Share

Eksistensi Putra Guntur
Eksistensi Putra Guntur
Author: kazuhiro

PERTARUNGAN DUA PUSAKA

“Tolong! Tolong kami!”

Suara teriakan wanita terdengar dari hutan tidak jauh dari desa Jalung, Distrik Timur daratan Bulubalang. Mendengar teriakan tersebut, pria gagah bernama Panca Sena yang sedang berada dalam misi yang diberikan sang guru, bergegas untuk menemukan sumber suara.

Dia melompat ke udara dan terbang memijaki ujung pepohonan. Tidak lama, dia turun di tengah-tengah sekumpulan pria yang sedang mengganggu dua wanita cantik, untuk memberikan beberapa serangan telak hingga para pria itu terhempas ke belakang.

Setelahnya, cepat Panca Sena merangkul pinggang dua wanita tersebut dan melompat ke udara untuk menyisihkan keduanya.

“Pengecut! Beraninya dengan wanita!” tandas Panca Sena. Dua wanita di belakangnya terlihat ketakutan sambil berpegangan tangan.

"Siapa kau? Dasar pengemis! Jangan ikut campur urusan kami!" Salah satu dari sepuluh pria yang berpakaian merah-hitam itu membentak.

Namun, bentakan tersebut tidak membuat Panca gentar. Penampilannya yang seperti petapa gunung yang tidak ganti baju berminggu-minggu, membuat mereka mengira bahwa Panca Sena merupakan pengemis di kampung itu.

“Ikut campur? Huh! Sebaiknya kalian enyah dari sini!” balas Panca Sena.

"Apa katamu? Dasar bedebah!" Ucapan Panca Sena barusan berhasil menyulut amarah pria lain di dalam kumpulan itu.

Melihat pria tersebut sudah ancang-ancang untuk menyerang, Panca Sena pun tanpa ragu menarik pedangnya yang menempel di punggung, hingga pedang yang terhunus itu menampakkan sejenak kilau keperakannya.

"Tahan." Baru saja pria itu akan menggempur Panca Sena. Namun, seorang pria di sampingnya yang berpenampilan berbeda dengan kesembilan pria lainnya, segera menghentikan. Pria itu adalah Wardana Septa, yang dikenal sebagai tuan muda dari sekte Jalak Hitam.

Dia lalu mengambil dua langkah pendek ke depan. Sorot matanya mengarah pada pedang Panca Sena, yang sedikit tampak ukiran seekor naga dari pangkal gagang hingga ujung pedang.

"Pedang yang bagus. Serahkan pedang itu, maka hari ini kau akan kuampuni." Dengan nada sedikit angkuh, Wardana Septa menyajikan tawaran pada Panca Sena.

"Ha, memangnya kau siapa?" Penawaran dari Wardana Septa tidak membuatnya goyah. Terlebih, Pedang Guntur Naga Langit yang diberikan gurunya untuk Panca Sena itu lebih berharga baginya dari apapun.

Penolakan Panca, ditambah dengan ekspresinya yang seakan menantang, membuat Wardana kesal. Tidak ada yang pernah menentang permintaannya. "Berani-beraninya kau! Bunuh dia!"

Wardana Septa pun bergegas, memerintahkan sembilan pria di belakangnya yang merupakan anak buah miliknya.

Panca dengan gagah langsung meladeni serangan-serangan dari sembilan orang tersebut. Menghindar serangan, mengayun pedang menyayat tubuh lawan, dan bahkan salto berputar di udara menyapu rahang lawan hingga membuat mereka terjungkir-jungkir.

Wardana cukup terkejut. Perlawanan Panca Sena yang bukan kaleng-kaleng, menyadarinya bahwa pengemis di depannya bukanlah pengemis biasa. Bahkan dia hanya seorang diri, tetapi mampu meladeni gempuran sembilan orang yang berada di tingkat enam sayap, sekte Jalak Hitam.

Kekuatan para murid di sekte Jalak Hitam sendiri diukur dengan sebuah tingkatan sayap. Tingkat dua dan empat sayap merupakan tingkat rendah, enam dan delapan adalah tingkat menengah, serta sepuluh dan dua belas menjadi yang tertinggi. Saat ini tingkat Wardana ada di delapan sayap, yang besok akan dipromosikan menjadi pendekar tingkat sepuluh oleh gurunya.

