Share

Mimpi atau Nyata

Pulang sekolah, siang hari.

Udara siang terasa panas, tapi tidak dengan suasana hatiku.

Benar apa yang dikatan oleh mereka yang ahli dalam sebuah kata hikmah.

‘Masalah yang ada di depan kita, atau juga yang di belakang kita itu sangatlah kecil. Tapi masalah yang sangat besar ialah, masalah yang berada dalam diri kita sendiri’.

Aku masih di dalam kamar, berdiri di depan cermin yang jernih. Aku memandangi rambutku sejenak, hitam pekat. Setelah itu, aku pergi dari hada-pan cermin.

Ganti baju, memakai pakaian biasa sehari-hari.

Aku segera turun kebawah. Disana, terlihat Mama sedang membuat minuman. Aku segera menghampiri.

“Lagi buat apa, Ma?”

“Eh, Nisa. Ini Mama lagi buat kopi spesial. Kamu mau?”

Inilah kebiasaan Mama, sama seperti Zila jika di sekolahanku. Mengatakan sesuatu spesial, padahal hanya soto biasa. Dan ini, hanya kopi hitam biasa.

Aku hanya mengangguk. Tidak ada salahnya mencoba menikmati kopi hangat spesial. Hal lain, aku sebelum ini jarang sekali minum kopi. Biasanya hanya jika hari minggu, bersama dengan Papa dan Mama di depan rumah, sambil menikmati sejuknya pagi.

“Kamu makan saja dulu, Nisa. Mama sudah makan tadi, lapar sekali tadi”, Mama menengok kearahku dengan raut wajah cengengesan. Tidak usah disuruh lagi, aku langsung menuju tempat piring, dan segera mengambil makan siang.

Seperti biasa, Mama selalu memasak masakan yang sangat spesial setiap hari. Seperti hari ini, Mama masak sayur kangkung khas Jepang, padahal banyak kan resep kangkung dari Indonesia?

Setelah selesai makan, sepertinya kopi yang dibuat Mama sudah selesai. Giliranku mencoba minuman spesial siang ini.

****

Libur semester tinggal beberapa minggu lagi, tepanya dua minggu.

Aku tidak memikirkan soal liburan semester itu. Tapi, jauh yang lebih aku pikirkan adalah soal suasana hatiku ini.

Sejak tadi siang, tepatnya setelah mendengar percakapan Zila dengan Faisal, rasanya ada rasa baru yang masuk kedalam hatiku.

Meskipun tidak bercakap langsung dengannya, tapi dengan melihat satu senyuman dari wajahnya ketika memandangku, itu semua sudah cukup.

Itu artinya, buku yang aku baca selama ini menunjukkan kebenaran tentang tanda-tanda yang pertama. Aku terlihat sangat salah tingkah. Mungkin jika aku sedang sendirian, ketika Faisal pergi, aku akan lupa membayar makanan yang sudah aku pesan tadi, karena bahagia mungkin.

Ini adalah gejala kehidupan yang baru aku alami selama ini, belum pernah aku merasakan perasaan ini sebelumnya. Karena mungkin aku terlalu polos.

Waktu untuk siang ini masih panjang. Dan, aku juga tidak punya kegiatan lain selain tidur. Tidak, aku tidak akan tidur dulu siang ini. Aku mengambil hp yang dari tadi berada disebelahku. Mulai aku membuka menu, kembali lagi ke layar depan, serta membuka menu kembali (Pasti kalian sering kan kalau bingung mau ngapain). Akhirya, aku menemukan aplikasi yang pas. Dari dulu, sejak aku kecil aku sangat suka dengan game, salah satunya game peperangan dengan menggunakan tembak.

Dulu, sampai saat ini juga, bermain game selalu menjadi teman yang baik setelah bosan membaca, atau menonton televisi.

Aku mulai memainkan salah satu game tembak-tembakan terbaik. Tegang, sepertinya game ini selalu membuat begitu. Jengkel, jika tidak sengaja terkene tembakan lawan, padahal sudah merasa menghindar dan aman dari musuh. Tapi, asyiknya bermain itu disini. Jika menang terus-menerus maka akan menjadi membosankan pula.

