MasukNamanya Arkael. Bangsawan negeri Etheria dan juga calon penerus penyihir utama kerajaan ini. Badannya cukup proposional. Tinggi dengan short torso, bagian atas badannya terlihat pendek karena kakinya sangat panjang. Kulitnya putih, mungkin lebih putih dari Elara. Rambut hitam legam senada dengan matanya. Ia memakai kacamata bulat, sekilas mengingatkan Elara pada tokoh Harry Potter tapi versi Asia timur. Wajahnya kecil jika dibandingkan dengan bahunya yang lebar. Ah, melihat dia mengingatkannya pada karakter manhwa yang dulu sering ia baca. Secara keseluruhan pria itu menarik.
Tapi Lara tahu benar, Arkael tidak akan bisa ditakdirkan dengan Elara. Tapi sekarang Elara bukan Elara yang sesungguhnya. Tatapan mereka bertemu. Lara gugup dan berusaha mengedarkan pandangannya ke arah lain, berusaha menghindar dari tatapan pria itu. “Lara, kau tahu, pria itu yang memakai jas hitam itu,” sahut Lioren, merujuk pada Arkael, “Gosipnya ia berhasil melewati ujian internal para penyihir istana, loh!” Lara bisa merasakan betapa semangatnya Lioren menceritakan Arkael. “Oh ... begitukah? Dia jago dong?” sahut Lara asal. Ia terlalu gugup dengan pandangan Kael tadi, hingga tidak sempat memikirkan kata-kata yang lebih tepat untuk menanggapi kakaknya yang bersemangat itu. “iya! Dia...” belum sempat Lioren menyelesaikan ucapannya, pria yang tidak ingin Lara temui itu malah menghampiri mereka. “Selamat malam, Arkael” Lioren berusaha memulai percakapan. “Selamat malam Putri Lioren,” sahutnya ramah. Suaranya dalam, pelan namun tegas. Lalu ia menatap Lara, entah kenapa pandangannya malah membuat Lara tambah gugup. “Selamat malam Arkael, Aku A..Eh, Elara.” Sahut Lara berusaha ramah. Tapi bukannya menjawab, Kael malah menatapnya dalam. Alisnya berkerut sekilas ia menggerakkan lehernya ke kanan kiri seolah mencari sesuatu. Entah apa, Lara tidak tahu. “Kenapa?” “Kau benar Elara ‘kan?” “Hah?” Lara kaget bukan main. Kalau ada orang yang tahu kalau ia bukan Putri sesungguhnya, bisa jadi ini hari terakhirnya hidup. “Tentu saja! Kau bercanda ya! Hahahaha” Ketawa karir, namanya. “Maaf tapi, aku sama sekali tidak bisa mendeteksi chakra di badanmu.” Sahut Kael. “Biasanya, orang yang masih hidup selalu memiliki Chakra yang mengelilingi tubuhnya. Beberapa terlihat kuat, dan beberapa lagi terlihat redup.” Lanjutnya, “Semakin kuat chakranya, semakin sehat atau ilmu sihirnya besar. Jika redup, biasanya ada tiga penyebabnya,” Pertama karena badannya lemah, biasanya orang tua selalu redup cakranya. Kedua, manusia yang dari lahir tidak bisa menggunakan sihir. Tapi ia tetap punya cakra karena ia masih hidup. Ketiga, orang yang terkena kutukan. Tapi meskipun redup, cakranya masih bisa aku deteksi. Tapi kamu...” Kael malah menyentuh dahinya. Sekilas Lara pikir kepalanya akan ditoyor, tapi pria itu melanjutkan ceramahnya, “Aku sama sekali tidak bisa mendeteksi cakramu. Kamu seperti mati, Putri Elara.” Lioren yang mendengarnya tiba-tiba merinding. Ia bisa merasakan buku kuduknya berdiri saat Kael bilang bahwa adiknya ini seperti mati. Selama hidupnya, ia tidak pernah berbicara dengan Arkael lebih dari lima kata. Fakta bahwa Kael bisa berbicara begitu banyak itu bisa jadi karena situasi Elara ini memang benar-benar serius, atau ... Elara menjadi satu-satunya wanita yang mampu mendapatkan perhatian seorang Arkael. “Putri Lioren,” “Eh? i..iya?” “Apa perlu aku berbicara dengan penyihir utama tentang kondisi Putri Elara?” Tanya Lioren. Lioren tidak bisa langsung menjawab. Ia benar-benar tidak tahu harus apa. “Mungkin aku harus berbicara dulu pada ayahanda, Kael.” “Baiklah, aku tunggu kabarnya ya. Kalau