Damar menoleh. Dia tidak percaya dengan apa yang akan diputuskan kali ini. “Apa kamu rela jika aku bersama Diana?”
“Ya tentu saja rela, Mas. Aku akan terlihat lebih senang juga kamu bersamanya. Apalagi di antara kalian mempunyai seorang anak. Bergegas lah cari dia, bahwa anak itu untukku. Aku akan menganggapnya sebagai anakku sendiri,” ucapnya. Caroline berkata seolah tidak ada beban dalam hati.Padahal jika dirasa, seolah ada batu besar yang sedang menghantam dadanya dengan sangat kuat sampai ia benar-benar tak bisa bernafas.Damar tetap tidak yakin dengan usulan sang istri saat ini. Bagaimana pun tidak ada wanita yang mau dimadu. Seandainya ada, hanya satu sepersekian puluh ribu wanita yang akan ikhlas.“Aku sudah mencarinya kemana pun selama 7 tahun terakhir, Dek. Aku tidak dapat menemukannya di mana pun,” beritahu lelaki itu pada sang istri.“Gunakan insting mu. Aku yakin dia tidak jauh dari sekitar kita. Dia hanya sembunyi. Entah apa yang terjadi di antara kAtmosfer panas semakin terasa di ruangan ini. Mama Helen membuang napasnya dengan kasar. Dadanya sangat sakit saat mendengar keputusan putrinya yang dianggap semena-mena.“Baiklah kalau begitu, kamu bukan anak mama lagi. Hiduplah sesuai keinginanmu dan jangan pernah kembali pada keluarga kami! Mama benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang ada di kepalamu!” umpat Helen dengan nada tinggi.Dia sudah tak tahan lagi. Bahkan, air mata menetes mendengar putri semata wayangnya harus diduakan demi sebuah keturunan. Sakit, mana ada ibu yang mau melihat putrinya seperti itu?“Sekali lagi aku minta maaf, Ma,” ucap Caroline dengan sungguh-sungguh sambil membungkuk kan tubuh. Dia merasa sangat bersalah, namun juga tak bisa berbuat banyak. Penyakit itu tak bisa membuatnya memiliki keturunan.“Sampai kapan pun, mama tidak akan pernah memaafkanmu. Camkan itu!” desis Helen dengan debaran dada tak menentu."Ma, tolong jangan seperti ini. Sampai kapan
Hati ibu mana yang tak terluka jika anaknya akan dipoligami? Semua ibu akan marah jika di dalam posisi Helen.Poligami itu hal yang berat dan tak akan pernah adil dalam hal apa pun. Ia yakin, Carol tak akan sanggup menjalaninya.Damar ikut meninggikan intonasi. Tapi tetap dengan rasa hormat. “Tolong jangan mengatakan anakku sebagai anak haram, Ma! Lagian, kami udah sepakat dan setuju. Kami gak akan mundur!!”“Kenapa tidak boleh? Bukannya gadis kecil itu tidak bernasab padamu? Kamu tidak wajib memberinya nafkah menurut aturan agama kita! Sudahlah, Mar! Ceraikan Carol kalau kamu emang mau nikah lagi! Gak usah bawa dalil kalau lelaki bebas nikah sebanyak empat kali! Gak, mama gak akan rela Carol dimadu sama kamu!” ujar Helen menerangkan.“Ini bukan soal agama atau apa pun. Ini hanyalah sebuah bentuk tanggung jawab!” ujar Damar membela Shanum dan juga Diana.“Tanggung jawab katamu? Tanggung jawab dengan kamu melukai hati putriku seperti ini? Apa kamu tidak pernah ber
