Lembaran itu menjadi perhatian Mei saat ini. Ia menyunggingkan senyumnya dan melirik seseorang yang terlihat tegang duduk pada satu kursi lainnya.
“Aku….” Mei menggantungkan ucapannya membuat perasaan Elena semakin tak karuan karena khawatir dengan apa yang akan menjadi pendapat Mei terhadap karyanya itu.
“Seperti biasa.” Tambahan kalimat itu membuat Elena bingung. Seperti biasa apa yang dimaksud Mei. Apakah karyanya terlalu biasa dan tak berbeda dengan karya-karya sebelumnya atau hal lain.
“Seperti biasa aku sangat menyukai rancanganmu.” Kalimat lengkap itu sungguh melegakan perasaan Elena. Sejak tadi pundaknya tak merosot sama sekali, namun kini Elena dapat melemaskannya dengan perasaan tenang.
“Namun ada hal kecil yang ingin aku ganti, hanya sedikit tak banyak,” ucap Mei yang membuat Elena langsung bertanya apa yang ingin Mei tambahkan. Tak apa Mei ingin menambahkan yang terpenting Mei menyukai ran
“Jadi benar model pendatang baru itu pacar lo?” tanya Erick pada Alva yang sedang mengganti pakaian bagian atasnya di area walk in closet yang ada di kamarnya.Alva tak menjawab ia hanya sibuk dengan aktivitasnya yang ia lakukan dengan cepat karena tak ingin membuat Elena menunggu lama di bawah. Beberapa menit lalu Alva mendengar suara Erick yang mengatakan kata pacar ia pun segera keluar kamar dan benar saja Elena sudah bertemu Erick di bawah sana.Alva langsung menuruni tangga dengan derap langkah yang terdengar membuat Erick dan Elena menoleh ke arahnya. Ia menyapa Erick dan memperkenalkan temannya itu pada Elena. Erick memicingkan mata padanya lalu memperhatikan Elena, ia pun menarik Erick untuk mengikutinya ke lantai atas karena dirinya ingin berganti baju sebelum acara makan malam dimulai.Alva tak membiarkan Erick menunggu di bawah bersama Elena karena ia mengenal seorang Erick yang berani menggoda wanita sekali pun ia tak mengenalnya. Memang
“Alva lepas.” Elena mendorong tubuh Alva yang masih menghambat geraknya sejak beberapa menit lalu. “Hm.” Hanya gumaman yang terdengar namun Alva belum juga menghindar. Hembusan nafas tenang Alva terdengar, hangat juga Elena rasakan di daerah lehernya. Hembusan nafas Alva menerpa permukaan itu. “Va kamu tidur?” “Ngantuk El.” Elena memutar bola matanya malas. “Jangan di sini dong Va,” gerutu Elena. “Enak,” timpal Alva. “Ha?” Elena tak mengerti apa maksud Alva. Kini Alva terkekeh membuat Elena semakin bingung dengan maksudnya. Gerak pun mulai Elena rasakan. Alva melepaskan pelukannya namun dengan kedua tangan yang masih memegang lengan Elena. “Aku pulang,” ucapnya kemudian mengusap puncak kepala Elena seraya tersenyum. Setelah itu Alva langsung berjalan ke arah pintu dan keluar. Elena menyunggingkan senyumnya seraya menggelengkan kepala, merasa lucu dengan tingkah Alva malam ini walaupun tak mengerti maksudnya. ***
“Apa kamu serius akan pergi ke Paris sore ini?”“Aku sudah bosan menjawabnya Mei, kenapa? Apa kamu tidak rela aku pergi?”Kekehan dari dua bersaudara, Mei dan Rosie terdengar memenuhi ruangan kerja milik Rosie. Rencananya Rosie akan pergi ke Paris sore ini untuk mengurus cabangnya di sana. Rancangan gaun pengantin Rosie memang tak hanya terkenal di dalam negeri saja tapi juga sudah merambat ke mancanegara. Hasil itu ia dapatkan tentu saja dengan kerja keras dan dengan caranya sendiri. Rosie memang sangat pintar mengembangkan usahanya, salah satu hal yang sangat Roy sukai dari istrinya yang selalu sepenuh hati menjalankan pekerjaan dan keberanian yang luar biasa.“Aku titip butikku untuk dua hari ini saja, aku hanya pergi untuk memastikan keadaan di sana aman,” tutur Rosie yang diangguki oleh Mei. Keduanya kini berjalan menuju pintu keluar dengan Mei yang bergelayut manja pada lengan Rosie.“Butikmu akan mengeluark
Entah sudah berapa menit Elena berdiri di depan pintu apartemen Alva, ia tampak ragu dan takut untuk memencet bel. Elena berniat untuk meminta maaf karena sikapnya tadi siang, ia khawatir Alva marah dan kecewa padanya atas apa yang ia katakan. Namun tangannya tak kunjung menyentuh benda kecil itu. Situasi yang sungguh Elena tak sukai. Hembusan nafas pelan ia terdengar, mungkin ia akan pulang dan menyegarkan dirinya terlebih dahulu sebelum bertemu dengan Alva. Berharap kecanggungan tak ia rasakan lagi nanti.Elena menekan beberapa sandi dan membuka pintu unit yang ia tinggali. Membuka sepatu dan menggantinya dengan sandal rumah. Ia hendak melangkah namun kembali berbalik melihat ada satu sepatu yang tak ia kenali. Apa ada orang di dalam sana? Tanyanya dalam hati.Elena segera masuk lebih dalam untuk mengecek, mengingat yang mengetahui sandi unit ini hanyalah dirinya Mei, dan Alva. Tak mungkin orang lain bukan? Elena yakin Alva ada di dalam sana. Elena membawa dirinya me
