perhatian."

"Pertunangan apa, sih? Cuma candaan orang tua dua keluarga. Lagi pula, Keluarga Wijaya juga nggak cuma punya satu anak perempuan."

Orang-orang di sekitarnya pun sepakat, dibandingkan dirinya, Felicia yang sejak kecil dididik dalam lingkungan kaya jauh lebih cocok untuk Nathaniel.

Sedangkan dia, di mata mereka, hanyalah hiburan sementara yang disayangkan karena tampak menyedihkan.

Adelina teringat, hadiah yang diberikan Nathaniel untuk Felicia selalu berbeda dengan permen yang dia dapat.

Sekarang kalau diingat, perbedaan antara sesuatu yang diberikan dengan hati dan sesuatu yang asal diberi, terlihat sangat jelas.

Dia memang bukan tipe yang suka memaksa, meski pertunangan itu secara teknis memang miliknya.

Dia pernah bicara pada Kakek tentang keinginannya membatalkan pertunangan itu. Tapi kakek sangat menyayanginya, dan mengira dia sedang diperlakukan tidak adil, sampai ingin turun tangan untuk memberi pelajaran pada Nathaniel. Tapi dia langsung menahan Kakek, dan dengan tenang memohon agar Kakek menyetujuinya.

Kakek akhirnya mengangguk. Hanya saja, sebelum pertunangan itu benar-benar dibatalkan, dia justru dijadikan kambing hitam menggantikan Felicia masuk penjara.

Barulah sejak saat itu, dia mulai benar-benar menyadari di mata mereka, kehadirannya hanyalah sesuatu yang bisa ada atau tidak, tak penting.

Bahkan bisa dibilang, selain Kakeknya, seluruh Keluarga Wijaya, termasuk Nathaniel, sebenarnya tidak pernah menyambutnya dengan tulus. Kehadirannya seperti penyusup yang tiba-tiba masuk, mengacaukan keharmonisan keluarga mereka yang tampak hangat.

Mereka memang tak pernah mengatakannya secara langsung, tapi sikap mereka sangat jelas menunjukkan penolakan. Padahal, apa salahnya dia?

Sejak kecil dia bertahan hidup di panti asuhan, bahkan setelah diadopsi pun, dia hidup dengan sangat hati-hati.

Dia sempat berpikir, orang tua kandungnya pasti sangat menyayanginya, karena itulah mereka mencari dia tanpa kenal lelah.

Tapi kenyataan memberi tamparan keras padanya.

Mereka sudah punya seorang putri angkat yang sangat mereka cintai dan manjakan sepenuh hati. Beda dengan dia yang tumbuh dari lumpur, dari tempat yang kotor dan keras. Mereka merasa jijik padanya, merendahkannya. Bahkan, kalau bukan karena ikatan darah, mereka mungkin sama sekali tak akan mengakui keberadaannya.

Saat itu, satu-satunya orang yang memperhatikan perubahan suasana hatinya hanyalah Nathaniel. Dia akan mengeluarkan permen dan mencoba membuatnya tersenyum.

Bagi Adelina, Nathaniel saat itu seperti secercah cahaya. Tapi cahaya itu hanya menyentuhnya sebentar lalu menghilang.

Tiga tahun di penjara, semua itu sudah cukup, dia sudah membayar lunas utangnya kepada Keluarga Wijaya, atas darah dan kehidupan yang diberikan pada awalnya.

Semua yang disebut-sebut sebagai ikatan darah dan kasih keluarga? Dia tidak butuh lagi.

Nathaniel pun, dia tidak butuh lagi.

Mobil perlahan masuk ke halaman rumah Keluarga Wijaya.

Begitu mobil berhenti, seorang gadis mengenakan gaun putih bersih muncul mendekat. Wajahnya yang putih dan mungil dipenuhi senyum ceria.

"Kakak Nathaniel, kenapa baru datang? Aku sama Kakak Kedua sudah lama nunggu kamu."

Leonard menyusul di belakangnya, langsung menyampirkan mantel ke tubuh gadis itu.

Namun senyum di wajah Felicia seketika membeku saat matanya menangkap sosok Adelina. Seolah baru saja merasa tersakiti, mata indahnya langsung memerah, tampak seperti menahan air mata.

"Adelina? Kenapa kamu ada di mobil Nathaniel?"

Leonard langsung bertanya, keningnya berkerut dalam tanda tak senang.

"Ketemu di jalan. Kamu nggak kirim orang buat jemput dia?" kata Nathaniel datar.

Ucapan itu membuat Leonard terdiam. Haruskah dia bilang kalau sebenarnya dia memang sudah datang, tapi karena kesal dengan sikap Adelina, dia meninggalkannya begitu saja?

"Sepertinya Kakak Kedua lupa." Suara Felicia terdengar lembut, "Kak Adelina, kenapa kamu nggak telepon rumah?"

