Share

Bagian 6

Damien mengeluarkan kunci yang disimpannya. Memutar kunci hingga pintu itu terbuka. Tapi aku kembali menutupnya. Kusandarkan tubuhku di pintu. Mengurangi keterkejutanku pada kalimatnya. Tubuhku ingin ambruk, tapi aku memaksa kakiku untuk menyangga.

“Katakan kau berbohong,” suaraku bergetar. Kularikan tanganku ke bibir, menutup mulutku dengan sebelah tanganku.

Damien menatapku dengan ekspresinya yang tanpa topeng. Wajahnya terlihat kecut, dia menarik sudut bibirnya, tersenyum miris.

Aku tidak ingin mempercayainya.

Tapi aku mengetahui dirinya hampir seluruh hidupku. Ekspresinya yang menyakitkan, yang membahagiakan, aku mengetahui semuanya.

Udara terasa menyesakkan.

Aku tidak tahu kapan aku menangis. Aku baru menyadari saat wajahku sudah basah karena air mata. “Damien katakan kau berbohong!” bentakku.

Aku bisa melihat tubuhnya mundur selangkah. Langkah defensif yang dia ambil, menolak untuk menjawab secara halus. Ada jejak jijik pada ekspresinya yang kembali berangsur datar. Jijik pada dirinya sendiri.

Tawa Damien terdengar miris. Ada segelintir nada benci pada tawanya. “Aku ingin kau menjauhiku, untuk alasan yang salah.” suaranya terdengar seperti hembusan angin musim dingin. Pelan tapi menusuk. “Aku membakar konteiner tempatnya tinggal. Membakar habis seluruh alasanku bermimpi buruk setiap malam.”

Oh sayangku!

Damien menyandarkan tubuhnya ke dinding. Tak lama tubuh itu merosot turun hingga ke lantai. Aku bisa melihat usahanya untuk tetap terlihat tegar selama ini. Selama setahun. Tapi pertanyaanku yang menusuknya membuat seluruh pertahanan dirinya runtuh. Tak menyisakan apapun untuk dipegangnya.

“Aku selalu mengenalmu, kau tahu.” Damien mendongak, menatapku dengan wajahnya yang lelah. “Tapi setahun yang lalu, dan saat ini, aku tidak mengenalmu. Dame kau berjanji padaku untuk selalu hidup dengan akal sehatmu. Tapi kau melanggar janjimu.”

“Maafkan aku,”

Aku mendengus muak. “Kau membohongiku dua kali. Untuk alasan menyeramkan seperti itu, kau melepaskanku. Aku selalu memintamu untuk membawaku kemanapun kau pergi. Tapi kau tidak menginginkannya,”

“Aku melakukannya karena mencintaimu.”

Aku tertawa, “Kau tidak mencintaiku, Damien. Kau tidak mencintaiku karena kau sanggup melakukannya. Seharusnya kau mendengarkanku, seharusnya kau membawaku. Mimpi-mimpi mengerikanmu, apa kau tahu bahwa aku selalu menangis setelah kau selesai menceritakannya padaku? Aku merasakannya, Damien. Aku merasakannya.”

“Abby,”

Aku mengangguk, memahami semuanya dengan perasaanku yang campur aduk saat ini. Aku bisa melihat penyesalan Damien karena mengecewakanku. Aku bisa melihat kerinduannya padaku, tapi aku menolak semuanya.

Pembunuhan itu, aku tidak akan menghakiminya tentang itu. Batinnya selalu berkecamuk, menginginkan kematian ayahnya, tapi akal sehatnya selalu menginginkan dia melangkah maju. “Jika saat itu kau mengatakan padaku bahwa kau membuat keputusan untuk melenyapkannya, aku akan mengijinkanmu melakukannya.” Ungkapku jujur.

Kali ini giliran Damien yang tertawa. “Karena itu, Abby. Aku membuatmu menjauhiku karena itu. Aku tidak ingin melumuri tanganmu dengan kesalahan yang kubuat.”

Perlahan, Damien berdiri. Kakinya belum siap, tapi dia memaksa hingga tubuhnya berdiri dengan baik. Damien melangkah mendekatiku, kemudian kedua lengannya memelukku erat.

Selama setahun rasa benci yang kumiliki untuknya berubah menjadi sebuah penyesalan. Menyesal karena aku terlalu mencintainya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status