Maya memperhatikan gerak-gerik Helen. Dia tersenyum penuh kemenangan. “Baru kali ini aku bisa membalas perkataan besanku yang dulunya mengatakan Damar tidak subur. Rasakan kali ini dengan kenyataannya.” batinnya.“Ma, sudahlah tenang dulu.” Caroline kemudian meminta asisten rumah tangga yang baru saja menyajikan minuman juga makanan di atas meja supaya mengajak Shanum pergi dulu dari sini.Pembahasan ini tentu saja akan sangat panjang. Dan ini di luar kendalinya.“Tenang bagaimana? Apa kamu tahu hal ini?” kejar Helen kepada sang anak.Carol mengangguk. “Iya, aku tahu sejak dulu.”“Ya Tuhan! Damar! Tolong jelaskan semua ini! Kamu sudah pernah menikah sebelumnya? Kamu ... Kamu punya anak haram!” bentak Helen meninggikan intonasi suaranya.“Belum. Tapi jangan sebut Shanum anak haram, Ma! Dia anak yang suci.” Damar menjawab secara singkat. Padahal dia ingin memberitahukan hal ini nanti nanti saat semuanya sudah berhasil dikendalikan.“Jika begini caranya, mu
“Bu, apa kita jadi mengunjungi ayah?” tanya Shanum saat melihat ibunya sedang sibuk di dapur sambil menyiapkan makanan yang diminta oleh Damar adi melalui sambungan telepon.Diana hanya bisa terdiam. Sebenarnya dia enggan bertemu dengan lelaki yang telah memberinya satu anak tersebut karena pertengkaran mereka tadi pagi.“Bu, kok diam aja?”Lagi dan lagi, Shanum membuyarkan lamunannya. Sembari tersenyum dan memasukkan makanan ke dalam sebuah kotak makan khusus berwarna ungu tua, Diana menjawab pertanyaan sang putri.“Ibu tidak ikut saja. Kamu pergi berdua saja sama Oma, ya?” pinta wanita tersebut dengan lembut. Dia sudah tidak mau lagi bertemu dengan lelaki yang sangat egois itu.“Tapi tadi aAah minta supaya ibu datang, loh.”“Ibu ada urusan sebentar, Nak,” bohongnya.“Urusan apa memangnya?” Seperti biasa, anak itu akan bertanya dari pucuk sampai ke akar sebelum mendapatkan jawaban yang pasti.Setelah
“Maafkan aku yang tidak bisa berada di dekat kalian saat kalian membutuhkan ku. Aku benar-benar menyesal. Tolong beri aku kesempatan,” ucap Damar terenyuh. Diana membungkamnya dengan kata-kata menyakitkan.“Dan saat dia sudah besar, kamu meminta kami untuk kembali dan hidup bersama istrimu? Apa kamu tidak pernah berpikir, bagaimana pandangan orang-orang terhadapku? Terlebih pandangan dari Bu Helen saat aku harus menjadi orang ketiga dalam berumah tangga anaknya? Kamu tidak berpikir sampai ke situ, ha?” Diana membentak dengan air mata yang terus luruh.Air mata kian menetes dan menjadi seksi bagaimana perjuangan hidup Diana yang tidak main-main. Sudut bibirnya yang mungil tersebut melengkung, membentuk senyuman dengan sorot mata yang dingin. Bahkan, ucapan Diana tidak ada ramah ramahnya sama sekali.“Pergilah. Karena apa pun yang aku ceritakan pasti tidak akan pernah membuatmu sadar dan bisa merasakan bagaimana menjadi kami dulunya." Diana kemudian beranjak dari sana
“Katakan, ada hubungan apa kamu dengan Maxim?” tanya Damar menyelidik. Meski kejadian tersebut sudah berlalu 6 tahun lebih dan juga Max telah menikah dengan orang lain, tetapi rasa cemburu itu tetap saja ada di dalam hatinya.Bahkan, Damar juga ingin tahu bagaimana masa lalu yang terjadi di antara kakak ipar nya dan juga Diana.“Aku tidak Mempunyai hubungan apapun dengannya. Kenapa kamu tidak percaya denganku?” Diana mengokohkan tongkat pada kedua ketiaknya. Berusaha pergi dari sana namun pria berbadan tegap tersebut selalu saja menghalangi.Damar kemudian berkata lagi, “Karena dia mengatakan jika dia menyukaimu dulu!” terangnya.“Dulu? Itu sudah sangat lama. Kalo memang Maxim menyukaiku, memangnya apa urusannya dengan ku? Itu hak asasi dia, yang bebas menyukai siapapun sesuai keinginannya. Kenapa kamu harus repot repot memikirkan hal itu, Pak Damar?” tanya Diana lagi.Damar merasa tidak terima. “Jelas ada urusannya. Karena saat