Eleanore jatuh tersungkur di hadapan dokter yang menangani Ken. Pria yang dia acuhkan dan dia diamkan selama satu tahun ini mengalami luka dalam cukup parah hingga membutuhkan donor darah rhesus negatif, darah yang sulit dicari dan rumah sakit kehabisan stok."Darah saya sama seperti tuan Ken, Nona. Biar saya yang mendonorkan darah," kata Justin mengajukan diri.Beruntung sekali Ken bisa terselamatkan berkat donor darah dari Justin sang pengawal Eleanore. Namun meskipun darah sudah didapat, Ken tidak akan siuman dalam waktu sebentar. Ken dinyatakan mengalami koma dan para dokter tidak bisa memastikan kapan pria itu terjaga."Lakukan apa saja untuk keponakanku. Berapa biayapun akan kami bayarkan!""Maaf, Raja. Bukannya kami tidak bisa menyelamatkan Tuan Ken, tetapi luka dalam yang menyentuh organ vitalnya membuat Tuan Ken tak sadarkan diri," ungkap Dokter Jamie memberi penerangan.Henryco pun terlihat syok mendengarkan penuturan sang dokter. Mereka tak menyangka jika dua peluru di tubu
"Selamat pagi, Nona Eleanore."Seorang wanita menyambut kedatangan Eleanore dengan ramah lalu mengiringi langkah sang nona menuju suatu ruangan. Eleanore berjalan tampak anggun, dress yang dipakainya menarik pandangan semua orang bukan karena mahal, tetapi pakaian itu hasil rancangan dirinya sendiri.Sudah dua tahun ini Eleanore menekuni bidang fashion dan sesekali mengajari anak-anak panti asuhan belajar bermain Cello juga piano. Eleanore benar-benar berubah, dia menjelma menjadi wanita yang kuat dan pekerja keras."Apa agenda pekerjaanku hari ini, Anne?" tanya Eleanore sembari duduk di kursi kerjanya."Sampai esok lusa, tidak ada agenda penting, Nona. Semua sudah teratasi. Agenda padat di tanggal 1 bertepatan dengan tahun baru.""Syukurlah aku bisa istirahat. Aku lelah dan ingin merebahkan tubuhku di kasur, Anne," kata Eleanore menghirup napas panjang lalu menggeliat melepas lelah."Ya anda perlu mengistirahatkan tubuh anda, Nona. Hampir satu bulan ini banyak kegiatan yang menghabis
["Karena kamu. Istriku meninggal."]["Sehari saja apa kamu tak bisa duduk diam di kamar?"]Gadis kecil bermata hansel itu hanya tertunduk diam saat sang ayah memarahinya. Penyebabnya hanya satu, ia memecahkan vas kesayangan hadiah dari raja untuk ayahnya. Bukan karena disengaja, tetapi lantainya licin sehabis dibersihkan oleh para pelayan.["Kamu selalu saja membuatku kesal dan marah."]Satu sosok yang sebagian orang menganggap ayah adalah seorang pahlawan dan cinta pertama putrinya, hal itu tak berlaku bagi gadis kecil tersebut.Pria yang dipanggilnya ayah itu tak pernah sekalipun memanjakan atau menyayanginya. Hanya bentakan ataupun tatapan dingin yang selalu ditujukan padanya.["Kalau saja kamu tak pernah ada di sini."]Beberapa penggalan kalimat itu menjadi andalan sang ayah ketika memarahinya, ia tak tahu apapun dan tak bisa bertanya mengapa sang ayah begitu emosi kepadanya. "Nona, kita makan yuk." Sang pengasuh yang sudah dianggapnya ibu mengajak makan. Sejak tadi pagi hingga s
Pria berwajah blasteran Asia dan Amerika itu terlihat menghela napas panjang. Ia tahu perdebatan ini tidak akan menemukan titik terangnya. Percuma baginya untuk mendengar keluhan lelaki tua yang terus menggerutu."Jika tahun depan kau tak menikah juga maka ayah akan mencarikanmu jodoh," tutur seorang ayah kepada anak lelakinya."Apa yang kau tunggu, Kak?" tanya sang adik dengan memakan kue muffinnya."Aku akan mencari istriku sendiri. Kalian tidak perlu mencampuri urusanku." Lelaki itu segera beranjak meninggalkan ayah dan adiknya.Di usianya sudah hampir memasuki kepala tiga, Ken belum jua mendapatkan jodohnya. Tak ada satupun gadis yang cocok dengannya, banyak dari mereka yang ingin dinikahi oleh Ken. Namun Ken selalu menolak, tak ada getaran dari hatinya. Ia ingin mencari sendiri cintanya. "Kalau kamu tidak mau ayah carikan. Maka ayah terpaksa menyuruh pamanmu mencarikannya. Maka kamu tidak akan bisa menolak!" teriak sang ayah dengan tegas.Meskipun sang ayah sudah menyebut nama
