เข้าสู่ระบบ"Mau apa dia ke sini?" gumam Damar dalam hati. “Apa dia juga melakukan USG?”
Matanya membulat tak percaya. Sosok yang ia temui di depan ruang USG tak lain dan tak bukan adalah Raline.Jantungnya berdebar kencang, firasat buruk mulai menghantuinya. Jujur, Damar takut apa yang ia pikirkan akan terjadi.Di depannya, Raline tersenyum sinis sambil memamerkan hasil USG. Seolah-olah tengah mengejeknya dengan gambar hitam putih itu.Bibir Raline tak berkata apa-apa, tapi seolah mengucapkan, “Hai, Pak Damar. Benihmu telah hadir di rahimku!”Pikiran Damar pun bercabang, “Apa yang dilakukan wanita itu? Apa dia berniat menjebakku lagi dengan ini? Oh, ini gak boleh terjadi. Aku harus mencegahnya?”Pada saat yang sama, Raline pun tak berkata apa-apa. Wanita bertubuh ramping dengan balutan kaos crop top hitam dan celana baggy pants cream itu hanya menyeringai dingin.Seringai itu menusuk tepat di jantung Damar, membuatnya membeku se"Tuan Damar, kondisi kehamilan istri Anda sangat baik. Perkembangannya sesuai dengan usia kehamilan dan janinnya sehat. Mohon tetap kurangi aktivitas berat, ya. Usahakan untuk rutin berolahraga ringan seperti yoga, senam hamil, atau sekadar jalan pagi atau sore di sekitar rumah." Setelah melakukan pemeriksaan awal dan USG, dokter berhijab merah maroon itu menatap Damar dan Diana dengan senyum lembut. Ia menjelaskan setiap detail yang dia periksa tadi serta memberikan saran. "Baik, Dok." sahut Damar. Kini, bola matanya masih fokus menatap layar monitor USG dengan tatapan penuh haru. Ia melihat janin kecil yang tampak begitu menggemaskan. Ia harus bersabar beberapa bulan lagi kini. Lalu, Damar bertanya saking penasarannya. "Kalau untuk jenis kelaminnya bagaimana, Dok? Apakah sudah bisa terlihat?" Dokter menggerakkan transduser ke sisi kiri dan kanan perut Diana, mencoba mencari petunjuk. “Belum
"Mau apa dia ke sini?" gumam Damar dalam hati. “Apa dia juga melakukan USG?” Matanya membulat tak percaya. Sosok yang ia temui di depan ruang USG tak lain dan tak bukan adalah Raline. Jantungnya berdebar kencang, firasat buruk mulai menghantuinya. Jujur, Damar takut apa yang ia pikirkan akan terjadi. Di depannya, Raline tersenyum sinis sambil memamerkan hasil USG. Seolah-olah tengah mengejeknya dengan gambar hitam putih itu.Bibir Raline tak berkata apa-apa, tapi seolah mengucapkan, “Hai, Pak Damar. Benihmu telah hadir di rahimku!”Pikiran Damar pun bercabang, “Apa yang dilakukan wanita itu? Apa dia berniat menjebakku lagi dengan ini? Oh, ini gak boleh terjadi. Aku harus mencegahnya?”Pada saat yang sama, Raline pun tak berkata apa-apa. Wanita bertubuh ramping dengan balutan kaos crop top hitam dan celana baggy pants cream itu hanya menyeringai dingin.Seringai itu menusuk tepat di jantung Damar, membuatnya membeku se