Tidak bertahan lama aku bermain hp, karena sering sekali mati. Dan tentu saja, itu membuat aku menjadi sangat jengkel. Mungkin jengkelnya lebih tinggi dari pada mengetahui mantan punya pacar lagi. Tapi aku belum tahu. karena punya mantanpun aku tidak pernah.

Bukan apa alasanku tidak mempunyai pacar atau seperti yang teman-teman katakan, pasangan hidup, bukan karena aku belum mendapat seseorang yang tepat, melainkan aku terlalu minder. Tidak berani mendekati orang yang aku suka. Sebenarnya, aku pernah suka dengan salah satu siswa waktu aku masih kelas satu SMA. Tapi juga seperti kebiasaan lama, aku terlebih dahulu minder melihat seseorang yang aku sukai.

****

Manusia begitu bodoh, sehingga mudah sekali terbujuk oleh syetan. Bahkan tidak jarang, manusia memasuki sebuah lembah dosa bukan karena dorongan syetan, tidak lebih karena karakter manusia yang sudah menjadi pendosa. Kadang kala syetan merasa bosan membujuk manusia, karena manusia sudah berjalan menuju sebuah dosa tanpa bujuk rayunya.

Maka, dari sini kita dapat menyimpulkan. Bahwasanya manusia buruk bukan karena seratus persen pengaruh syetan. Memang awalnya dia sangat berperan mengangkat manusia munuju tempat yang sangat hina. Namun ketika manusia sudah menikmati perjalanan itu, maka kebanyakan syetan akan mengundurkan diri dan mencari mangsa yang baru. Memang, beginilah kehidupan.

****

Bangun tidur, sore hari.

Aku baru bangun dari tidur siang ketika waktu menunjukkan pukul lima sore. Aku segera mandi, dan berganti pakaian. Perlu kalian ketahui. Aku bukanlah cewek yang suka berdandan seperti kebanyakan yang lain. Aku lebih suka berpenampilan apa adanya, bukan ada apanya. Memang, meskipun teman-teman bilang aku itu manis (Jadi kePDan deh), tapi aku tidak mengakui kemanisan itu untuk diriku sendiri. Karena apa? Kemanisan itu bukan diukur dari materi luar, tapi manis itu harus bersumber dari hati yang paling dalam.

Sudahlah, aku tidak ingin seperti santri yang setiap hari berbicara tentang filosofi kehidupan. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri.

Mama terlihat masih sibuk lagi menyiapkan makan malam untuk keluarga nanti. Aku memutuskan untuk membantunya. Jarang sekali aku membantu Mama, apa lagi tentang urusan memasak.

“Selamat sore, Mama. Adakah yang bisa saya bantu?” Aku mendatangi Mama di dapur, yang sedang menghaluskan apalah itu, aku tidak mengetahuinya. Kalau dilihat dari baunya, eh, maksudku warnanya, sepertinya Mama sedang menghaluskan bawang merah dan juga putih.

“Kamu kemana saja baru nongol, Nisa? Daari tadi Mama membutuhkan bantuan malah tidak ada petugas yang datang”, aku bengong sejenak, lalu menatap Mama kembali. Emangnya sejak kapan ada petugas yang bekerja membantu Ibu rumah tangga masak?

“Eh, maksudnya apa, Mah? Mamah ingin mencari pembantu?” Tanyaku menyelidiki apa yang sedang dikatakan Mama.

“Tidak. Kamu bisa kan menggoreng tempe? Nah itu saja yang akan kamu bantu sore ini”, Mama telah memberikanku tugas pertama sore ini. baiklah, kalau hanya menggoreng tempe maka aku akan bisa melakukannya.

Segera aku mengambil tempe dari dalam kulkas yang tadi ditunjukkan Mama. Setelah itu, aku membuka tempe yang terbungkus rapat oleh plastik, memotong kecil-kecil seperti biasanya Mama menyajikan tempe yang sudah matang di meja makan.

Setelah itu, aku segera menuangkan minyak goring kedalam wajan yang sudah disiapkan di atas kompor. Ternyata yang dihaluskan Mama tadi adalah bumbu yang digunakan untuk menggoreng tempe, dicelupkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan kedalam minyak goreng.

Baiklah teman-teman semua. Walaupun aku katanya cantik, tapi aku suka membantu Mama masak, walaupun bari sekali ini. Atau setidaknya aku lupa kapan terakhir kali membatu Mama memasak. Maka aku memberikan saran kepada teman-teman semua yang masih tidak suka memasak, mulai hari ini kita harus suka memasak, dan juga membantu orang tua tentunya.