begitu, permisi.” Baru saja Kael membalikkan badannya, Lara menahannya. Ia meraih siku Kael, memaksanya berbalik. “Tunggu! Hm, Kael... kalau nih, kalau...” Lara malah gugup. Ia tidak tahu benar alasan ia bisa segugup ini tuh apa. Apakah fakta bahwa ia dibilang seperti mayat hidup, ketakutannya jika ketahuan, atau tatapan bola mata hitam legamnya Kael yang sangat tajam, mirip seperti mata rubah. “Kalau aku tidak mau diperiksa oleh para penyihir bagaimana? Apa aku akan baik-baik saja? Apa ada yang perlu aku khawatirkan?” Kael yang memang alergi dengan phisycal touch, memegang tangan Elara, bermaksud menyingkirkannya. Tapi ia malah merasakan hangat di tangannya. Ia merasakan ada panas chakra di tangan Elara. Karena penasaran, Kael memegang kedua tangan Lara, membalikkan lengannya, lalu memijat-mijat lengannya seolah mencari adanya pembuluh darah disana. Lara yang merasa tingkah laku Kael mulai aneh pun kaget. Ia berniat menarik lengannya tapi raut wajah Kael yang terlihat khawatir malah membuatnya diam. “Ke ... kenapa kael? Ada yang salahkah?” “Kau masih hidup, Elara ... tapi Chakramu selemah orang yang hampir mati. Saking kecilnya, chakramu terperangkap diantara pembuluh darah.” Mulut Kael terbuka, tapi ia mengatupkan bibirnya kembali, seolah menahan mulutnya untuk berbicara. “Putri Lioren, bisakah kita berbicara sebentar?” Kael menghampiri Lioren. Di belakangnya, Lara berniat mengikuti mereka, tapi Kael melarangnya, “Kamu diam disini, jangan ikut. Pergilah makan sesuatu.” Perintahnya. Alhasil Lara duduk di sofa, sedikit merajuk karena ia tidak diajak. Seolah dia hanyalah anak kecil yang tidak boleh ikut pembicaraan orang dewasa. *** Lioren dan Kael berdiri di balkon, agak sedikit jauh dari tempat Lara duduk. Lioren tahu benar bahwa Kael mungkin akan membicarakan Lara, tapi dadanya bergemuruh gugup. Karena untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia bisa berbicara dan berduaan saja dengan si unapproachable Arkael De Razel. “Putri Lioren, anda mungkin tidak terlalu dekat dengan putri Elara, tapi...” Kael membenarkan kacamatnya dengan tangan kirinya, seolah menandakan apa yang ia mau bicarakan ini hal yang sangat serius. “Sepertinya putri Elara perlu pengawasan ekstra.” “Kenapa? Apa Lara terkena kutukan atau...” “Dengan chakra selemah itu, ia bisa mati kapan saja, putri.” Kael membungkukkan badannya, sikunya bertengger di balkon. Angin malam menyapa rambutnya, membuatnya terlihat lebih berantakan dan ... tampan. Semakin tampan di mata Lioren. “Bukan hanya itu, jika ia merasa tertekan sedikit saja ...” Tatapan Kael terkunci pada Lioren, “jaringan chakranya yang lemah bisa berbalik menyerang jantungnya. Ia bisa jatuh koma lagi, atau bahkan langsung meninggal saat itu juga. “ Lioren kaget, bingung dan terpesona secara bersamaan. Karena itu, ia hanya bisa diam, berusaha mencerna apa yang baru saja Kael katakan. “Jadi, intinya adikku itu kondisinya seperti orang yang sedang sakit keras, begitu?” Ujar Lioren setelah isi kepalanya tersusun. “Tapi hari ini ia sangat segar, sama sekali tidak terlihat sakit.” Ya, hari ini adalah hari dimana Lara yang muram itu bisa tersenyum tulus, bahkan terkikik ringan. Hal yang tidak akan bisa Lioren lihat dari sosok Lara yang biasanya. Kael memijat hidungnya, kalau boleh jujur ia juga tidak tahu kenapa bisa seperti itu. Orang yang normal biasanya tidak akan sanggup berdiri dengan kondisi chakra seperti itu. Dada mereka akan terasa sangat sakit, atau kepala mereka akan terasa mau meledak setiap saat. Tapi jika dilihat dari wajah Lara ... Kael tidak bisa melihat kesakitan di sana. “Maaf putri, tapi ilmuku masih terbatas. Sepulang