Share

Mendekap Waktu

Langit pagi yang terik terbentang luas di atas Georges Hat. Menabuh genderang pada pasang-pasang mata yang terpejam di dalam tenda. Termasuk pada Edhi, penguasa Georges Hat. Kecuali,si Juru Masak Eric, pekerja kasar dan seorang pemuda berambut ikal yang tempo hari menyusup ke dalam mobil jeep.

Pemuda berusia 20 tahun itu bernama Jack. Hanya Jack. Jack adalah pemuda yang bertahan hidup di Gostell, sebagai supir yang mengemudikan mobil-mobil besar dan alat-alat berat. Jack juga memiliki keahlian di dunia mesin, walau ia bukan tamatan sekolah permesinan. Bahkan Jack tak pernah mengenyam bangku sekolah.

Jack pemuda yang mudah bosan dengan bidang kerja yang ia jalani, bila ia sudah bisa mengusainya, bahkan ahli. Ia pergi dari Gostell lantaran ingin melihat sisi dunia selain yang tampak di Gostell. Karena itu, kemarin ia menyelinap masuk ke dalam sebuah mobil jeep yang pintu-pintunya tidak dikunci di sebuah bengkel mobil.  

Namun sialnya, mobil jeep itu malah mengangkut banyak barang belanjaan bahkan sapi, kambing dan banyak ayam dari Pasar Lilie, Kota Herbone. Akibatnya dirinya harus berhimpitan, hampir sesak tertimpa banyak belanjaan di bagian belang mobil.

Tapi, untungnya mobil jeep itu berhenti di tujuan saat menjelang malam, di pertengahan pergantian siang menuju malam. Jadi, Jack bisa sigap menyelinap keluar saat orang-orang tak dikenal menurunkan dan mengeluarkan belanjaan di mobil.

Sekoyong-koyong ia berlari mencari tempat sembunyi di balik truk-truk kontainer kala anjing-anjing menggonggong tak jelas atau entah karena mereka sangat peka terhadap kehadiran orang asing di sekitar mereka. Di balik ban besar yang menopang rangkaian kontainer Jack menyembunyikan dirinya dari sorot-sorot lampu senter.

“Padahal, aku jauh dari mereka,” ucap Jack di tengah nafas yang menderu-deru, di tengah jantung yang berdegup-degup, dan di tengah keringat yang meluncur dari kulit-kulitnya.

Ketika melihat sebuah sinar lampu sorot datang mendekat dari sisi truk yang berbeda, maka Jack sigap merapatkan tubuhnya pada ban trus yang besar. Perlahan ia mengintip langkah kaki dari kolong truk kontainer.

Jack menggeser tubuhnya perlahan begitu melihat sepasang kaki terlihat hendak memutari truk untuk memeriksa. Bertambah keras degup jantung di balik dada Jack. Ia benar-benar gugup, cemas, panik, takut akan ketahuan oleh mereka. Bisa-bisa lehernya digorok.

Lantaran panik dengan suara langkah kaki yang semakin dekat dengan sorot lampu senter di belakang dari belakang truk, tak disadari tangan Jack meraih Handle pintu mobil truk. Ternyata pintu truk tak dikunci. Jack pun lekas naik ke atas, masuk ke dalam truk. Setelah menguncinya dari dalam, Jack sembunyi di bawah jok sambil mencuri dengan percakapan orang-orang di sekitar truk.

“Kau lihat sesuatu?” 

“Tidak, tapi tadi aku mendengar sesuatu. Apa kau dengar?”

Selang 20 detik usai memeriksa sekitar truk dengan bantuan lampu senter, salah satu di antara mereka berkata, “Sudahlah. Mungkin hanya suara seekor kucing.”

“Ayo pergi.”

“Eh tunggu, bukankah malam ini Tuan Edhi akan pergi menggunakan truk?”

Tiba-tiba kawannya tertawa terkekeh. Lalu mendekap mulutnya supaya tak terdengar keras. “Kau benar. Dan ini semua disebabkan ulah anak buahnya yang konyol itu.”

