Share

Why?

Gadis itu berjalan dengan langkah gontai. Mengabaikan beberapa pasang mata yang menatapnya penuh kebencian.

Terutama para murid perempuan.

Namun kali ini Mereka tidak bisa melakukan sesuatu pada Elenora. Mereka ingat jika ancaman Presiden Direktur Hoffman tidak pernah main-main, apalagi enam pengawal yang selalu mengikuti gadis itu, membuat nyali Mereka seketika menciut.

"Elenora."

Merasa namanya dipanggil, gadis itu menghentikan langkahnya kemudian berbalik untuk menoleh ke belakang.

Seorang pemuda sedang berlari ke arahnya sembari tersenyum lebar hingga menampilkan deretan gigi putihnya yang rapi, "Untukmu."

Sebotol susu strawberry.

Ragu. Elenora melirik para pengawal itu karena Ia takut jika Mereka melaporkan hal ini pada suaminya.

Dinding pun bisa berbicara.

Pada akhirnya tidak ada pilihan lain, gadis itu menggeleng pelan, "Aku sudah sarapan dan maaf, Aku harus pergi."

Tatapan pemuda itu berubah sendu. Ia sudah melihat berita tentang pernikahan Presiden Direktur Hoffman dengan gadis pujaannya tersebut.

Sungguh kabar yang menyakitkan. Bahkan Ia sampai tidak masuk selama dua hari karena memikirkan hal itu.

"Sampai kapan Kau akan terus menghindariku, El."

******

"Apa? Pergi berbulan madu?"

"Pewaris Hoffman harus secepatnya hadir diantara Kita, J! Madre sudah semakin tua dan menginginkan seorang cucu darimu."

"Tapi Madre ..."

"Kalau begitu tanda tangani dokumen yang sudah Madre berikan padamu sekarang." Final.

Jackson terdiam ketika Frau Anna beranjak pergi. Pria itu menghela napas lelah, kepalanya berdenyut nyeri memikirkan semua ini.

Tidak sulit bagi Jackson membuat istrinya hamil tapi mengingat bahwa Elenora menyimpan sesuatu darinya .... Keraguan itu kembali muncul!

Sevanya.

Siapa Dia?

Dan apa hubungannya Sevanya dengan istrinya?

******

Pukul satu siang ..

Selesai makan siang, Jackson berencana menjemput istrinya dan membicarakan masalah tadi tapi langkahnya harus terhenti saat Alexis memanggilnya.

"Ada apa?"

"Kita harus bicara, J."

"Hm, bicaralah!"

Alexis menatap ke sekeliling, "Kita bicara di ruanganmu?"

"Aku harus menjemput istriku. Katakan, ada apa?" Jackson melirik sekilas jam ditangannya, memastikan bahwa Ia tidak terlambat menjemput gadis itu dan membuatnya menunggu lama.

Entahlah! Kenapa Jackson jadi peduli padanya?

"Tadi pagi Frau Anna mengatakan jika Dia memberimu hadiah pernikahan. Kau sudah tahu?"

"Apa itu penting? Kupikir ini tentang pekerjaan."

"Jadi menurutmu ini tidak penting?"

"Aku sibuk, Al. Tidak mudah mengatur ulang jadwalku dengan klien dan ...."

"Tidak apa, Bos! Anda bisa pergi berlibur dengan Frau Hoffman."

'Sialan sekali Max ini,' umpat Alexis dalam hati.

Pria Dutchman itu datang dan langsung menyela obrolan Mereka serta memberikan beberapa dokumen yang harus diperiksa oleh Jakson, "Tidak ada rapat minggu ini. Anda bisa pergi, Herr."

"Disini Bosnya Aku atau Kau?"

Max berdehem sebentar mendengar nada tak bersahabat yang keluar dari bibir Jackson dan menegaskan jika pria itu tidak suka diperintah oleh siapapun termasuk sahabat dekatnya sendiri.

"Pardon, Herr."

"Jadi Kau tidak ingin pergi 'kan?" Alexis kembali menginterupsi. Wanita itu berharap jika Jackson tidak menyetujui rencana konyol ibunya.

"Aku harus menjemput istriku."

******

Sekolah sudah hampir sepi namun Jackson tak kunjung datang.

Beruntung, Elenora tidak sendiri. Gadis itu ditemani oleh selusin pengawal di sini.

"Paman Cloe, tidak bisakah Anda saja yang mengantarku pulang?"

Gadis itu berusaha membujuk salah seorang pengawal. Berharap Mereka mau menuruti permintaannya.

"Maaf, Frau. Sesuai perintah Herr Hoffman jika Anda harus menunggunya sampai datang."

"Tapi Aku bosan berada disini. Aku ingin pulang, Paman."

"Apa Aku membuatmu menunggu lama?"

Terkejut.

Elenora tidak tahu sejak kapan suaminya datang dan berdiri disana.

Wajah gadis itu menunduk, tak berani bertatap langsung dengan Jackson.

"Kemana arah pandangan matamu saat seseorang mengajak bicara .... Frau Hoff?"