dari sini aku akan diskusikan dengan para petinggi dan professor. Mungkin saja mereka menemukan jawabannya.” Ucap Kael. Matanya tidak sengaja menangkap bayangan Lara dibalik jendela. Lalu ia kembali menatap Lioren, “Aku akan mengabarimu lagi jika aku sudah mempunyai jawaban yang pasti.” Kael mundur satu langkah dan membungkuk sedikit, “Kalau begitu, sampai jumpa lagi, selamat malam.” Kael bergegas pergi dari pesta itu, dan Lioren masih terdiam. Fakta bahwa adiknya sakit, dan pria yang selama 10 tahun ini ia sukai diam-diam akhirnya mau berbicara padanya membuatnya sedikit kalut. Sekarang Lioren bingung, kepada siapa ia menitipkan Lara? Ibundanya jelas-jelas membenci Lara. Sedangkan ayahnya? Beliau sangat sibuk, dan sudah pasti ia akan bertindak berlebihan jika tahu bahwa salah satu anak kesayangannya sakit keras. Bukannya Lioren cemburu, tapi ketika ayahanda bertindak berlebihan, ada pihak lain yang cemburu. Yaitu ibundanya dan antek-anteknya. Mereka akan membuat hidup Lara makin sulit dan sebenarnya Lioren selalu mengetahuinya. Hanya saja ia tidak berani mengatakan apapun. Ia terlalu takut untuk berhadapan dengan ibundanya. Beliau akan melakukan apapun demi tujuannya. Dan Lioren tahu benar menjadi musuh ibundanya sama seperti menggali kuburan sendiri. ****Lara bangun dengan posisi tengkurap. Punggungnya sakit karena beberapa tusukan jarum dan rasanya ia terlalu lelah untuk sekedar menangis. Jadi begini rasanya jadi tokoh yang disiksa di sinetron-sinetron itu? pikirnya. Lara berpikir, bagaimana dulu Elara hidup ya... apakah ia akan menangis di pagi harinya, atau berakhir mengisolasi diri seperti yang selalu ia lakukan (sebagai Elara). kalau Lara ... ia marah. Ia tak terima diperlakukan seperti ini. Tapi jelas tidak mungkin untuk langsung mendatangi permaisuri dan menamparnya. Ya kalau begitu ceritanya hidupnya akan tamat dan novel ini akan berjalan sesuai alur lamanya. Tapi sekarang 'kan Adelia - yang ada di dalam tubuh Elara, ini sangat sekali ingin hidup. Adelia - yang mendeklarasikan dirinya sebagai Lara- ini hanya terdiam sambil menunggu obat yang akan di bawakan oleh Cornell. Punggungnya sakit, tentu saja. Tapi hatinya tidak sesedih itu untuk menangis. Entah karena ia sudah tahu bahwa ia akan disiksa cepat atau lambat, atau h
Lara ingat benar, saat ia menjadi Adel dulu, ia juga pernah merasa selelah ini. Bukan bukan karena pekerjaan atau pulang terlambat karena terjebak macet bukan. Tapi karena ia seharian menjadi bride's maid pada acara nikahan kakak tirinya. Adel yang introvert, yang perlu ber'gua' selama sehari penuh setelah 6 hari kerja itu benar-benar merasa energinya habis terkuras. Mirip seperti sekarang ini. Sepulangnya ia dari pesta -yang kata paduka itu kecil- ia langsung merebahkan diri di kasur besarnya. Lara menghela nafas dalam-dalam, memejamkan matanya. Mengingatkan dirinya kalau ini baru hari pertama kehidupan resminya sebagai putri Elara Sinclair. Lara meringis membayangkan bagaimana nasib ia di hari-hari selanjutnya. Baru saja ia memejamkan matanya, suara ketukan pintu terdengar. "Putri, yang mulia permaisuri ingin berkunjung." sialan. runtuknya dalam hati. Rasa-rasanya Lara ingin mengunci pintu kamarnya, menyumpal telinganya, tidak peduli siapa yang berdiri di depan pint
