Home / Romansa / ENAK, PAK DOSEN! / 91. Kecelakaan, Kritis

Share

91. Kecelakaan, Kritis

Author: OTHOR CENTIL
last update Last Updated: 2025-09-12 09:16:22

“Pemilik identitas ini mengalami kecelakaan, lukanya cukup parah. Dia dibawa ke rumah sakit,” tutur lelaki ber name tag Sutrisno tersebut.

Jeder!

Bak disambar petir siang bolong. Caroline hanya mematung dengan mulut yang terbuka.

“Apa? Bagaimana bisa?” tanya nya memberondong pihak kepolisian dengan pertanyaan yang banyak.

Bagaimana bisa terjadi? Bukankah Damar ada di kampus? Kenapa kecelakaan? Caroline tak dapat berpikir banyak saat ini.

“Ceritanya sangat panjang, saya tidak bisa menjelaskan semuanya di sini. Ada pihak terkait yang menyebabkan beliau mengalami kecelakaan. Anda diminta ke POLRESTABES untuk menjadi saksi atas peristiwa ini selaku istri korban. Tetapi lebih baik, Anda menuju ke rumah sakit saja untuk memastikan bagaimana kondisi beliau.” tutur Sutrisno dengan tegas. Dia juga menjelaskan mobil yang dikendarai Damar dengan plat B tersebut.

“Lalu, bagaimana dengan ponselnya, Pak?” kejar Carol. Pantas saja tadi tidak dapat dihubungi sejak tadi. Dia
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • ENAK, PAK DOSEN!   142. Desah Manja Penyatuan Sempurna

    Diana mengangguk, menyetujui ajakan suaminya. Dengan gerakan anggun, ia bangkit sejenak dari posisi berbaringnya. Dalam posisi duduk, Diana melepaskan gamis tidur dan pakaian dalamnya hingga tubuhnya telanjang sempurna, memamerkan lekuk tubuhnya yang indah dan menggoda. "Ayo, Mas. Aku sudah siap dijenguk 'adek'!" bisiknya dengan nada menggoda, matanya berbinar nakal menatap suaminya. "Oke, Sayang. Sebentar, ya?" jawab Damar dengan suara serak yang membangkitkan gairah. Ia menggelengkan kepalanya samar, berusaha menenangkan diri dan mengendalikan hasratnya yang sudah membara. Melihat kelakuan manja Diana, ia makin terbuai dalam pesonanya. Bibit-bibit cinta di hatinya telah tertanam sejak lama, menghujamkan akarnya erat-erat, tak tergoyahkan oleh badai dan cobaan. Ia tak pernah menginginkan kata berpisah, apalagi mengucapkan kata talak yang dibenci oleh Tuhannya. Baginya, Diana

  • ENAK, PAK DOSEN!   141. Sudah Siap?

    Dalam keheningan kamar, dua insan itu berpelukan erat, menyatukan jiwa. Diana, dengan pipi merona dan suara berbisik, menyampaikan hasratnya yang membara. Tak ada kata terucap setelah itu, hanya debaran jantung yang saling bersahutan. Damar larut dalam gelora cinta, membalas pelukan istrinya dengan erat, seolah tak ingin melepaskannya sedetik pun. Ia sengaja mengosongkan jadwal mengajarnya hari ini, semata-mata hanya untuk menemani sang istri yang tengah mengandung, yang akhir-akhir ini menjadi sedikit lebih rewel dari biasanya. "Kau yakin ingin melakukannya, hum?" bisik Damar lembut, menyelami tatapan penuh gairah Diana. "Pelan-pelan saja tidak masalah, kan, Mas?" jawab Diana dengan nada manja menggoda, bibirnya sedikit mengerucut, matanya berbinar nakal. Jemari lentiknya mulai menari-nari di dada bidang suaminya, seolah memanggilnya untuk mendekat. Dengan gerakan gemulai, Di

