LOGIN“Cepat atau lambat hiu itu akan segera datang menghampirimu! Aku sih tidak masalah melihatmu dicabik-cabik oleh kawanan mereka. Aku justru senang melihatnya. Karena tanpa harus bersusah payah mengotori tanganku, kamu akan mati perlahan.”
Ketika Aldo bimbang dengan keputusannya, Jimmy segera menakut-nakuti. Ia tidak akan ambil pusing kalau memang Aldo bersikeras ingin kabur dari sini menggunakan jalur laut. Lagi pula, tempat ini sangatlah jauh dari daratan dan dapat dipastikan Aldo akan kelelahan berenang menuju daratan. Jadi, Jimmy pikir Aldo pasti tidak memiliki pilihan lain. Aldo sendiri termenung dan memikirkan solusi apa yang terbaik untuknya. Tapi setelah ia berdiam selama beberapa saat, nyatanya tidak ada yang bisa ia harapkan selain menyerah pada keadaan. “Kalau aku mati di sini, tubuhku akan dimakan oleh hiu. Apalagi yang diucapkan oleh pria ini benar adanya, tempat ini memang jauh dari daratan dan bisa saja kawanan“Cepat atau lambat hiu itu akan segera datang menghampirimu! Aku sih tidak masalah melihatmu dicabik-cabik oleh kawanan mereka. Aku justru senang melihatnya. Karena tanpa harus bersusah payah mengotori tanganku, kamu akan mati perlahan.” Ketika Aldo bimbang dengan keputusannya, Jimmy segera menakut-nakuti. Ia tidak akan ambil pusing kalau memang Aldo bersikeras ingin kabur dari sini menggunakan jalur laut. Lagi pula, tempat ini sangatlah jauh dari daratan dan dapat dipastikan Aldo akan kelelahan berenang menuju daratan. Jadi, Jimmy pikir Aldo pasti tidak memiliki pilihan lain. Aldo sendiri termenung dan memikirkan solusi apa yang terbaik untuknya. Tapi setelah ia berdiam selama beberapa saat, nyatanya tidak ada yang bisa ia harapkan selain menyerah pada keadaan. “Kalau aku mati di sini, tubuhku akan dimakan oleh hiu. Apalagi yang diucapkan oleh pria ini benar adanya, tempat ini memang jauh dari daratan dan bisa saja kawanan
“Come on! Come on! Cepatlah!”Speedboat Aldo melaju kencang, membelah air laut yang kini mulai tak bersahabat. Ombak yang diterjang makin besar seiring dengan cepatnya laju speed boat itu.Setiap Aldo menerjang ombak, ia justru menciptakan guncangan yang cukup menguji kemampuannya. Kin,i Aldo berjuang keras mempertahankan kemudi dari rasa sakit di telinganya seolah ikut menari mengikuti setiap hentakan gelombang.Tiba-tiba, di antara deru mesin dan deburan ombak, Aldo mendengar suara mesin speedboat lain mendekat. Suaranya lebih besar, lebih bertenaga, dan datang dari arah samping.“Siapa itu?”Saat mendapati tiga speed boat melaju ke arahnya, seketika wajahnya memucat. Takut jatuh ke tangan penjahat itu lagi, Aldo pun buru-buru menambah kecepatan.Sayangnya, Aldo kalah cepat dengan orang-orang itu yang sepertinya sangat ahli mengendarai speed boat.Ketika Aldo mencoba menghindar, speed boat mereka tiba-tiba menghantamnya dari kanan dengan keras
“Aaaargh!”Anak panah itu melesat dari busur Damar dengan kecepatan mematikan, hanya menyisakan desingan singkat membelah udara. Waktu terasa melambat bagi Aldo yang baru menyadari bahaya sesaat sebelum benda tajam itu tiba ke arahnya.Ujung panah yang runcing itu sempat menggores pipi, kemudian menghantam telinga kanan Aldo begitu brutalnya.Darah seketika menyembur dari luka terbuka itu dan memerciki pasir putih pantai dengan noda merah pekat.Di tengah deru ombak dan angin laut yang biasanya menenangkan, kini terdengar jerit kepedihan Aldo yang memekakkan telinga berulang kali.“Aaaa! Bunuh saja aku, Damar! Bunuh aku! Jangan siksa aku begini! Bajingan! Tolong! Tolong!”Jeritan kesakitan dan permohonan itu melolong tak tertahankan di sepanjang pantai. Namun, suara Aldo hanya menguar begitu saja ke udara tanpa ada yang mempedulikan. Rintihannya hanya menjadi soundtrack bagi eksekusi dingin ini.Di atas semua p
