Tak lama berselang. Saat para tamu undangan sudah mulai berdatangan. Mereka memerhatikan dua orang yang baru saja datang.
"Sa! Itu yang mengadakan pesta ini. Dia duda kaya raya. Punya anak cewek seumuran kita."
"Yang tua itu?"
Melinda manggut-manggut.
"I-itu Om kamu?"
"Iya, kenapa?" tanya Melinda dengan mata yang mengerjap.
"Emang kamu mau, udah tuwir begitu?"
Melinda tersenyum lalu berbisik, "yang penting duitnya."
Mereka berdua tertawa bersama.
"Ssst!"
"Apaan, Lind?"
"Kamu lihat yang baru datang itu?"
"Yang mana sih?"
"Issshhh!"
Melinda menarik lengan Salsa. Untuk maju beberapa langkah mendekat.
"Kamu lihat laki-laki barusan yang datang."
"Itu, pakai kemeja hitam?"
"Iya. Dia pengusaha muda dengan bisnis yang seabreg. Dan, dengar-dengar dia juga seorang duda."
"Haaahhh? Duda, Lin?"
"Iya. Gimana, ganteng banget 'kan?"
Salsa hanya mengangguk. Sem
Tampak Salsa mulai gundah. Kecemasan bergelayut di wajahnya. Dia mulai panik. Ingin segera pergi dari tempat ini."Sekarang aku mulai ingat. Siapa kamu?" seru Adrian.Langkah Adrian mendekati Salsa. Yang semakin tetrunduk berusaha menyembunyikan wajah cantiknya.Adrian sedikit membungkuk. Lalu mencuri pandangn ke arah wajah Salsa."Kalau tidak salah. Kamu istri Romy. Iya 'kan?"Deg!Jantungnya serasa mau copot. Kedua mata Salsa membulat lebar. Dia benar-benar terkejut. Mendapati lelaki yang pernah dikenalkan padanya waktu itu. Saat datang bersama Amelia. Kini ternyata hadir dalam acara ini dan masih mengenali dirinya.Sejenak Salsa terdiam. Dia pura-pura tak mengenal Adrian. Tangannya bergerak menyambar segelas cocktail yang ada di hadapannya."Kau jangan pura-pura deh. Mau pakai gaun jenis apa pun. Aku masih bisa mengenali kamu."Salsa pun pasrah. Dia memberanikan dirinya menatap wajah Adrian. Yang tengah tersenyu
Adrian tersungging sinis."Mereka sama-sama menikmati.""Termasuk kamu? Bukannya kamu kekasih Tante 'kan?"Terdengar tawa Adrian yang kencang."Inginku sih seperti itu. Tapi, sulit merubah cinta yang sudah terlanjur berlabuh di dermaga lain."Seketika Salsa merasa dadanya berdebar-debar. Dia tahu yang dimaksud oleh Adrian."Pasti kamu bisa mendapatkannya kalau serius," celetuk Salsa."Aku paling tak suka memaksa wanita. Apalagi dalam menjalin sebuah hubungan. Sebaliknya aku juga begitu."Mendengar perkataan Adrian. Salsa langsung menundukkan pandangannya. Dia merasa tersindir dengan ucapan Adrian."Kenapa kamu? Merasa tersindir?""Entah, Adrian. Pasti kamu mengerti sedikit tentang cerita kami. Terkadang aku ingin kembali di awal. Saat orang tua Romy melamar aku. Jika akhirnya akan seperti ini. Pasti aku akan menolak lamaran itu.""Kita bukan peramal yang tahu nasib kita, Viona atau Salsa aku memanggilmu?"
Jantungnya semakin berdetak tak karuan. Saat pintu dari kamar yang ada di depan mata. Mulai terbuka lebar."Ayo masuk, Sayang!" Suara dari kamar di depan mereka terdengar sangat jelas.Dan ....Membuat Salsa sudah panas dingin tak karuan. Dia melihat sepasang wanita pria, dengan kisaran umur kepala tiga. Tengah beradu bibir.Pandangan mata Salsa lekat. Dengan tarikan napas yang terdengar kencang. Melihat setiap adegan yang disuguhkan di depan mata.Perlahan tangan sang lelaki bergerak meraba seluruh tubuh sang wnaita. Dan mulai menanggalkan pakaiannya.Sesekali Salsa menutup mata dan mulutnya. Tak menyangka akan menyaksikan hal ini. Dia pun mulai mendengar suara desahan. Yang tak jauh darinya.Saat dia menoleh ke arah Melinda. Seketika Salsa terperanjat. Dia sampai menggeser duduknya. sedikit menjauh.Kini dia disuguhkan dua adegan panas yang nyata dia lihat. Dadanya semakin bergemuruh. Terasa sesak. Buru-buru Salsa keluar dari
