Home / Romansa / ENAK, PAK DOSEN! / 41. Mengijinkan Berpoligami

Share

41. Mengijinkan Berpoligami

Author: OTHOR CENTIL
last update Last Updated: 2025-08-30 09:15:37

Damar menoleh. Dia tidak percaya dengan apa yang akan diputuskan kali ini. “Apa kamu rela jika aku bersama Diana?”

“Ya tentu saja rela, Mas. Aku akan terlihat lebih senang juga kamu bersamanya. Apalagi di antara kalian mempunyai seorang anak. Bergegas lah cari dia, bahwa anak itu untukku. Aku akan menganggapnya sebagai anakku sendiri,” ucapnya. Caroline berkata seolah tidak ada beban dalam hati.

Padahal jika dirasa, seolah ada batu besar yang sedang menghantam dadanya dengan sangat kuat sampai ia benar-benar tak bisa bernafas.

Damar tetap tidak yakin dengan usulan sang istri saat ini. Bagaimana pun tidak ada wanita yang mau dimadu. Seandainya ada, hanya satu sepersekian puluh ribu wanita yang akan ikhlas.

“Aku sudah mencarinya kemana pun selama 7 tahun terakhir, Dek. Aku tidak dapat menemukannya di mana pun,” beritahu lelaki itu pada sang istri.

“Gunakan insting mu. Aku yakin dia tidak jauh dari sekitar kita. Dia hanya sembunyi. Entah apa yang terjadi di antara k
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • ENAK, PAK DOSEN!   261. Solusi

    “Ya, Om, ya. Belikan HP, nanti aku jadi konten kreator. Aku jamin, pasti FYP. Secara, aku cantik, muka udah oke. Ya Om ya?” rengek Claudia pada Damar. Tak peduli yang dia mintai bukanlah ayah kandungnya, tapi dia tetap melakukannya.Damar memijat pelipis. Ia mulai tersadar kalau usulan Jimmy ada benarnya juga. Tapi karena ia merasa bersalah, maka ia tak akan meledak kali ini.“Kamu masuk dulu ke kamar kamu, kita bisa bahas ini lain kali, oke?”Seperti biasa, Claudia akan merajuk dan memberengut. “Gak mau! Om harus janji dulu! Aku gak akan mandi kalau Om dan Tante gak beliin aku HP yang ada logo apel kegigit-nya!”Diana pun ikut murka. Tapi melihat Claudia yang sudah yatim piatu, ia pun menasehati. “Nanti kalau Om dan Tante pegang uang, Om beliin. Untuk sekarang, kami tidak memegang uang. Sabar, ya?”Merasa rengekannya tak berarti apa pun, Claudia mendengus kesal. “Ih, apaan sih? Rumah sebagus ini gak pegang uang? Ya ampun! Apa rumah ini n

  • ENAK, PAK DOSEN!   260. Ngelunjak!

    “Tuan, apa tidak sebaiknya Anda bicarakan masalah ini dengan Nyonya Diana terlebih dahulu? Saya takut masalah ini akan menjadi problematika di kemudian hari— mengingat keponakan Anda yang satu itu cukup tengil, menurut saya sih.”Ketika melihat Claudia yang begitu lahap menyantap aneka olahan seafood, Jimmy memandanginya dari kejauhan.Sejenak kemudian, Jimmy menoleh ke arah Damar, ia segera mengungkapkan keresahan hatinya yang sejak tadi membelenggu.Damar sendiri setuju dengan usulan Jimmy. Tapi untuk sekarang, tidak ada yang bisa dia lakukan selain membawa Claudia ke rumahnya. “Kalau aku minta pendapatnya, dia tidak akan pernah setuju. Karena jujur saja kami juga tidak ingin orang lain masuk ke ranah privasi kami,” ujarnya dengan suara berat.Jimmy masih belum puas dengan jawaban tersebut. Dia pun segera memberikan usul pada bosnya itu, “Kalau begitu, kenapa Anda tidak menyewakan rumah untuknya saja? Bukankah itu lebih bagus? Dia bisa tinggal s