“Damar, aku mohon! Jangan lakukan ini! Aku mohon ampun! Aku tidak bermaksud serius! Aku janji akan memberimu semua yang kau mau! Harta benda, mobil, rumah, uang, atau apa pun yang kau inginkan sebagai kompensasinya!” bujuk Aldo mencoba melakukan negosiasi. “Apa aku terlihat butuh uang, hm?” balas Damar tak kalah sengit. Merasa terhina dengan tawaran Aldo tadi, ia pun balas mengejek. “Kau bahkan tak bisa membayar anak buahmu. Dan kini, kamu menawarkan semua harta bendamu? Apa kamu pikir semua itu bisa membalikkan keadaan seperti sebelumnya? Tidak, ‘kan?” cecar Damar. Baginya, uang ganti rugi tak akan merubah apa pun. Rencananya sudah matang, dan ia harus membuat Aldo menyesal. Tak peduli ini bertentangan dengan hukum, Damar tetap maju untuk memberikan pelajaran setimpal untuk aldo. Jika Damar menyerahkan Aldo pada polisi, maka Aldo bisa saja kambuh. Pria itu akan tetap berambisi pada hubungan rumah tangganya dan Diana. Maka, Damar ingin mencegahnya agar kejadian serupa tak t
“Kau punya apel, Jim?” Sebelum melesakkan anak panah tepat ke dahi musuhnya, Damar berbalik. Ia menatap Jimmya yang duduk di sebelahnya dan ia bertanya demikian.Jimmy pun segera menegakkan badan. Ia menjawab dengan tenang, “Apel? Tentu saja ada. Bukankah saya sudah membeli satu keranjang penuh, Tuan?”Kini, Jimmy menyeringai. Permainan ini sangat mengasyikkan dan memacu adrenalin. Demi apa pun, Jimmy sebenarnya ingin melakukan eksekusi itu. Sayangnya, Jimmy tak memiliki kendali sebab eksekusi sepenuhnya ada di tangan Tuannya.Sambil mengangkat keranjang di tangan yang berisi aneka buah segar, Jimmy mengambil satu buah apel berwarna merah, berukuran cukup besar sekepalan telapak tangannya.Setelah menggenggam apel itu, Jimmy bertanya, “Em, … mau kita apakan apel ini, Tuan?”“Letakkan saja tepat di kepala Aldo!” perintah Damar.Begitu Jimmy meletakkannya tepat di atas kepala Aldo, Damar menyeringai. Ia angkat lagi busur
“Jangan lakukan itu! Jangan, jangaaaan!”Aldo tersentak dari ketakutan terbesarnya. Di hadapannya, bukan pistol atau pisau, melainkan busur panah yang terbuat dari kayu gelap dan tali busur yang tegang. Di tangan Damar, busur itu tampak seperti alat eksekusi kuno yang presisi dan mematikan.“Siap untuk mati, hum?” gurau Damar, ia makin senang saat menatap wajah Aldo yang pias.Sebenarnya, Damar tidak terburu-buru membinasakan Aldo. Tetapi, ia juga tak sabar untuk segera memberikan hukuman kecil sebagai permulaan. Kini, Damar mengambil dan menghembuskan napas. Aroma pantai di sini sangat menenangkan dan rasanya begitu rileks.Kini, otot lengannya menonjol saat ia menarik tali busur hingga mencapai titik maksimal. Anak panah dengan ujung tajam yang mengilat telah terpasang sempurna.Melihat Aldo yang makin berontak, Damar semakin memprovokasinya. “Wow, wow! Jangan bergerak terlalu kuat, Bung. Bidikanku akan meleset nanti!”,“Shit!” Melihat geraka