Bau harus keluar dari dalam minyak tanah. Aku sangat menyukai aroma ini. Dulu, waktu aku masih kecil, aku sangat suka sekali menemani Mama yang sedang masak, terutama yang sedang menggoreng tempe. Setiap kali sudah matang, maka aku akan mendekatinya, dan mencicipinya sampai habis.

Tidak, terasa, hari sudah mulai malam. Saat ini menunjukkan pukul setengah delapan malam. Sebentar lagi Papa akan pulang dari kantor.

Disetiap makan malam yang kami lakukan, pasti akan menghadirkan kesan tersendiri bagi keluarga. Mungkin mala mini juga akan menghadirkan momen spesial yang berbeda dengan hari-hari yang sudah lewat.

Dari depan rumah, tepatnya dari tepi jalan terdengar suara mobil merapat. Tidak salah lagi, pasti itu Papa. Terdengar suara gerbang rumah didorong, terbuka agar mobil Papa bisa memasuki halaman rumah.

Benar saja. Tidak lama setelah gerbang tadi dibuka, Papa terlihat berjalan gontai membuka dan memasuki pintu rumah, dengan membawa tas kerja yang setiap hari Papa bawa.

“Selamat malam, Mama, Nisa! Maaf Papa baru bisa pulang sekarang”, seperti biasa, Papa selalu mengucapkan kalimat maaf setelah pulang, dan melihat aku dan Mama sudah berada dimeja makan.

Mama segera menyambutnya, membawakan tasnya. Setelah itu, Papa terlihat menyandarkan diri dikursi depan televisi. Dia mencopot sepatu, lalu sembarangan melemparkan sepatu itu kesudut ruanngan. Papa melangkah ke kamar. Seperti biasa. Dia akan berganti pakaian terlebih dahulu, setelah itu bari bergabung bersama kami di meja makan.

Tidak lama setelah masuk kamar, Papa sudah keluar kembali dengan berpakaian biasa. Dan segera bergabung pula dengan kami.

“Wah, kelihatannya Mama masak spesial malam ini”, Papa mulai memecah keheningan malam, yang sejak tadi aku dan Mama tidak tertarik untuk membicarakan suatu hal. Aku langsung menjawab perkataan Papa.

“Iya ini, Pah. Mama malam ini masak masakan spesial. Apalagi yang itu, Pa, tempe paling nikmat yang akan Papa makan dalam seumur hidup”, aku menunjuk tempe yang tadi aku goreng. Mama langsung menyergah.

“Jangan percaya, Pa. Tadi yang menggoreng itu Nisa. Lihat saja warnanya sudah sangat gelap”

“Enak saja Mama bilang. Tadi Nisa itu menggoreng dengan penuh penghayatan, makanya wajar saja kalau warnanya menjadi begitu”, aku menunjuk kembali tempe yang sebenarnya memang sedikit gosong. Tapi tidak apalah, itu sudah resiko menjadi tukang masak pemula.

Papa terlihat mengulurkan tangannya, mengambil satu potong tempe. Papa terlihat menikmati tempe tadi.

“Emmm …. Benar, Ma. Nisa memang jago membuat filosofi kehidupan dengan tempe ini”, angkat bicara Papa setelah menghabiskan. Lalu melanjutkan kembali.

“Dengan tempe ini, Papa bisa merasakan pahitnya kehidupan. Rasanya sama persis dengan tempe ini, ada pahitnya juga”. Aku langsung tahu apa yang sebenarnya dikatakan Papa. Bahwa sebenarya tempe yang aku goreng rasanya pahit, karena terlalu lama mengendap di wajan.

Benar sekali. Meskipun sederhana, tapi makan malam kami akan selalu menghadirkan kesan yang berbeda.

Dari sini aku juga banyak belajar. Bahwa semua hal itu harus ada ilmunya, dan jika kita akan melakukan hal itu maka kita harus terlebih dahulu mempunyai ilmunya. Walaupun kelihatanya sepele, namun jika tidak mempunyai ilmunya, maka jadinya akan gosong seperti tempe tadi. Dari sini aku juga bisa belajar. Sepahit apapun tempe yang aku goreng, maka masih ada rasa gurih yang tersisa, atau setidaknya kandungan gizinya. Begitupun dengan manusia, walaupun sangat menyebalkan, maka pasti masih ada kebaikan yang bisa kita ambil darinya.