Lara menunggu Lioren dan Kael sambil melihat-lihat makanan yang ada di pesta ini. matanya berbinar saat melihat macaroon dan pudding custard di bagian dessert. "Semuanya, terimakasih telah menghadiri pesta ini, " Paduka secara tiba-tiba berkata, "mungkin beberapa dari kalian heran, untuk apa pesta ini? Hari ini bukan ulang tahunku maupun permaisuri, " Paduka tersenyum, ada kebanggaan tercermin di senyumnya. Lara berpikir, setampan apa paduka saat muda, jika di usia tua pun beliau masih bisa memancarkan senyuman semenawan ini. "Aku secara personal mengadakan pesta ini untuk kesembuhan salah satu putri tercintaku yang seperti kalian tahu, ia mengalami koma beberapa waktu yang lalu." Lara tersentak kaget, jangan bilang dia... dia yang akan disoraki dengan gembira. Tidak, tolong, ia tidak butuh spotlight, dia hanya ingin hidup damai di kehidupan ini... "Semuanya tepuk tangan untuk putriku, Elara Sinclair!" Semua pasang mata, benar-benar semua orang di ruangan ini, melihat Lara yang
Namanya Arkael. Bangsawan negeri Etheria dan juga calon penerus penyihir utama kerajaan ini. Badannya cukup proposional. Tinggi dengan short torso, bagian atas badannya terlihat pendek karena kakinya sangat panjang. Kulitnya putih, mungkin lebih putih dari Elara. Rambut hitam legam senada dengan matanya. Ia memakai kacamata bulat, sekilas mengingatkan Elara pada tokoh Harry Potter tapi versi Asia timur. Wajahnya kecil jika dibandingkan dengan bahunya yang lebar. Ah, melihat dia mengingatkannya pada karakter manhwa yang dulu sering ia baca. Secara keseluruhan pria itu menarik.Tapi Lara tahu benar, Arkael tidak akan bisa ditakdirkan dengan Elara.Tapi sekarang Elara bukan Elara yang sesungguhnya.Tatapan mereka bertemu. Lara gugup dan berusaha mengedarkan pandangannya ke arah lain, berusaha menghindar dari tatapan pria itu.“Lara, kau tahu, pria itu yang memakai jas hitam itu,” sahut Lioren, merujuk pada Arkael, “Gosipnya ia berhasil melewati ujian internal para penyihir istana, loh!”
Lara memilih gaun berwarna Hijau lembut dengan renda yang menjulang ke lantai. Ia benar-benar membongkar isi lemari Elara. Dan gaun yang satu ini adalah gaun yang paling mending diantara gaun yang lain. Lara membolak-balikkan badannya di depan cermin, memastikan dandannya sudah pantas dan cantik. Ia ingin terlihat segar dan hidup dihadapan permaisuri iblis itu. Tidak ada yang lebih menyakitkan selain melihat orang yang kau benci hidup sehat dan bahagia, bukan? Cornell menyematkan jepit terakhir di kepala Lara. Dalam hati ia sangat bahagia melihat Tuannya hari ini. Putri Lara terlihat lebih 'hidup' dari sebelumnya. Meskipun banyak sekali ingatannya yang hilang, tapi melihatnya sehat dan bahagia seperti ini sudah terasa seperti anugrah untuk Cornell. "Oke Cornell, aku siap! " Seru Lara pada Cornell, lebih ke dirinya sendiri. Ia meyakinkan diri sendiri bahwa hari ini ia akan baik-baik saja. Cornell mengangguk lalu mempersilahkan Tuannya untuk berjalan terlebih dulu. ****Muka mereka
Cecilia- ibunya Elara-, memeluk Lara erat-erat. Wanita paruh baya itu sekuat tenaga berusaha menutup kedua telinga malaikat kecilnya supaya tidak mendengar hal-hal menyakitkan yang diucapkan sang permaisuri padanya. "Cecilia, kau mungkin paling dicintai. Kau mungkin cinta pertama beliau atau apalah itu. Tapi kau harus ingat," permaisuri mengangkat dagu Cecilia dengan kipasnya. Lara melihatnya, ia tidak mengerti sepenuhnya tapi ia paham bahwa permaisuri ini bukan orang baik. "Aku bisa saja membunuhmu, atau putri kecilmu ini selama sang raja tidak ada." Cecilia ketakutan, Lara bisa merasakan ibunya bergetar saking takutnya. "Jadi, ikuti kataku. Tolak jika Paduka memberimu hadiah atau penjaga baru. Aku benci melihatmu diperlakukan istimewa seperti itu." Puas melihat ketakutan Cecilia, Permaisuri duduk, meminum tehnya dan bergumam, "Lagipula apa yang ia cari darimu ya? Aku lebih muda, cantik, dan keluargaku juga menpunyai pengaruh besar untuk raja. Sedangkan kau? kau hanya anak angkat d