Satu orang dari mereka terdengar menarik nafas, lalu berkata, “Memang sudah nasib Tuan Edhi harus bepergian dengan truk. Padahal, tadinya Tuan Edhi akan pergi siang tadi menggunakan truk, lantaran mobil jeepnya dibawah 2 anak buahnya ke bengkel dan ke pasar.”

“Ya, aku tahu itu. Tiba-tiba pertemuan Tuan Edhi dan kawannya diganti menjadi malam.”

“Dan malamnya, tiba-tiba Bomba dan Mike pulang ke Georges Hat ini dengan mobil penuh kotoran sapi, kambing dan ayam.”

Lalu disambut tawa terbahak mengingat kekonyolan dua anak buah Edhi bernama Mike dan Bomba. “Akhirnya Tuan Edhi tetap menggunakan truk malam ini.”

Kelakar tawa dari tiga laki-laki di luar truk terdengar keras di tengah gelap malam. Namun tetiba, suara tawa mereka lenyap, sat mendengar suara Edhi meminta Lindhan menyiapkan truk yang akan digunakan.

“Aku tidak mau tahu. Truk yang akan mengantarku harus dalam kondisi baik dan wangi.” Suara Edhi begitu keras dari dalam rumah mobil mewahnya.

Tergesa Lindhan memeriksa truk-truk yang terparkir, lalu ia bertanya pada para 3 pekerja yang berbincang di dekat kepala truk.

“Tuan Edhi, meminta satu truk untuk pergi malam ini. Mana truk yang paling bersih dan nyaman?” tanya Lindhan.

“Oh, ahmm... yang ini saja. Karena tadi sore Daren baru mencuci dan membersihkan truk ini, termasuk kaca, jok dan karpet,” jawab salah satu laki-laki.

Lindhan pun lekas menanyakan keberadaan Daren, supir truk ini. Karena Edhi meminta truk ini di pindahkan ke dekat mobil Edhi. Lindhan meminta tiga laki-laki itu yang tak lain pekerja Georges Hat segera mencari Daren. 

“Katakan pada Daren. Dirinya dan truk ini ditunggu Tuan Edhi sekarang,” kata Lindhan. 3 laki-laki itu pun pergi mencari Daren.

Setelah Lindhan pergi dari sekitar truk itu, Jack yang mendengar percakapan mereka berempat di luar truk mendapatkan sebuah ide. Ia akan menyamar menjadi Daren, mengemudikan truk itu.

“Ah! Bagaimana dengan kuncinya?” Jack pelan dan kesal. Lalu tiba-tiba ia teringat cara-cara mencuri mobil, hanya dengan menggunakan kawat. Ia pun lekas menggeledah tubuhnya, mencari kawat yang selalu ia bawa untuk menjalankan mobil tanpa perlu kunci.

Setelah Jack menemukan kawat miliknya. Ia lekas memasukkan kawat ke lubang kontak, memutar sambil menginjak pedal gas dan rem kaki. Setelah mesin menyala Jack mengecek indikator tekanan udara. 

Ketika hendak menginjak pedal gas, Jack meihat sebuah kameja menggantung di kastok. Buru-buru ia melepas kaosnya, lalu menggantinya dengan memakai kemeja warna hitam. Sebuah jaket yang menggantung di belakang kemeja juga dipakai Jack.

Terakhir Jack mencuci wajahnya dengan air di botol yang ia temukan tergeletak di dekat kaca depan. Setelah itu ia membuka-buka laci di dashboard mobil. Ternyata ada sebuah parfum pria. 

Tak pikir panjang lagi Jack segera menyemprotkan parfum dam botol spray tubuh dan bajunya. Lalu ia mengikatkan sapu tangan melingkari sebagian wajahnya, diikat di belakang kepala. Jack pun menginjak pedal gas perlahan menuju tempat paling terang di depan tenda yang besar.