Setelah Papa mencicipi tempa, akhirnya kamipun mulai makan malam bersama. Sebuah kebahagiaan akan lahir dari kebersamaan. Tadi belum tentu kebersamaan akan selalu menghasilkan kebahagiaan. Inilah hidup. Filosofi tentang satu potong tempe.

“Ma … Mama sudah menyiapkan perjalanan kita semua atau belum?” Papa memulai pembicaraan lagi setelah selesai makan, tepatnya dengan menikmati minuman yang sudah disediakan Mama.

“Belum, Pa. Memangnya kita akan berlibur kemana? Bandung atau Surabaya?” Mama membalas pertanyaan Papa tadi. Aku juga mengikuti pembicaraan malam ini.

“Mama belum tahu, ya? Kan liburan ini kita akan berkunjung ke desa”, aku melihat Mama yang masih penasaran.

“Oh, jadi kalian sepakat tidak memberi tahu Mama dahulu?” raut wajah Mama terlihat menyelidik.

Aku hanya tertawa setelah mendengarkan kata-kata dari Mama.

Lokasi desa yang akan kami kunjungi lumayan jauh, yaitu perjalanan satu hari satu malam. Lokasinya di Jawa Timur, tepatnya kota Nganjuk. Pernahkah teman-teman semua mendengar nama kota itu? Salah satu kota besar yang berada di Jatim.

****

Malam yang sunyi, aku tergeletak sendirian di dalam kamar. Malam ini begitu sunyi. Mungkin sesunyi hati manusia yang tidak pernah diambah yang namanya cinta. Itulah gambaran singkat tentang mala mini. Tidak, gambaran itu juga sedang menggamabarkan suasana hatiku yang belum terambah cinta sampai detik ini.

Cinta selalu dan akan membuat manusia lupa akan segalanya. Dengan cinta manusia mampu bahagia. Namun juga atas nama cinta, tidak sesikit pula manusia yang gila. Ini memang sudah jalan yang aku hadapi, membuat diri ini sepi dari cinta.

Aku memegang hp, lalu menyalakannya, memasukkan pola kunci yang telah terpasang. Beberapa kali gagal karena aku tidak sepenuhnya konsentrasi kepada hp. Ada seseorang yang lebih membuat hatiku konsentrasi padanya. Entahlah, sejak dua hari yang lalu aku merasa ada yang aneh terjadi dalam keseharianku. Aku biasanya yang sangat suka sekali bermain game, hanya bisa bertahan beberapa menit dan meninggalkanya.

Aku mulai menggunakan hp itu. Pertama, yang aku tuju ialah salah satu sosmed paling digemari remaja sekarang. Tidak, bukan hanya remaja, namun juga ibu-ibu yang tidak kalah eksis. Terlihat ada beberapa pemberitahuan yang masuh, dan ada juga beberapa tulisan angka merah yang menandakan ada pesan masuk. Aku tidak langsung membuka pesan itu, tidak tertarik. Yang aku tuju adalah ruang pencarian teman. Disana aku mengetikkan nama seseorang. Tentunya kalian semua sudah tahu bukan? Iya, yang aku tulis adalah namanya, Faisal.

Hp segera menampakkan informasi yang aku minta. Disana, terpampang foto dia yang sedang memakai seragam, bersama dengan kelurganya mungkin, dengan latar belakang sebuah rumah yang biasa-biasa saja. Mungkin dia juga berasal dari keluarga yang bahagia.

Aku segera menggeser layar hp kebawah, melihat foto-fotonya yang lain. Diantara sekian banyak foto, hanya beberapa yang menggambarkan dia sedang sendirian. Maka aku langsung mengetunya, memperbesar, dan memandangnya.

Hanya satu foto yang membuat aku tertahan sampai beberapa menit. Bahkan, selama ini aku terlalu cuek dengan unggahan orang lain, sehingga aku baru merasa serius melihat unggahan ini.