Nada bicaranya ringan dan manis. "Untung ketemu Kakak Nathaniel di jalan."

Kalau orang lain yang mendengar, pasti akan mengira dia gadis yang berhati baik dan penuh pengertian.

Adelina pun pernah berpikir begitu saat pertama kali kembali ke rumah Keluarga Wijaya, mengira Felicia benar-benar polos dan baik.

Namun setelah berkali-kali difitnah, dia akhirnya sadar, ada sebagian orang yang sangat pandai menyembunyikan diri di balik wajah manis dan lemah, berpura-pura penuh kasih dan pengertian.

Masalahnya, Keluarga Wijaya sangat mudah luluh dengan sikap seperti itu. Bagi mereka, Felicia adalah sosok putri dan adik yang paling ideal.

"Kak Adelina, senang sekali kamu pulang. Aku, Ayah, Ibu, dan para kakak semua bahagia," ucap Felicia dengan senyum manis secerah bunga yang mekar.

Tatapan Leonard pada gadis itu penuh kelembutan dan kasih sayang.

Apakah Keluarga Wijaya benar-benar bahagia melihatnya pulang, Adelina tak tahu, dan juga tak ingin tahu.

Yang dia pedulikan hanya satu, Kakek.

Kalau Kakek melihatnya, pasti akan bahagia.

Ada desakan kecil yang muncul di hatinya, sedikit harapan, sedikit tidak sabar.

"Adelina, Felicia sedang bicara sama kamu, kamu nggak dengar?"

Leonard menatapnya tajam penuh amarah, seperti sedang menatap musuh.

Felicia menggigit bibir pelan, lalu menarik lengan Leonard.

"Kakak Kedua, jangan begitu. Kak Adelina memang dari dulu nggak suka aku, dia nggak mau bicara juga wajar. Aku sudah terbiasa kok."

Perkataan itu justru membuat Leonard makin marah, dan langsung membentak Adelina,

"Felicia nggak berutang apa pun padamu!"

Adelina hanya merasa semuanya sangat lucu.

"Dia nggak berutang apa pun padaku? Lalu apa aku yang berutang padanya?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 50

    Suara Adelina tetap tenang, tapi tatapannya mengandung ejekan yang begitu jelas.Dia menatap Leonard tanpa gentar, tatapan itu justru membuat Leonard merasa malu tanpa alasan. Seolah Adelina bisa menembus isi hatinya, jernih dan tajam, lalu perlahan berubah menjadi tatapan penuh sindiran.Adelina merasa bersyukur, setidaknya dirinya tidak seperti Keluarga Wijaya yang bisa mengucapkan hal-hal tak masuk akal seolah-olah mereka paling benar.Seperti sekarang."Aku sudah menurut pada kalian, aku sudah putuskan pertunangan dengan Nathaniel. Sekarang kendali soal pernikahan itu ada di tangan Keluarga Laksana. Jadi kalau Nathaniel menolak bertunangan dengan Felicia, bukankah itu masalahnya Felicia?"Satu kalimat itu saja cukup membuat wajah Leonard merah padam karena marah dan malu. "Adelina, kamu berani bilang semua ini nggak ada hubungannya sama kamu?"Adelina menjawab dengan dingin, "Kenapa nggak berani? Kamu kira aku sama penakutnya kayak kalian? Apa yang harus aku lakukan, sudah aku laku

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 49

    Saat itu, tiba-tiba saja Felicia memotong ucapan Nathaniel. "Kakak Nathaniel, aku sebenarnya lumayan suka main catur, hanya saja belum sempat belajar. Kakak Nathaniel bisa ajarin aku nggak?"Nathaniel mengangguk setuju, tapi belum sepenuhnya melupakan apa yang tadi ingin dia katakan. Hanya saja sebelum sempat lanjut bicara, Adelina sudah berdiri, lalu langsung berkata pada Kakek Herman, "Kakek Herman, sepertinya hari ini aku nggak bisa lanjut main. Nanti kalau aku ada waktu lagi, aku datang untuk menemani Kakek main catur."Meskipun Kakek Herman agak kecewa, beliau tetap mengangguk pelan.Mereka masih mengobrol, tapi Adelina malah memilih langsung bicara ke Kakek Herman begitu saja, jelas sekali tidak menganggap mereka yang lain penting.Diperlakukan dingin seperti itu lagi oleh Adelina membuat wajah Nathaniel berubah muram.Di mata Felicia sekilas muncul ekspresi kesal, tapi dia segera mengangkat wajah dengan raut seolah-olah sedang merasa tersinggung. Sementara Leonard yang memang ta