Alva begitu menyamankan posisinya, membuat Elena sedikit gelisah karena Alva beberapa kali menggerakkan kepalanya di atas paha Elena. Elena melirik ke arah kaki Alva yang menggantung di ujung sana, sepertinya Alva tak nyaman akan hal itu.“Sepertinya aku harus bergeser lagi biar tidurmu nyaman,” ucap Elena begitu saja. Alva memperhatikan wajah Elena dari bawah setelah mendengar Elena mengatakan itu. Elena sendiri kini terdiam, bisa-bisanya ia mengatakan hal demikian diluar kendalinya.“Boleh,” kata Alva yang kembali bangkit dari tidurnya. Elena mengerjap, dengan gerak ragu ia pun lebih menggeser duduknya ke ujung sofa dan tanpa menunggu lama Alva kembali merebahkan diri seperti ketakutan Elena akan pergi dari sana.“Kamu mengagetkanku Alva,” ucap Elena tak berbohong karena ia cukup terkejut Alva yang tak menunggu waktu lama untuk kembali menjadikan paha Elena bantalan tidurnya.“Kamu terlihat ragu dan ingin pergi
Reno belum menyerah untuk membujuk Alva agar mau kembali bekerja. Reno masih mengikuti kemana sumber ketenangan karirnya itu pergi. Bukan main memang, selama ini Alva selalu menurut dan tak berulah membuat pekerjaan Reno lebih mudah. Tapi entah kenapa belakangan ini Alva mulai bertingkah, Reno sangat berharap ini bukanlah masa kehancuran karir yang sudah sejak beberapa tahun ini Alva bangun. Nasibnya pun sedang dipertaruhkan di sini. “Va gue rela kerja rodi untuk lo asal lo balik kerja lagi ya ya. Banyak brand yang berdatangan dan mau jadiin lo modelnya. Ini kesempatan besar buat lo untuk semakin berkembang, please balik lah.” Bujukan Reno terus berlanjut sampai mereka tiba di lantai dimana unit Alva berada. Alva masih mendiamkan Reno dengan terus berjalan menuju unitnya. Kediaman yang juga sudah Reno ketahui, namun langkahnya terhenti matanya melirik ke arah pintu satu dan satunya lagi. Kebingungan menghampiri Reno. Aku rasa unitnya itu yang ini, ucapnya dalam hati
Telunjuk itu masih bergerak walau tak menimbulkan suara. Alva merentangkan tangannya pada sandaran sofa dengan kaki yang ia silangkan. Matanya menatap sosok yang datang menemuinya dan saat ini sedang membalas tatapan tajamnya.“Lo bergerak tanpa sepengetahuan gue, Erick Christian,” tutur Alva. Erick mengangguk masih dengan senyum yang mengembang sejak tadi. Sungguh ia sedang merasa bangga pada dirinya sendiri yang telah membuka jalan untuk Alva memperkenalkan karyanya.Satu jam lalu ia datang ke kediaman Alva, dan sang tuan rumah langsung mencecarnya dengan berbagai macam pertanyaan perihal kabar yang rupanya menjadi kejutan pagi ini. Kronologi itu Erick ceritakan pada Alva dengan senyum yang terus terbit karena merasa sangat bangga pada dirinya telah melakukan sesuatu yang berarti bagi sahabatnya itu sendiri. Rasa penasaran menjadi alasan Erick melakukannya, dan dengan spontan ia memperdengarkan maha karya Alva Melviano pada pihak label tempatnya bernaung
Rasanya punggungku sudah merasa lebih baik, batin Elena yang sayup-sayup matanya mulai menjemput kesadaran dengan mata menyesuaikan penglihatannya yang masih kabur. Beberapa kali mata itu mengerjap dengan ingatan yang telah pulih setelah ia tertidur beberapa saat. Mata Elena mulai terbuka sempurna dengan layar yang menyala tanpa suara menjadi hal pertama yang ia lihat saat ini.Tv? Nyala? Batin Elena. Lirikan matanya memperhatikan sekitar. Dirinya masih berada di ruang tamu, dimana tempat ia merebahkan diri tadi. Eh aku harus bangun, pikirnya. Baru saja akan bergerak, sesuatu segera menyadarkannya. Kepala Elena sedikit bergerak dan merasakan permukaan yang sedang menjadi bantalan tidurnya saat ini. I..ini paha siapa? Batin Elena. Rasanya ia belum berani bergerak sekarang karena keterkejutan yang ia rasakan. Matanya mencari sesuatu yang dapat membantunya untuk mengetahui sebenarnya siapa yang sedang berada dengan dirinya saat ini.Lirikan mata Elena menangkap bayangan d