Jack mengingat betul, malam itu Kota Langge menjadi tujuan laki-laki yang dipanggil Edhi. Edhi mengungkapkan bahwa meluncur dengan truk kontainer yang tidak pernah terpikirkan olehnya. Pikir Edhi, apa boleh buat, daripada rumah mobilnya yang ia bawa, pasti semua orang akan menertawakan dirinya lantaran seperti kura-kura selalu membawa rumah kemanapun. 

Di samping Jack yang mengemudikan truk kontainer, Edhi menghembuskan nafas. Kemudian ia merapatkan kedua bibir sambil menyedekapkan kedua tangan di dada. Kedua matanya malam itu tampak sendu, memandang ke arah langit tanpa bintang dan tanpa sinar bulan.

Malam itu Jack ingat betul, tiba-tiba Edhi mencurahkan isi hanya yang penuh masalah, yang telalu berat dipikul seorang diri olehnya. “Apakah benar hidup itu pilihan? Kalau hidup adalah pilihan, maka siapakah yang memilih? Kita atau Tuhan?”

“Bertahun-tahun aku menggeluti usaha Goerges Hat. Sebelum memiliki nama besar Georges Hat, aku hanya anak yang tumbuh di jalanan. Semua serba susah. Kerja keras menjadi kunci berjalannya roda hidupku.”

“Ketika anak-anak seusiaku bermain dan tertawa, mendapat makanan yang mereka sukai, apapun yang mereka mau. Sementara aku yang di sudut jalan mencoba bertahan hidup sebisaku tanpa tahu aku milik siapa, aku anak siapa. Ketika perutku menjerit lapar, sementara tak ada makanan apalagi uang di tanganku. Ujung-ujungnya aku seperti dipaksa mengeluarkan tenagaku yang hampir habis, harus bekerja ketika lapar mendera, untuk mendapatkan sesuatu yang dapat membungkan laparku.”

“Terombang ambing dicampakkan orang-orang. Dilempari sampah ketika aku mengemis. Bahkan nyaris mati ketika orang-orang menuduhku pencuri.”

“Apakah saat itu Tuhan baik padaku? Bukankah semua yang kualami itu adalah pilihan Tuhan? Apa aku ditanya akan memilih apa?” tanya Edhi, lalu dijawabnya sendiri, “Kupikir tidak sama sekali.”

Edhi merogoh saku jasnya. Ia mengeluarkan kotak persegi panjang, lalu membukanya dan mengambil satu batang cerutu. Setelah menutup kembali kota persegi panjang itu dan memasukkannya kembali ke dalam saku, Edhi merogoh saku-saku jasnya, baju hingga celana mencari bensin untuk menyalakan cerutu. Namun, bensin tak kunjung ditemukannya.

Jack yang melihat sebuah bensin di dashboard mobil, lekas mengambil dan menyalakannya di hadapan cerutu di mulut Edhi. Usai cerutu menyala, Edhi menghisap kuat-kuat, lalu membuang asapnya ke luar jendela yang terbuka. 

Sementara Jack kembali fokus ke depan kemudi, Edhi kembali melanjutkan curahan hatinya dengan santai sambil menghisap cerutu. Edhi mengungkapkan, bahwa sebenarnya ia tak mempermasalahkan candaan mereka, namun kadang-kadang panas juga telinga Edhi mendengar candaan-candaan orang-orang kaya. Bagi mereka, mobil rumah semewah dan senyaman apapun, tak sebanding dengan harta fantastis milik mereka. Itulah mengapa mereka kerap menghina orang-orang tak sebanding dengan mereka.