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 48

    Senyuman di wajah Felicia seketika menegang.Bisa masuk Perusahaan YJ tadinya adalah hal yang paling ia banggakan. Bagaimanapun juga, merek desain milik YJ cukup terkenal, baik di dalam maupun luar negeri.Tapi itu sebelum dia melihat Adelina juga berada di sana.Begitu bayangan Adelina melintas di benaknya, tatapan Felicia langsung memancarkan rasa iri dan benci yang ia sembunyikan rapat-rapat."Felicia bilang, direktur desain di kantornya sangat menghargai kinerjanya, bahkan mencalonkan dia untuk mewakili perusahaan di lomba desain yang diadakan di Kota Lautanagara. Kabarnya, acara ini juga didukung langsung oleh pemerintah dan akan disiarkan secara langsung."Bu Nadya yang menyebutkannya, wajahnya penuh dengan kebanggaan, seolah pencapaian itu adalah miliknya juga.Bu Ratna sedikit terkejut, tapi senyumnya justru semakin hangat dan ramah.Setelah basa-basi beberapa saat, Pak Satrio mulai masuk ke inti pertemuan, "Felicia sampai ikut lomba desain sekarang, kabar ini sudah disampaikan

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 47

    [Tidak.]Adelina langsung membalas pesan itu dengan satu kata, lalu meletakkan ponselnya dan pergi mandi.Setelah selesai mandi dan keluar lagi, beberapa notifikasi pesan sudah masuk ke ponselnya. Dia hanya sekilas melihat isi pesannya, lalu membalas singkat:[Aku sementara belum berniat kembali ke dunia desain.]Orang itu pernah bilang, bakat terbesarnya sebenarnya bukan di desain, tapi di bidang komputer.Dengan cekatan, dia keluar dari akun tersebut dan masuk ke akun utamanya. Baru saja masuk, satu pesan dari Reynard langsung masuk.Isinya, menanyakan apakah dia punya waktu luang besok.Adelina langsung teringat bahwa besok dia berencana mengunjungi Kakek Herman. Tapi Reynard mencarinya karena urusan apa? Apa ada sesuatu yang terjadi di perusahaan?[Pak Reynard, ada urusan kantor?][Bukan. Urusan pribadi.]Adelina sedikit terkejut, tapi tetap menjawab apa adanya,[Besok aku tidak ada waktu.][Baik.]Karena bukan urusan pekerjaan, Adelina pun merasa lega. Meski begitu, tetap saja ada

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 46

    Tapi saat memikirkan kondisi Keluarga Laksana yang sekarang sedang berada di puncak kejayaan, sedangkan Keluarga Wijaya justru makin merosot, pertunangan ini memang harus segera disepakati secepatnya.“Felicia nggak perlu khawatir. Nanti begitu ayahmu pulang, Ibu akan minta dia cari waktu untuk bicara ke Keluarga Laksana. Kalau bisa, kamu langsung tunangan dulu dengan Nathaniel. Gimana, senang nggak?”Bu Nadya tentu bisa melihat isi hati Felicia.Wajah Felicia langsung bersemu merah malu, tapi sorot matanya penuh sukacita. Ia manja-manja ke arah ibunya.“Ibu, kamu mengejek aku, ya...”...Langit perlahan makin gelap. Di kejauhan, sebuah mobil hitam mewah melaju masuk ke area vila.Begitu melihat mobil itu, Felicia langsung berseru senang dan bangkit berdiri.“Ibu, Kakak Kedua, Ayah sudah pulang!”Sambil berkata begitu, dia langsung berlari ke luar.Bu Nadya pun tersenyum dan ikut keluar. Leonard menyusul di sebelahnya. Tapi baru saja mereka sampai di halaman, tiba-tiba terdengar suara

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 45

    Setelah baru saja menyelesaikan urusannya, Karina kembali sambil membeli kopi. Begitu masuk, dia langsung melihat Felicia berdiri di sana.Seketika ia merasa aneh."Bu Karina, kamu sudah kembali?"Wajah Felicia sudah kembali tenang, suaranya datar, seolah tak terjadi apa pun. "Mau kopi apa? Tadi aku ada urusan, makanya baru datang buat pesan kopi."Karina juga tidak curiga apa-apa, sementara pelayan yang tahu situasinya cuma melirik tanpa berkata apa-apa.Setelah keduanya memesan kopi dan kembali ke departemen desain, Felicia terlihat terus-menerus gelisah.Pikiran tentang apa yang dikatakan Nathaniel pada Adelina terus mengganggunya. Felicia diliputi kecemasan, intuisi dalam hatinya jelas memberi tahu bahwa Nathaniel tidak sepenuhnya tak tertarik pada Adelina.Semakin dipikirkan, rasa krisis dalam hatinya pun makin menguat....Sore hari saat jam pulang kantor.Leonard melihat Felicia keluar. Senyumnya belum sempat berkembang sempurna, sudah langsung membeku, lalu ia panik dan nadanya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status