Share

Sevanya

Sendiri itu sepi dan berdua itu menyenangkan.

Mungkin kebersamaan Mereka sebagai pasangan suami dan istri menumbuhkan perasaan baru bagi Elenora. Yang semakin lama tidak mungkin bisa Ia tepis keberadaannya.

Elenora hanya seorang gadis polos yang bahkan memikirkan cinta pun― Tidak pernah.

Baginya, bekerja dan bisa mencukupi semua kebutuhannya, itu sudah lebih dari cukup.

Obsidian birunya menatap lurus ke depan dengan semilir angin barat yang berhembus, menerpa kulit.

Dinginnya udara malam tidak membuatnya bergegas masuk. Pandangannya justru menyipit ketika melihat siluet seseorang berdiri disana.

Jackson.

Sedang apa pria itu disana?

Ah, Elenora lupa!

Disanalah makam gadis yang begitu dicintai oleh suaminya berada. Seharusnya Ia tahu diri dan tidak mengharapkan lebih.

'Kau pasti cemburu melihat suamimu lebih memperhatikan batu nisan itu daripada Kau.'

Bukan hal mengejutkan jika Sevanya muncul. Ia selalu datang saat hatinya merasa sedih dan sepi bukan hanya ketika ada bahaya datang menghampiri.

"Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu."

'Lalu? Membiarkanmu melompat dari balkon ini, begitu?'

"Pikiranmu terlalu sempit! Aku tidak akan bunuh diri hanya melihat Herr Hoffman disana."

'Pembohong! Kau payah, El!'

"Hm, terserah Kau, Sevanya. Aku mengantuk, ingin tidur."

Sementara dibawah sana, amber Jackson tidak pernah lepas menatap sang istri yang sedang berdiri di balkon kamarnya.

Sejak awal, Jackson merasa curiga jika istrinya menyembunyikan sesuatu dan sebaiknya, Jackson harus mengetahui itu.

Ia pun beranjak pergi menemui Elenora di kamarnya.

"Herr-"

"Bukan hanya sekali, tapi berulang kali Aku melihatmu bicara seorang diri."

"Itu.. Sebenarnya Saya sedang-"

"Bicara yang benar, Elenora!"

"Herr, sebenarnya Saya memiliki alter ego." Cicitnya.

Ucapan gadis itu mengundang kernyitan didahi Jackson― "Alter ego? Maksudmu seperti kepribadian ganda, begitu?"

Gadis itu mengangguk. Sejujurnya Ia takut jika Jackson akan marah dan tidak bisa menerima kekurangannya.

'Bagus jika Kau sudah mengetahuinya!'

"Apa maksudmu?"

Gadis itu menyeringai, jelas bukan Elenora yang sedang berada dihadapan Jackson sekarang.

'Aku Sevanya. Dan akhirnya istrimu yang lemah ini mengatakan kebenarannya dan tentu, Aku bisa bicara padamu sekarang― Jackson!'

Lagi.

Sevanya menyeringai dan mulai mendekat ke arah Jackson. Membuat pria itu semakin kebingungan ketika sikap 'Sevanya' begitu agresif, berbanding terbalik dengan Elenora.

"Jadi Dia tidak berbohong saat mengatakan memiliki alter ego?"

Sevanya mengangguk, 'Kau keberatan?'

"Tapi bagaimana bisa? Kalian adalah orang yang sama?"

'Orang yang sama dengan kepribadian yang berbeda! Aku yang melindunginya semenjak orangtua Elenora meninggal. Dan Kau! Jangan coba-coba menyakitinya atau Kau akan berhadapan denganku!'

"Kau mengancamku?"

'Tidak! Hanya memperingatimu.' Sevanya begitu mudah mengatakan sebuah kalimat ancaman pada Jackson tanpa berpikir jika bisa saja Jackson menyakiti Elenora meski itu tidak mungkin terjadi.

'Sudahlah! Aku pergi! Temani Elenora disini. Dia kesepian asal Kau tahu.'

Benar saja.

Tubuh mungil itu limbung dan Jackson berhasil menahannya sebelum gadis itu terjatuh diatas lantai.

Bodohnya, Jackson tidak menutup pintu kamar Elenora dengan benar. Membuat seseorang yang semenjak tadi menguping pembicaraan Mereka menyeringai.

'Jadi Elenora memiliki alter ego.'

******

Pagi ini suasana Mansion Hoffman terlihat ramai.

Max, Sean dan Alexis terlihat menikmati sarapannya dengan tenang. Begitu juga dengan Elenora dan Jackson.

Pria itu sulit ditebak. Elenora tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh suaminya.

Pagi ini Ia terbangun dalam pelukan hangat sang suami dan berpikir jika sesuatu telah terjadi tadi malam.

Tapi mengingat saat Ia bangun dan baju yang Ia kenakan masih lengkap― Elenora segera menepis semua pikiran buruknya tersebut.

"Kau sudah selesai? Kutunggu di mobil."

"Ya, Herr."