  • ENAK, PAK DOSEN!   140. Menjenguk Baby

    "Lah iya. Kamu maunya apa? Biar kubelikan di luar. Makanan, minuman, atau jus buah naga putih seperti tempo hari?" ujar Damar. Kenangan tentang kejadian kemarin, usai mengantar Diana dari dokter kandungan, kembali menyeruak. Setelah mengantarkan istrinya pulang, barulah Damar bergegas mencari jus buah naga yang diidamkan. **** Kilasan balik ke hari sebelumnya. "Ini jus buah naganya, Sayang," sapa Damar. Senja telah lama berlabuh, menyulitkan pencarian jus buah naga sesuai keinginan istrinya. Atau lebih tepatnya, rasa lelah dan enggan menyeret langkah Damar untuk mencari terlalu jauh. Rasa girang membuncah saat berhasil menggenggam minuman yang diidamkan sang istri. Sebuah tugas baru yang mulai kini menjadi favoritnya. Namun, begitu tiba di rumah, Diana justru menyambutnya dengan wajah masam. "Mas, aku tidak mau jus buah naga merah. Maunya yang putih

  • ENAK, PAK DOSEN!   139. Aku Pengen, Mas!

    Senin pagi itu, Diana kembali merasakan tubuhnya kurang sehat. Walaupun tidak mengalami morning sickness seperti kehamilan sebelumnya, sensasi berat di kepala membuatnya enggan meninggalkan tempat tidur barang sekejap. Usia kandungannya kini menginjak lima minggu, terhitung sejak pemeriksaan USG kemarin sore. Dokter menyarankannya untuk menghindari aktivitas berat dan menjauhi pikiran negatif. "Masih pusing?" tanya seorang pria sambil membelai rambut Diana yang sedikit berantakan. "Iya, Mas," jawab Diana, bermanja sambil memeluk suaminya erat saat jam menunjukkan pukul 07.00 pagi. Ia mendekap Damar, seolah tak ingin membiarkannya pergi. "Tidak mual atau muntah seperti dulu?" Damar menatapnya dengan cemas. Ia merasa tidak tenang harus pergi ke kampus, meninggalkan istrinya yang tampak tak berdaya. Diana menggeleng lemah. "Pusing, rasanya seperti berputar. Tapi tidak mual sama sekali. Hanya berat saja. Seperti

  • ENAK, PAK DOSEN!   138. Clear

    “Maaas,” Diana memanggil dengan suara lirih. Damar langsung menyingkirkan bahu Dokter Lidia, ia menerobos masuk ke dalam brankar perawatan yang ditutupi tirai hijau setinggi tiga meter. “Diana, apa yang sakit? Di mana? Kamu mau apa?” Damar memberondong istrinya dengan berbagai pertanyaan, matanya menelisik setiap inci wajah Diana, mencari tanda-tanda kesakitan. Dadanya hampir saja berhenti berdetak kala Diana tak sadarkan diri tadi. “Aku masih benci kamu, Mas!” jawab Diana ketus, lalu memalingkan wajahnya, teringat kembali kejadian di parkiran. Damar mengalah, mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah. “Oke, benci boleh. Silakan. Tapi aku—” “Maaf, Tuan Damar. Ada yang ingin bertemu dengan Anda,” potong seorang perawat sambil membuka tirai. Perawat itu membawa seorang wanita cantik dan seorang anak laki-laki. Bukan Yola, wanita yang tadi. Tapi wanita yang berbeda, sedikit lebih tua, dan bersama seorang pria yang berp

  • ENAK, PAK DOSEN!   137. Panik Berlebihan

    “Diana!” Damar kembali berseru, suaranya memecah keheningan. Diana tak peduli. Semakin sakit perasaannya, semakin kuat ia berusaha mengabaikan Damar. Ia menyeka butiran peluh yang membasahi pelipisnya, lalu mengusap perutnya yang masih tampak datar dengan gerakan lembut. “Apakah kisah Shanum dulu akan terulang lagi? Ya Allah, ini sangat sakit,” bisiknya lirih, air mata semakin deras mengalir di pipinya. Betapa menyakitkan pemandangan itu. Seorang istri sah memergoki suaminya dipanggil 'ayah' oleh anak kecil yang tak dikenal. Bayangan Damar bersama Carol, atau wanita mana pun, saja sudah cukup untuk melemahkan seluruh sendinya. Apalagi kenyataan yang ada di depan matanya saat ini. “Haruskah aku berbagi? Aku tak sanggup!” monolognya sambil terus mengayunkan langkah, berusaha menjauh dari Damar. Damar masih berusaha mengejar Diana. “Diana,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status