Namaku Eleanore semua orang memanggilku dengan El. Sejak kecil hidupku sudah diatur dengan tata cara kerajaan. Paman Pedro adalah menantu dari kerajaan yang ada di negara ini. Aku dibesarkan tanpa mengenal seorang ibu. Kata kakak pertamaku, ibu meninggal saat melahirkan di usia yang tidak begitu muda lagi. Ibu pemain harpa yang terkenal di masanya. Sejak ibu meninggal ayah tidak pernah mengijinkan siapapun untuk memainkan alat musik itu. Ayah tidak pernah dekat denganku. Aku tidak tahu apa yang menjadi sebab ayah tak pernah mau mendekatiku. Apakah ayah begitu membenciku? Apa aku yang menjadi sebab ibu meninggal?Di kastil ini yang disebut rumah bagiku adalah pemberian raja untuk ayah karena jasanya. Ayah adalah perdana menteri kepercayaan raja. Apakah aku beruntung bisa hidup dengan segala kemewahan di kastil ini? Tidak. Aku justru membenci tempat ini di mana semua serba diatur. Aku memiliki dua pengawal pribadi yang setia menemani kemanapun aku pergi. Bukan itu yang kuinginkan. Aku
Tiga jam lagi menjelang pernikahan putri raja dan aku belum siap sama sekali. Berbanding terbalik dengan kakak perempuanku, ia sudah berhias diri satu jam lalu dan kini sudah berada di istana sebab Princess Emilita adalah kawannya. Ia akan menjadi pengiring pengantin nanti."Nona, apa tidak bersiap diri? Anda harus berdandan cantik hari ini."Ada seorang wanita yang mengeluhkan penampilanku yang masih mengenakan pakaian santai, ia terlihat menggigit bibirnya sendiri dan sesekali duduk di sampingku. Aku sengaja melakukannya toh diriku tak ada andil dalam pernikahan tersebut."Nona, ayolah. Bibi Brigith tadi menyuruh saya untuk memberitahu nona agar segera mandi," ucap Hellen. Pengawal setia yang selalu menemaniku ke mana saja.Lucu melihat mimik wajahnya yang memanyunkan bibir karena aku tak mendengarkannya. Ia akan kena omelan bibi Brigith jika tak menjalankan tugasnya."Nona ..." Aku pura-pura tak mendengar dan senang menggodanya kalau aku tak menanggapi perkataannya. "Tinggal berpa
"Aduh bibi pelan-pelan."Inilah yang paling aku tak suka saat menghadiri sebuah pesta apapun. Aku harus memakai korset sebelum memakai gaun, pakaian dalam ini membuatku sesak napas jika sedang menggunakan dan benda ini dipakai hanya untuk memperlihatkan bentuk tubuh yang indah. Aneh, bukan?""Bibi sudah pelan, Nona," kata bibi Brigith membantuku memasangkan pakaian yang membuatku membenci benda satu ini."Aku benci pakai ini. Oh Tuhan aku ingin sekali merubah aturan berpakaian para wanita di sini. Aku merasa seperti benda yang diikat." Aku mendengkus kesal setengah mati, rasanya ada air panas di kepalaku dan siap dituang."Hellen, jangan tertawa! Bantuin bibi biar cepat selesai." Hellen tertawa karena perkataanku. Namun benar juga perkataanku, bukan? Setiap kali bibi memasangkan kain yang ada talinya ini ke tubuhku lalu mengikatnya dari belakang maka aku seperti jemuran yang diikat di pohon."Apa tidak ada gaun yang membuat pemakainya nyaman?"Aku terus menggerutu walau bibi sudah se
Jika ada yang menyukai sebuah pesta apalagi untuk seorang pria itu adalah Ken. Pria penyuka segala hiruk pikuk gemerlap malam tersebut akan hadir tepat waktu dan tak mensia-siakan kesempatan mencari sesuatu yaitu perempuan yang diajaknya kencan tanpa melakukan hubungan di atas ranjang, ia membenci hal itu.Ken bersiul dan bersenandung gembira kala berada di dalam mobil. Nthan melirik sahabatnya dari kaca spion, tak seperti biasanya pria di belakang itu bernyanyi kecil. Ia tahu ada alasan di balik itu semua."Siapa yang akan kau incar lagi, Ken?" tanya Nthan seakan tahu isi pemikiran di dalam otaknya."Entahlah yang pasti gadis cantik menurut pandanganku," kekehnya membayangkan hal yang akan terjadi nanti. Ia bisa leluasa keluar masuk ke istana dan siapa yang tak mengenal dirinya."Sesekali berkencanlah dengan serius, Ken. Usiamu tak muda lagi, bukan?" "Lalu bagaimana dengan dirimu sendiri, Nthan? Aku tak pernah melihatmu mengencani wanita." Ken membalas perkataan sahabatnya yang sela