Tangannya terus memukul dada bidang Adrian. Suara jerit tangis Salsa kian meledak dalam dekapannya."Sebaiknya kau pulang! Ini sudah terlalu larut malam.""Aku menunggu Melinda, Adrian.""Jangan naif. Dia tak akan pulang malam ini. Apalagi dengan bandot tua itu."Salsa terlihat ragu. Tapi, dalam pikirannya. Benar apa yang dikatakan Adrian. Dia pun menarik tubuhnya dari dekapan Adrian. Mengusap kasar wajahnya."Kirim pesan ke teman kamu itu. Biar aku yang antar!""Kamu, mau antarin aku pulang?" Salsa mendongak pada lelaki yang terlihat baik padanya."Memangnya aku terlihat suka berbohong?"Sedikit senyum mengambang di raut wajah Salsa. Setidaknya apa yang dikatakan Adrian mampu membuat hatinya jauh lebih tenang."Baiklah. Aku akan kirim pesan pada Melinda sekarang."Seraya dia berjalan mengikuti langkah Adrian yang menuju pelataran parkir. Menuju ke salah satu mobil mewah."Kenapa kamu tak ingin merebut hati
Salsa mengembuskan napas panjang."Dari mana kamu?"Tiba-tiba, sebuah suara keras dan lantang menegurnya. Membuat Salsa hampir melompat. Dia benar-benar terkejut.Saat menoleh. Romy sudah berdiri di ambang pintu kamar. Dia melihat Salsa dari ujung rambut hingga kaki."M-Mas Romy?""Dari mana kamu? Masa ke malll pakai baju kayak ke pesta?"Sesaat Salsa tersadar dengan pakaiannya. Buru-buru dia mendekap bagian dada."Jawab!" bentar Romy."A-aku baru dari rumah teman. Ada pesta di rumahnya."Buru-buru Salsa berjalan menuju kamarnya sendiri."Berhenti! Jangan bergerak ke mana-mana!" sentak Romy benar-benar marah."Maafkan aku, Mas Romy. Enggak akan aku ulangi lagi.""Kamu mabuk?""Haaahhh? E-enggak kok!"Romy yang terlihat kesal, menghampiri Salsa. Lalu menarik lengannya dengan kasar. Dan menghempaskan tubuh Salsa di atas kasur.Kraaakkk!Membuat gaun pesta itu robek di
Kini keduanya terhempas lunglai. Setelah kenikmatan paling puncak telah mereka raih. Romy membiarkan Salsa tertidur di atas tubuhnya. Dia pun membelai rambut sang istri. Sesekali mengecupnya mesra.Seolah Romy melupakan seseorang yang tengah menunggu janji dirinya. Janji yang baru saja terucap. Untuk saling merangkai ikatan tali percintaan mereka. Benteng pertahanan yang selama ini Romy pertahankan akhirnya runtuh juga. Bersamaan dengan hasrat yang tak terbendung.Hingga pagi menjelang. Romy terbangun dan sangat terkejut mendapati kepala Salsa yang tidur di lengannya. Sontak dia duduk dan memperhatikan sekeliling ruang."Kamar Salsa?" Lalu Romy menoleh pada istrinya yang masih terlelap. Sembari Romy mencoba mengingat kejadian semalam."A-apa kami melakukannya?"Dia menyingkap selimut. Kedua bola matanya terbelalak. Sungguh Romy sangat terperanjat. Melihat tubuhnya tanpa bungkus apa-apa.Saat dia menyingkap selimut Salsa. Romy terperangah. Tu
Salsa sengaja membiarkan Romy di kamar. Dia memang tak ingin mangganggunya. Bergegas Salsa meracik semua bumbu. Dan siap masuk penggorengan.Hanya dalam waktua sekian detik. Aroma sedap sudah mulai tercium. Senyum terus mengembang di wajah Salsa."Pasti Mas Romy suka!" tegas dia pecaraya diri.Kemudian dia mengaduk kopi susu kesukaan Romy. Tak lupa dia menambahkan air dari Tante Molly."Perfecto!"Langkahnya sangat yakin. Salsa meletakkan sepiring nasi goreng dan kopi susu di meja makan. Setelah memandang sekilas. Dia melangkah ke arah kamar Romy.Tok tok tok!"Mas Romy!"Masih belum ada sahutan sama sekali."Mas Romy, aku buatkan sarapan nasi goreng spesial, sama kopi susu. Sukaannya Mas Romy semua."Tetap tak ada jawaban. Membuat Salsa cemberut dan kesal. Sampai akhirnya terdengar suara handle pintu yang bergerak.Perlahan pintu terbuka. Romy sudah terlihat rapi dengan tampilan maskulin. Aroma parfu
Senyum terus mengembang di wajah Salsa. Membuat Linda turut bahagia. Dia meraih telapak tangan Salsa."Kamu harus percaya diri. Kamu bukan seorang wanita yang bisa dianggap remeh.""Terima kasih ya, Lind.""Aku datang ke sini. Karena semua pesan dan telepon aku enggak kamu angkat sih."Sontak Salsa terperangah, terkejut. Dia langsung teringat akan ponselnya. Dia mencari di dalam tas yang ada di sofa."Pantas, ponsel aku mati. Aku lupa charge deh. Sorry ya. Lind.""Ihhh, enggak apa-apa deh. Aku cuman takut aja kamu ini marah sama aku."Pandangan mata Salsa beralih pada Melinda. Lalu membalas tatapannya."Ke-kenapa aku harus marah?""Yah, mungkin karena semalam aku enggak bisa langsung pulang. Terus kamu marah aku ajak ke tempat begituan."Seketika terdengar suara tawa Salsa yang tergelak."Sumpah, Lind. Pertama kali lihat begituan aku sebenarnya syok. Dan lebih syok lagi saat lihat kamu," cetus S