Tetiba Edhi tertawa hingga terkekeh. Bahkan membuat Jack tersentak kaget. Usai menghisap dan membuang asap cerutunya, Edhi berkata, “Sampai suatu hari aku melihat kucing-kucing jalanan yang berebut makanan dipungut oleh orang pemburu kucing, memasukkan mereka ke dalam karung, lalu mendandani kucing jalanan itu, dan menjadikan mereka sebagai produk hidup untuk dijual kepada para pecinta kucing. Dari situ terpikirlah, bahwa untuk menjadi sukses kita harus pandai memanfaatkan lingkungan kita. Lalu kulihat diriku hanya meminta belas kasihan dari orang-orang yang melintas di keramaian. Aku juga tak memiliki bakat apapun. Jadi aku bicara dengan tubuhku ini, kalau kau mau keadaan yang nyaman denganku, maka hari ini, bahkan hingga beberapa tahun ke depan kau harus memeras keringat di tubuhmu. Kupastikan otakku kuputar mencari dunia yang layak untukmu.”

Edhi kembali tertawa usai menghisap cerutu dan membuang asapnya. Bila teliti mendengar tawa Edhi kali itu, maka tawanya ini adalah sebuah kebebasan dan keyakinan terhadap apa ambisinya selama ini.

“Dan kau lihat sekarang, mereka konsumenku.. Mereka rela merogoh kocek yang besar untuk membayarku agar memberikan hewan-hewan liar yang jadi hobi mereka. Walau mereka pemilik usaha sirkus, namun dunia sirkus terkendali oleh satu tangan, Georges Hat.” Di ujung perkataan Edhi kembali tertawa, bahkan tawanya lebih kerasbah keras.

Malam itu 2 jam berlalu seperti bernostalgia dengan ceita kisah hidup Edhi. Sejak saat itu Jack mengagumi Edhi, yang di matanya adalah seorang pejuang gigih. Edhi membuktikan diri, bahwa dirinya bisa satu meja dengan orang-orang terpandang lagi kaya yang dulu pernah menghinanya.

“Bhuughh!” Pukulan tangan Ramos tepat mengenai wajah Jack yang ketahuan mencuri makanan. Ramos pun menarik kerah bajunya, lalu kembali menghempaskan tinju pada muka Jack. “ Dasar pencuri, enak saja kau mencuri di sini.”

Jack jatuh tertelungkup. Perkelahian tak imbang itu buru-buru dicegah Eric sang Juru Masak Georges Hat. Jack akhirnya diseret oleh pekerja kasar. Mereka membawa Jack ke hadapan Edhi.

Mendapati Edhi masih terlelap, akhirnya Ramos dan kawan-kawannya menyerahkan pemuda itu pada Holdan dan Bomba. Jack pun kini meringkuk dalam pengawasan Holdan dan keempat kawannya. Mereka menyekap pemuda yang tak diketahu namanya itu di kandang berjeruji besi di dalam kontainer, berdampingan dengan kandang yang dihuni seekor Cheeta.

Di balik jeruji besi Jack yang terkapar tak berdaya di atas tumpukan jerami masih menhengar suara berisik dari seekor cheeta yang terus mengintai dirinya. Hewan berbintik itu tak henti menjulurkan kaki-kakinya ke celah-celah besi yang tak rapat untuk menggapai dirinya. Bahkan Jack bisa merasakan hembusan nafas seekor Cheeta yang kelaparan.

Jack yang lapar terpaksa mengikat perutnya dengan kemeja yang ia gunakan semalam, sedang tubuhnya hanya mengenakan kaos oblong warna biru tua. Jack berusaha memejamkan mata di tempat gelap itu. 

Tetiba pintu kontainer terbuka. Jack menoleh dengan lemah sambil mengernyitkan kening dan memicingkan kedua mata ketika cahaya terang menembus bola matanya. Terdengar olehnya seseorang membuka pintu kandang. Jack pun bangkit berdiri dengan sempoyongan.

“Byyuuuurrr!” Holdan menyiramkan air di muka Jack supaya lekas membuka mata. Tanpa mengucapkan apapun Holdan dan Lindhan lekas menyeret Jack keluar kandang. 

Di hadapan Edhi, Jack jatuh tersimpuh dengan tangan terikat, tak memiliki daya. Ia sangat lapar. Dan ia pun pasrah bila kematian datang menjemputnya saat itu juga.

“Ini Pencurinya Tuan Edhi,” kata Holdan.