Setelah beberapa saat pertukaran jurus antara Panca dan para bawahan Wardana berlangsung. Panca akhirnya berhasil melibas habis semuanya tanpa terluka sedikit pun.

Setelahnya dia menghempas pedangnya ke samping, lalu mengangkat wajahnya yang lekas tersorot lurus pada Wardana.

Tatapan tajam dari Panca itu sedikit membuat Wardana bergidik. Namun, Wardana tidak menjadi gentar karenanya. Malah sebaliknya, Wardana dengan raut percaya diri melantangkan suaranya.

"Menjijikan! Matilah kau di tanganku!"

Wardana lantas menunjukkan eksistensi kekuatan pendekar tingkat delapan sayap sekte Jalak Hitam, yang sebentar lagi naik ke tingkat sepuluh. Dan benar saja. Rembesan energi dari dalam tubuh Wardana dapat dirasakan oleh Panca.

Wardana kemudian lekas mengangkat tangan kanannya. Di waktu yang bersamaan, terdengar gemuruh guntur dari atas langit. Setelah itu, sontak cahaya merah berjalan memancar dari tangan Wardana dan menciptakan sebilah pedang.

Melihat pedang yang dimunculkan Wardana, Panca membulatkan matanya. Dia dapat mengetahui jelas, bahwa pedang tersebut merupakan pedang Darah Penghancur Gunung yang cukup terkenal sedaratan Bulubalang.

Eksistensi pedang tersebut membuat Panca bertanya-tanya tentang pemuda yang dia hadapi saat ini. Pasalnya, pedang tersebut merupakan pusaka kuno yang konon kepemilikannya adalah keturunan tertentu saja.

Pertarungan antara Panca dan Wardana pun pecah dan berlangsung seru, dikarenakan kedua pedang yang mereka gunakan sama-sama memiliki kekuatan besar dan istimewa. Suara aduan dari kedua pedang tersebut terdengar jelas, seiring percikan api yang sejenak terlihat.

TING FIUUF

Tidak berlangsung lama kemudian. Suara benturan pedang terdengar memantul keras. Tekanan yang diciptakan, berhasil menghempaskan angin yang cukup membuat dedaunan pohon di sekitar bergoyang. Keduanya saling mempertahankan tekanan kekuatan, hingga keduanya terhempas ke belakang.

"Keparat! Akan kubunuh kau!" tandas Wardana.

TING TING

Wardana kembali melesat ke arah Panca, hingga berlangsung lagi pertukaran jurus pedang dari keduanya. Namun, saat ini Panca tampak mendominasi pertarungan. Beberapa hantaman pedang Panca dapat dirasakan kekuatannya oleh Wardana, yang membuat tenaganya sempat kesusahan untuk menahan hantaman tersebut. Ayunan bertubi-tubi dari Panca langsung menyudutkannya.

Lalu pada satu kesempatan, Panca melompat sedikit ke udara dan memutar tubuh untuk melangsungkan serangan jurus Tebasan Naga Penggetar Langit. Cepat pedang tersebut mengayun dari atas ke bawah, yang pada akhinya ....

TRING

Tanpa diduga, Wardana menerima serangan tersebut dan menangkisnya. Namun sayang, kekuatan pemilik pedang istimewa itu tidak jauh lebih mumpuni dari Panca sehingga pedang Wardana hancur terbelah menjadi dua saat dirinya berusaha menangkis tebasan Panca.

Fokus Wardana lantas teralihkan dan Panca mengambil kesempatan tersebut untuk melancarkan tendangan lurus, yang sontak telak mengenai antara dada dan perut Wardana hingga Wardana terpental cukup jauh.

Setelah terpental. Wardana hendak bangun untuk meladeni Panca kembali, meski tubuhnya saat itu dicecar rasa sakit. Namun, baru bertekuk lutut hendak berdiri. Panca sudah berada di depan dan dengan cepat menjulurkan mata pedang tiga sentimeter mendekati leher Wardana.

"Sekarang, siapa yang harus minta ampun?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dede Dramers
cerita ini sama dg cerita dri donghua
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status