Aku tersenyum sendirian di dalam kamar, masih memandang foto itu. Entah kenapa hatiku begitu bahagia, laksana bumi yang bergesekan dengan meteor, maka atmosfer akan mengeluarkan nyala api yang indah. Atau juga seperti hamparan salju di kutub utara. Berbaring di atas salju, dengan melihat indahnya aurora yang menari-nari di atas langit, yang tidak akan pernah kita jumpai di Ibu Kota.

Malam semakin menghilangkan banyak suara yang terjadi. Seperti cinta yang menghilangkan separuh kesadaran manusia. Cinta tidak salah, tapi yang menyalah gunakan adalah manusia sendiri.

Akhirnya aku sudah mulai bosan juga melihat foto itu. Sebenarnya tidak bosan, lebih karena aku sudah mulai mengantuk. Aku membuka tab pesan. Disana ada tiga pesan yang tadi aku abaikan. Salah satunya dari sahabat setiaku, Zila.

“Hai, Nisa. Jangan banyak-banyak melamun, ya! Jangan sampai kemasukan Om Jin …”

Seperti biasa, dia selalu menggodaku dalam segala hal beberapa hari ini. aku tidak membalas pesan itu, hanya membacanya. Aku membuka lagi pasan yang dibawahnya. Pesan itu juga tidak menarik untuk lama-lama aku baca, juga dari temanku di sekolah. Masih ada satu yang belum aku baca.

“Selamat malam, Nisa!”

Aurora kembali menari-nari dalam kepalaku setelah aku membaca pesan singkat itu. Tidak salah lagi, mungkin ini yang dikatakan oleh filsuf Yunani, dan dia memberikan nama benda itu dengan sebutan cinta. Tidak terlihat, namun begitu menyiksa. Tidak berwarna, tapi membutakan mata. Tidak berasa, tapi sesekali akan membuat orang menjadi gila.

Inilah pengalamanku pertama kali mendapat pesan singkat dari orang yang aku dambakan. Meteor tidak ada apa-apanya dibanding dengan sinar yang masuk kedalam hati ini. Aku melihat pesan itu lebih dalam lagi, mendekatkan layar hp ke mata. Pesan itu masuk sekitar satu setengah jam yang lalu. Aku mengeluh untuk dua hal. Satu, kenapa aku tidak membuka hp sejak makan malam tadi, atau aku menunda makan malam. Dua, karena aku bingung, bagaimana cara membalas pesan ini. bukan cara mengirimnya yang aku tidak bisa, tapi tentang kata apa yang akan aku tuliskan. Dia terlihat tidak aktif. Aku khawatir. Jangan-jangan dia sudah terlalu lama menunggu jawaban, dan menyerah karena aku tidak sedang aktif.

“Malam juga, Faisal”.

Dalam hatiku aku berkata demikian.

****

Ruangan ini sepi, tidak banyak pasukan lawan yang berjaga disini. Aku sudah tidak dapat lagi berbuat apapun. Disini, Hanya ada pasukanku yang masih hidup, dan beberapa pasukan lawan yang berjaga-jaga, bergantian dari ruangan satu ke ruangan yang lainnya.

Suasana pertempuran sudah hilang, digantikan dengan suasana sepi yang menyeka setiap bagian ruangan. Hanya satu yang masih bisa aku lakukan, yaitu menunggu. Iya, menunggu adalah langkah terbaik sekaligus langkah terakhir yang tersisa. Mungkin beberapa jam lagi pasukan bantuan akan datang setelah menerima nada darurat dari alat yang aku jatuhkan tadi.

Hidup ini memang sangat aneh bin ajaib. Sekitar lima hari yang lalu aku mengalahkan pasukan pemberontak yang membuat kacau negeri ini. tapi sekarang? Sekarang aku hanya terdiam dengan tangan dan kaki diikat. Scenario Tuhan nmemang sangat indah. Tidak akan pernah ada manusia yang jenuh dengan petualangan hidup ini. sebenarnya, apakah yang akan kita cari dari perjalanan ini? Tidak lain dan tidak bukan adalah menjadikan seluruh hidup ini mengarah kepada Tuhan. Niscaya Tuhan akan mengubah skenarionya agar lebih baik untuk manusia.

Akhirnya aku memilih untuk istirahat sejenak sembari menunggu bantuan datang. Walaupun tangan dan kaki diikat, aku masih bisa memejamkan mata, tidak lebih karena lelah.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Indo Smart
Lanjutkan, Faisal!! Aku mendukungmu!?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status