“Saya pikir dia bukan pencuri, Tuan, tetapi lebih tepatnya penyusup,” sahut Lindhan. Di ujung perkataan Lindhan, kedua mata Edhi menajam seperti tatapan burung Elang.

Edhi meminta wajah pemuda di hadapanya dibasuh dengan air, supaya Edhi bisa melihat jelas wajah pemuda itu. Edhi juga meminta Mike dan Bomba menggeledah tubuh pemuda itu. 

Edhi khawatir, anak muda ini adalah mata-mata yang diperintahkan saingan bisnisnya untuk menyelidiki mengenai bisnis Georges Hat. Atau ia adalah agen mata-mata yang dikirim kepolisian untuk menyelidiki usahanya.

Setelah Holdan menyiramkan seember air pada pemuda itu, Mike dan Bomba mempreteli kaos dan celana yang dikenakan pemuda berkulit putih namun tampak tak terurus. Namun tiba-tiba semua tertawa begitu melihat pemuda itu mengikat perutnya dengan sebuah kemeja.

Namun tidak bagi Edhi. Ia malah membentak, meminta anak buahnya tak tertawa. Edhi mengetahui yang dilakukan pemuda ini adalah untuk mengganjal rasa laparnya. “Ini bukan lelucon!”

Dengan muka sangar Edhi bertanya pada pemuda itu, mengenai nama, asal, hingga tujuannya datang kemari. Apa benar yang dituduhkan  Holdan, bahwa pemda itu datang ke Georges Hat untuk mencuri? 

Jack merasa tak perlu mengungkapkan semuanya. Awal kedatangannya ke Georges Hat, menyamar menjadi supir yang mengantar Edhi memenuhi undangan para pengusaha, hingga terpergok ketika mencuri makanan.

Dengan lemas dan lemah Jack berkata, “Aku Jack. Aku hanya ingin mendapatkan pekerjaan.”

“Sebutkan dari mana kau berasal? Seperti yang diminta Tuan Edhi,” sahut Holdan.

Namun Jack tak lekas menjawab. Ia harus memeras otaknya di tengah genderang perutnya yang lapar. Ia menerka-nerka tempat mana yang ia pilih untuk menjadi jawaban pertanyaan Edhi yang diulangi oleh anak buahnya. 

“Saya tahanan yang baru dibebaskan.” Jack terpaksa berbohong supaya bisa menjadi pertimbangan Edhi menerima dirinya di Georges Hat ini.

Edhi mendekati pemuda bernama Jack. Ia jongkok supaya bisa menatap Jack lebih dekat, lalu dilihatnya dengan seksama paras pemuda bernama Jack. Edhi pun berkata, “Kau akan sangat menyesal bila berbohong padaku.”

Setelah itu Edhi memerintahkan Eric membawa makanan untuk pemuda ini. Dan meminta Bomba, Mike, Holdan dan Lindhan mengurus pemuda ini. “Bersihkan dia, pakaikan dia pakaian! Dia bekerja padaku mulai hari ini.”

“Siap Tuan Edhi.”

                                      *#*

Pagi itu Ellia tak lekas berangkat ke Westinhorn. Ia pikir, dirinya punya cukup banyak waktu membantu sang nenek membuat roti atau membantu sang kakek memerah susu sapi perah. Ia ingin membawa susu perah untuk Jiko yang termasuk ke dalam pekerja yang dipilih Mrs. Vaeolin untuk membantu petugas Unit Kesehatan yang akan mulai memeriksa kesehatan satwa di Planet Zoo pada hari ini, hingga 1 bulan ke depan. Sementara dirinya dan pekerja lapangan yang tak dipilih akan bergantian masuk kerja mulai pukul 7 pagi dan 10 pagi. 

Begitu turun ke lantai 1, ternyata sebagian roti-roti buatan sang nenek telah masuk tahap pengovenan. Ellia pun hanya membantu mencicipi roti yang baru keluar dari oven. Lalu membantu membersihkan dapur, lalu merapikannya dan mencuci wadah.