"Maafkan Saya, Herr. Anda orang sibuk dan maaf sudah membuat Anda repot harus menjemput Saya."

"Sudahlah. Kita pulang."

Sepanjang perjalanan, Mereka tak saling bicara. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

******

Sudah terhitung satu bulan Mereka menjadi pasangan suami dan istri.

Selama itu juga, Jackson tidak lagi bertanya tentang Sevanya.

Dan tentang malam itu ... Ada kekhawatiran yang mengusik hati Elenora.

Gadis itu ingat jika Jackson tidak memakai pengaman saat bercinta dengannya karena pria itu sedang emosi dan bukan hal yang mustahil jika bisa saja Ia hamil.

'Mungkinkah?'

Terlalu sibuk melamun sampai Ia tak menyadari jika Jackson berdiri disampingnya, menatap kagum pada wajah cantik yang selalu mengganggu pikirannya setiap saat, "Memikirkan sesuatu?"

"Herr ..."

"Kau bahkan tidak menyadari kehadiranku."

"Maafkan Saya." Wajah gadis itu menunduk.

Jackson semakin mendekat lalu mengapit dagu si cantik diantara telunjuk dan ibu jarinya. Mencuri satu kecupan dari bibir manis sang istri, "Cherry lips ... Aku menyukainya!"

Semburat merah itu terlihat diwajah Elenora saat Jackson mengusap sisa saliva pada bibir tipis itu dengan ibu jarinya.

Ya Tuhan, jantungku berdebar!

"H-herr .."

"Aku hanya ingin mengatakan padamu jika Madre meminta Kita pergi berbulan madu."

"Maaf?"

"Aku tidak mengulang ucapanku, El! Persiapkan dirimu, Kita akan pergi lusa."

Pria itu pergi meninggalkan Elenora yang masih termangu di sana. Sebenarnya Jackson tak masalah dengan permintaan Ibunya.

Jackson membutuhkan seorang pewaris untuk melanjutkan J.H Corporation di masa depan.

******

Tidak seperti makam pada umumnya.

Jackson membuat tempat peristirahatan gadis yang Ia cintai tampak seperti sebuah taman kecil dengan bunga peony yang ditanam di sana.

"Sayang .."

Ada banyak kenangan pahit di masa lalu yang masih tersimpan dihatinya. Jackson mengusap lembut batu nisan milik Rachel.

"Apa yang harus Aku lakukan? Madre menginginkan seorang cucu dari gadis itu, Sayang." Pria itu menatap dalam, seolah Rachel berada dihadapannya, "Seandainya jika gadis yang Kunikahi adalah Kau .... Aku tidak akan berpikir dua kali untuk melakukannya."

"Kau tidak pernah berubah, Jackson!"

Tanpa menoleh ke belakang, Jackson sudah hafal dengan pemiliki suara tersebut.

Langkahnya begitu tegas dan angkuh. Dia berjalan mendekat dengan mata berkaca-kaca.

Jika waktu bisa diputar kembali, maka Dia berharap saat itu bisa membawa Rachel pergi.

"Kapan Madre pulang ke Jerman?"

"Kau mengusir Ibumu?"

"Aku hanya bertanya."

Hening.

Hanya suara hembusan angin sore menyapa pendengaran. Keduanya sama-sama terluka atas kepergian Rachel.

"Frau, lima belas menit lagi penerbangan Anda ke Rusia. Semua sudah siap menunggu Anda."

Setelah membuat gestur melalui anggukan kepala, pengawal tersebut pergi.

"Madre sudah menyiapkan hadiah pernikahan untuk Kalian. Ingat, Jackson! Jangan pernah mengecewakan Madre lagi."

******

Makan malam terasa sepi. Hanya suara dentingan sendok dan garpu saling beradu.

Elenora memuji sikap tenang yang dimiliki oleh Jackson. Dalam situasi apapun, pria itu mampu mengendalikan dirinya dengan baik.

"Herr, ada kiriman hadiah untuk Anda."

Perjalanan ke Jerman.

Pria itu langsung mengernyit dan berpikir; Kenapa harus Jerman?

"Ada apa, Herr?"

"Terkadang banyak bertanya itu tidak baik! Habiskan makan malammu."

Jackson pergi setelah mendorong kasar kursi miliknya hingga Elenora berjingkat kaget.

Gadis itu tidak mengerti dengan sikap Jackson yang selalu berubah.

"Sampai kapan Anda bersikap seperti ini, Herr?"

'Dasar gadis, Bodoh!'

Sevanya.

Sial! Dia tidak boleh muncul di sini.

"Apa yang Kau lakukan?"

'Memperingatimu, El! Bajingan itu hanya ingin mempermainkanmu saja, sadarlah!'

"Terserah Kau! Aku lelah dan ingin tidur!"

Elenora tidak menyadari jika semenjak tadi seseorang memperhatikan dirinya dibalik dinding dengan seringaian dibibirnya.

"Sangat menarik!"

******

touch vote and like, please!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status