Mereka selesai. Membiarkan ketiga sahabatnya saling menatap disana.

"Kau tidak merasa jika sikap Jackson aneh?"

"Bukankah bajingan itu selalu bersikap begitu?" Sean berucap sangat santai hingga Max mendengus sebal.

"Terserah. Tapi Kuperingatkan padamu jangan pernah membahas Dia. Kau seperti membangunkan iblis yang tertidur!"

"Siapa yang membicarakan siapa?" Sebenarnya Alexis enggan untuk bertanya namun jika ini tentang Jackson, maka Ia tidak bisa diam begitu saja.

"Kau tidak mendengarnya, Al? Kami sedang membicarakan Jackson dan Rachel."

"Kenapa Kalian mengungkitnya lagi? Jackson sudah menikah dengan Elenora jika Kalian lupa!"

Wanita itu berdiri dengan mendorong kasar kursinya ke belakang. Membuat kedua pria disana tersentak kaget.

"Jadi itu wanita yang Kau cintai?"

"Tutup mulutmu! Kau tidak tahu rasanya mencintai sendiri. Aku selesai."

******

Sepanjang perjalanan Jackson hanya diam saja, pikirannya kalut ketika mengetahui bahwa istrinya memiliki 'sosok lain' dalam dirinya.

Gadis mungil yang telah menyandang status sebagai Frau Hoffman itu memang terlihat biasa saja, namun mengingat ucapan Sevanya, membuat Jackson tidak tahan untuk bertanya― "Kupikir Kau tidak serius saat mengatakan Kau memiliki alter ego." Pandangannya masih fokus, menatap lurus ke depan.

Ia melirik Elenora melalui ekor matanya ketika gadis yang Ia ajak bicara hanya diam saja, tidak merespon apapun.

"Elenora-"

"Maaf, Herr. Saya tidak pernah bermaksud menyembunyikan ini. Apa Sevanya mengatakan sesuatu? Atau Dia menyakiti Anda? Demi Tuhan! Sevanya sulit ditebak." Wajah cantik itu menunduk, tangannya memilin ujung rok seragam sekolahnya.

Ia takut jika Sevanya melakukan hal yang diluar batas, seperti; menyakiti Jackson, misalnya.

Pria itu terkekeh ketika melihat betapa menggemaskan sikap Elenora ini. Apa selama ini Ia terlihat sangat menakutkan dimatanya?

Well, jika boleh jujur― Memang perbedaan usia diantara Mereka terpaut cukup jauh tapi bukan berarti Elenora harus takut dan benar-benar tunduk pada suaminya tersebut.

"Tidak. Dia― Baik."

"Maaf?"

"Selain Aku, apa ada orang lain yang tahu tentang ini? Misal, ketiga sahabatku?"

Gadis itu menggeleng pelan seiring mobil berhenti tepat didepan gerbang sekolah.

"Kita sudah sampai."

"Danke, Herr. Sudah mengantar Saya." Jemari lentik itu hendak membuka pintu namun urung sebab Jackson lebih dulu keluar dan membuka pintu untuknya.

Sejenak, Jackson menahan tubuh ringkih Elenora dan gadis itu terkesiap ketika suaminya menarik pinggang rampingnya untuk mendekat― "A-apa yang Anda lakukan, Herr?"

Pertanyaan yang sama, yang membuat Jackson ingin tertawa keras.

Betapa polosnya gadis ini. Pikirnya.

"Aku selalu menyukai reaksimu yang dipicu olehku. Elenora― Selamat belajar dan jangan nakal. Aku akan menjemputmu nanti." Tangan besarnya terulur mengusak gemas rambut brunette milik istrinya tersebut.

Si cantik lagi-lagi tersipu dengan hal kecil yang dilakukan oleh Jackson padanya.

Seperti ada jutaan kupu-kupu terbang diatas perutnya.

"D-danke. Saya harus masuk, Herr. Permisi."

Ia berlari kecil ketika Jackson melonggarkan dekapannya dan buru-buru masuk ke dalam sebelum banyak mata yang melihat.

******

Bill menatap datar ketika melihat iringan mobil porsche milik Presiden Direktur Hoffman itu pergi. Ia menterawai dirinya sendiri sebab gadis pujaannya telah menjadi istri seorang Aristokrat Jerman.

"Elenora, wait!"

"Ada apa, Bill?"

Sebenarnya Elenora ingin mengabaikan eksistensi pemuda Bill itu namun Ia tidak bisa. Bagaimana pun, Bill sudah baik padanya selama ini.

Lelaki itu juga menjaganya dari gangguan siswi penggosip seperti Britney dan teman-temannya.

"Pulang sekolah nanti Kita pergi bersama ya?"

Dan sial. Bill membuatnya dalam masalah besar jika para pengawal yang bertugas menjaganya mendengar hal ini.

Ia takut jika Jackson mengetahuinya. Pria diktator itu sulit ditebak.

Kadang bisa bersikap manis, kadang juga sangat mengerikan.

******

Touch vote and like, please!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status