Setelah itu Ellia pergi ke kandang sapi, memeras susu sapi bersama sang kakek yang sudah lebih dulu. Melihat Ellia datang ke kandang sapi, Kakek Jack meminta cucunya itu kembali, lalu membiarkan dirinya yang memeras susu sapi.

“Tidak Kakek, hari ini aku akan membantu Kakek memeras sapi seperti dulu.”

Kakek Jack pun terkejut, pikirnya jangan-jangan terjadi masalah di tempatnya bekerja, Planet Zoo. Lagi pula harusnya Ellia bersiap-siap berangkat bekerja. Bukannya pergi ke kandang sapi, membantu memeras susu sapi.

“Kau baik-baik saja kan?” tanya Kakek Jack.

Ellia pun menggulungkan kening, lalu menjawab, “Tentu Kakek. Aku sangat baik hari ini. Bahkan.... ”

 “Bahkan apa?” Kakek Jack memotong lantaran tak sabar menanti.

Ellia pun tersenyum, lalu berkata manja pada sang kakek, bahwa ia ingin memberi susu sapi perah pada seseorang yang begitu baik pada dirinya di tempatnya bekerja. Lalu menceritakan mengenai Jiko, pemuda yang bekerja di kebun binatang, namun pikirannya lebih dewasa dari usianya. Jiko kerap datang tiba-tiba,  menghibur dan menemani Ellia yang diterpa kelinglungan dan kesedihan mendadak saat sedang bekerja. Bahkkan Jiko membagi makan siangnya, memberikan satu burger paling enak untuk dirinya.

“Kakek setuju denganmu. Berikan susu segar hangat dan roti istimewa Nenekmu pada kawanmu itu."

Satu jam sebelum pukul 10, Ellia sudah berangkat ke Westinhorn. Senyum bahagia berlarian dari wajahnya, menyapa langit, menyapa pepohonan kering, menyapa tanah tandus lagi gersang yang dilalui, menyapa burung-burung yang terbang rendah.

5 menit sebelum pukul 10 Ellia tiba di kebun binatang Planet Zoo. Sebelum memulai kerja, Ellia menyimpan bekal roti dan susu sapi segar yang di simpang dalam botol khusus supaya tetap hangat di dalam loker pekerja miliknya. 

Seorang pekerja bernama Dian, menghampiri Ellia, ia mengatakan bahwa astisten Mrs. Vaeolin yang bernama Fredy memberi perintah pada Ellia untuk membersihkan kaca di seluruh ruangan yang ada di Planet Zoo.

Kali ini, apa yang diperintahkan atasannya itu malah membuatnya tak bergairah. Ellia ingin bekerja di sekitar kandang-kandang dan wilayah satwa. Ia ingin sekali bisa melihat, dekat, menyapa mereka seperti waktu itu. Lagi pula, pikir Ellia membersihkan kaca jendela kan tugas Nancy sebagai petugas kebersihan dalam, yang membersihkan ruang-ruangan dalam termasuk toilet. Kenapa harus dirinya yang membersihkan kaca-kaca di semua ruangan?  Ellia juga ingin melihat petugas Unit Kesehatan Satwa memeriksa hewan-hewan lucu dan menggemaskan itu.

Selang 30 menit, Dian kembali mencari Ellia yang tak kunjung melaksanakan tugas yang diperintahkan Fredy. “Ellia cepatlah pergi membersihkan kaca seperti yang diminta Fredy.”

“Apa Mrs. Vaeolin mengetahui ini?”

“Mmm kupikir iya. Karena ia akan selalu mengawasimu semenjak kejadian waktu itu.”

Jawab Dian tegas. Setelah itu ia pergi tergesa.

Ellia pikir, benar juga yang dikatakan Nancy. Jangan-jangan mereka sengaja memberi pekerjaan yang memudahkan mereka mengawasi dirinya. Ellia yang bagi mereka selalu membuat masalah. Padahal menurut Ellia, dirinya merasa tidak demikian. Ia hanya pernah lalai bekerja sampai harus mendapat hukuman lembur selama 6 jam. Namun malah jadi 12 jam, eh tidak tidak tidak, hampir jadi 12 jam. 