"Ya udah, ayo deh. Terus, Sagara gimana nanti, Mas? Masa kita tinggal enak-enak, tapi dia belum tidur sih,” tanya Diana sedikit khawatir. Jujur saja Diana tak suka suaminya meminta jatah saat Sagara masih terjaga. Pernah saat itu, saat mereka hendak mencapai puncak.Lalu, Sagara menangis kencang hingga Diana tak terpuaskan sebab Damar menghentikan semuanya. Ia tidak mau rengekan Sagara mengganggu Damar pun menanggapi dengan santai. "Biarin main di kamar dulu, Sayang. Asal di bawah, nggak masalah. Kita nggak takut dia jatuh, ‘kan?" jawab Damar sambil tersenyum nakal. “Ya udah ayo! Tapi sebentar aja, ya?” “Iya. Cuma 10 menit!”Akhirnya, Diana tak mampu menolak godaan suaminya. Ia berpamitan pada anak dan keponakannya untuk naik ke lantai atas sebentar. Sesampainya di kamar, Damar langsung menyerbu Diana tanpa peduli Sagara masih terjaga di dekat mereka. "Eumh, Mas ...." Diana mendesah dan melenguh saat Dama
“Assalamualaikum.”“Walaikum salam. Mas, baru pulang?”“Em.” Pukul 8.30 malam, Damar kembali dari pekerjaannya. Begitu tiba di ruang tamu, matanya langsung tertuju ke sisi ruangan. Di sana, keponakannya—Claudia—sedang belajar bersama Diana dan Shanum. Sagara juga ada, tampak aktif bergerak ke sana kemari. Buku-buku dan mainan berserakan di atas karpet, menciptakan pemandangan yang hidup. Keceriaan terpancar dari wajah mereka, tawa kecil sesekali terdengar, membuat hati Damar merasa tenang dan damai."Iya, Sayang, baru saja sampai rumah,” jawab Damar. Kemudian, pandang ia alihkan pada Sagara yang berjalan riang ke arahnya. “Hm, anak Ayah sudah kangen, ya?" “Tentu aja, Yah!” celoteh Diana seperti suara anak kecil. Lalu, Diana tersenyum sambil menuntun Sagara mendekat, "Sini, Nak, ikut Ayah, yuk." Begitu Sagara mencapai kakinya, Damar segera meletakkan tas laptop dan jasnya di lantai. Ia be
“Apa? Kakak punya ide?”"Em, begini aja," ucap Raline seraya mendekatkan diri pada Claudia. Ia membisikkan sesuatu di telinga Claudia, setelah selesai ia menarik diri lagi dan duduk kembali. Suaranya persis seperti bisikan setan yang ingin menyesatkan manusia."Nanti, aku buatkan nota palsu. Kamu bilang aja kalau kamu beli di counter ini, dengan harga segini, gitu. Aku akan bilang ke konternya." Sejenak, Claudia mengernyitkan dahi. Usulan itu memang bagus, tapi perlu dipertimbangkan matang-matang mengenai resikonya. "Terus uangnya gimana? Om dan Tante akan curiga aku dapat uang banyak. Ini masih mahal sih, 3 jutaan aku lihat di marketplace online setengah tahun lalu," sahutnya dengan desah penuh kekhawatiran. Sempat jengkel dengan anak kecil yang banyak tanya ini, Raline pun segera meyakinkan. "Gak mahal, kok. Sekarang hanya 2 jutaan harganya," Raline menimpali dengan cepat. "Kalau Tante dan Om kamu tanya, bilang aja kamu ngumpulin dar
“Ya ampun!” Claudia spontan menutup mulutnya dengan kedua tangan, matanya membulat tak percaya. Seperti pada umumnya anak kecil yang diberi barang berharga, ia menatap takjub. Kedua bola matanya berkaca-kaca seolah mendapatkan keberuntungan bertubi-tubi. Tanpa ia sadari, ada bahaya yang mengancam nyawanya kalau ia terlalu dekat dengan Raline. Di hadapannya, Raline menyodorkan sebuah ponsel! Itu hal yang sangat tak terduga. Nasihat Om-nya tentang bahaya menerima pemberian dari orang asing langsung terngiang di benaknya. “Ingat, tidak ada orang yang memberikan barang cuma-cuma. Kalau kamu diberi barang oleh seseorang, atau uang, maka kamu harus menolak dan tidak boleh menerimanya.” “Kenapa tidak boleh, Om?” “Karena di dunia ini harus ada timbal balik. Memberi dan menerima, pahami dua konsep itu. Kalau ada orang asing