  • ENAK, PAK DOSEN!   259. Hadirnya Orang Baru

    “Anya alias Citra—teman lamamu, kau ingat dia?”“Ya, kenapa?” tanya Damar sambil menatap turis yang lewat. “Anak-anaknya terlantar. Satu anaknya yang berusia 2½ tahun telah dirawat di panti, sedangkan satunya lagi tidak bisa. Karena kamu yang membuat orang tuanya pergi, maka setidaknya kamu harus bertanggung jawab pada mereka, Mar.”“Harus aku, Ndan?”“Siapa lagi? Jangan tutup mata atas kejahatanmu di masa lalu, Mar. Kamu tahu itu tanpa kujelaskan lebih detailnya.”“Lalu, aku harus apa, Ndan?”“Pastikan kamu pulang cepat karena anak pertamanya menangis, tidak mau diantarkan ke panti. Istrimu selaku tante-nya, pasti mau merawatnya. Usahakan rawat mereka, Mar. Hanya kalian keluarganya, kamu dan Diana.”Kalimat itu terngiang dalam benak Damar. Sepulangnya dari Bali, ia segera mengantar Diana pulang.Pukul 1 siang, istrinya telah tidur, dan ia pun memanfaatkan waktu itu menuju ke rumah sakit tempat Carol dirawat.

  • ENAK, PAK DOSEN!   258. Aku Yang Di Atas, Ya, Mas?

    “Ada apa, Ndan? Apa aku perlu kembali ke sana? Saat ini aku sedang berada di Bali, Ndan. Aku tidak bisa pulang begitu saja, karena aku sedang merayakan anniversary pernikahan dengan istriku.” Damar mengacak rambutnya, ia karuan sambil melihat turis yang sedang berlalu-lalang di hadapannya. Pikirannya resah, ia menduga pasti ada sesuatu yang sangat penting sampai komandan Yudhi menghubunginya di luar jam kerja seperti ini.Suara komandan Yudi terdengar dari seberang telepon dan pria itu terlihat sangat berat membicarakan masalah ini. “Kalau bisa sih kamu segera datang ke sini, Mar. Aku tidak tahu lagi harus melakukan apa karena aku sudah menunda ini sangat lama.”Jujur saja, Damar tidak suka berbadan basi. Ia tekan Komandan Yudhi lagi. “Sebenarnya ada apa sih, Ndan? Kenapa Anda tidak jujur saja? Katakan apa yang terjadi sebenarnya dan alasan apa yang mengharuskan aku kembali?”Kemudian terdengar helaan nafas panjang dari komandan Yudhi. Pria itu b

  • ENAK, PAK DOSEN!   257. Aku Menyerah!

    “Cepat atau lambat hiu itu akan segera datang menghampirimu! Aku sih tidak masalah melihatmu dicabik-cabik oleh kawanan mereka. Aku justru senang melihatnya. Karena tanpa harus bersusah payah mengotori tanganku, kamu akan mati perlahan.” Ketika Aldo bimbang dengan keputusannya, Jimmy segera menakut-nakuti. Ia tidak akan ambil pusing kalau memang Aldo bersikeras ingin kabur dari sini menggunakan jalur laut. Lagi pula, tempat ini sangatlah jauh dari daratan dan dapat dipastikan Aldo akan kelelahan berenang menuju daratan. Jadi, Jimmy pikir Aldo pasti tidak memiliki pilihan lain. Aldo sendiri termenung dan memikirkan solusi apa yang terbaik untuknya. Tapi setelah ia berdiam selama beberapa saat, nyatanya tidak ada yang bisa ia harapkan selain menyerah pada keadaan. “Kalau aku mati di sini, tubuhku akan dimakan oleh hiu. Apalagi yang diucapkan oleh pria ini benar adanya, tempat ini memang jauh dari daratan dan bisa saja kawanan

  • ENAK, PAK DOSEN!   256. Santapan Nikmat

    “Come on! Come on! Cepatlah!”Speedboat Aldo melaju kencang, membelah air laut yang kini mulai tak bersahabat. Ombak yang diterjang makin besar seiring dengan cepatnya laju speed boat itu.Setiap Aldo menerjang ombak, ia justru menciptakan guncangan yang cukup menguji kemampuannya. Kin,i Aldo berjuang keras mempertahankan kemudi dari rasa sakit di telinganya seolah ikut menari mengikuti setiap hentakan gelombang.Tiba-tiba, di antara deru mesin dan deburan ombak, Aldo mendengar suara mesin speedboat lain mendekat. Suaranya lebih besar, lebih bertenaga, dan datang dari arah samping.“Siapa itu?”Saat mendapati tiga speed boat melaju ke arahnya, seketika wajahnya memucat. Takut jatuh ke tangan penjahat itu lagi, Aldo pun buru-buru menambah kecepatan.Sayangnya, Aldo kalah cepat dengan orang-orang itu yang sepertinya sangat ahli mengendarai speed boat.Ketika Aldo mencoba menghindar, speed boat mereka tiba-tiba menghantamnya dari kanan dengan keras

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status