Namun kini, kejadian yang ia alami itu selalu membuatnya tertawa bila mengingat kembali. Yaaa, ia anggap saja sebagai pelipur kesedihan, gergara tuduhan “Pencuri” dialamatkan pada dirinya setelah kejadian itu ramai diperbincangkan.

Usai menghembuskan nafas, Ellia pergi sambil membawa perlengkapan untuk membersihkan kaca jendela. Satu-persatu ruangan di Planet Zoo dimasuki, kaca-kaca dibersihkan dengan lap kaca ditambah sabun cair yang disemprotkan. 

Begitu seterusnya hingga tiba jam istirahat. Pada jam itu Ellia duduk di tempat yang sama saat Jiko berbagi burger dengan dirinya. Ia arahkan pandangannya ke segala arah, mencari kawannya Jiko. Namun hingga jam istirahat berakhir, Ellia tetap tak menemukan Jiko. Alhasil, roti dan susu sapi yang ia bekal masih utuh di dalam wadahnya.

Setelah kembali menyimpan bekalnya di loker pekerja miliknya, Elli kembali pergi membersihkan kaca-kaca jendela di ruangan-ruangann yang tersebar di Planet Zoo, kecuali kantin dan toilet. Pada siang hari Ellia memulai kerja dari pukul 1 sampai pukul 4 sore. 30 menit sisa waktu yang ia miliki, ternyata masih ada satu ruangan yang belum dibersihkan.

Namun ruangan itu ternyata tertutup rapat. Jadi pikir Ellia mungkin ruangan itu tidak termasuk yang dibersihkan. “Kebetulan sekali kalau memang terkunci, aku masih bisa melihat mereka.”

Ellia pun melangkah pergi dari depan ruangan itu. Namun hal tak terduga terjadi. Tiba-tiba Ellia mendengar suara pintu. Setelah diperiksa ternyata  pintu ruangan itu  di belakangnya bersuara lantaran dihantam angin. Lalu perlahan pintu itu terbuka Ellia pun menganga melihat pintu yang terbuka itu.

“Ha, apa....”

“Apa kau tidak ingin masuk dan menyapa kami, Ellia?” tanya pintu itu yang masuk ke dalam pikiran Ellia. 

Sontak Ellia lekas mengedipkan kedua mata. Lalu wajahnya memelas, “Tapi aku ingin....”

“Ayolah sebentar saja, kami ingin mengenalmu, Ellia. Dengar-dengar, kau bekerja di Planet Zoo ini. Pasti kau akan sering bertemu dengan kami.”

“Oooh kuharap kita tidak tidak sering berjumpa. Karena aku pekerja lapangan.”

“Oh sayang sekali.”

“Maafkan aku. Mmm tapi aku akan membersihkanmu hari ini.” Di ujung perkataannya Ellia melangkah menuju pintu ruangaan yang tidak diketahuinya, bahwa ruangan itu adalah ruang Manajer, yang disiapkan untuk Manajer terpilih.

Dengan suka cita Ellia membersihkan ruangan yang tidak diketahuinya itu. Sampai-sampai ia melewatkan 30 menit jam istirahat selama 1 jam. Melihat semua kaca, dan semua benda di ruangan itu sudah bersih dari debu, Ellia mengusap keringat di keningnya seraya menghela nafas panjang.

Tiba-tiba Ellia dikejutkan lagi dengan suara seseorang memanggil nama dirinya dari arah belakangnya. Dengan jantung berdebar Ellia menoleh ke asal suara. Ternyata Mrs. Vaeolin berdiri memandang dirinya dengan mukanya yang khas, tanpa senyum, galak seperti singa.

“Ellia siapa yang mengijinkanmu masuk ke ruangan ini!”

Ellia tak menjawab. Ia hanya tertunduk lesu di hadapan Mrs. Vaeolin yang galak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status