MasukMobil sport Cleora berhenti di depan gerbang mansion mewah keluarga Addison. Cleora keluar dari mobil dengan santai, senyum cerah menghiasi wajahnya. Ia tampak seperti tidak terjadi apa-apa semalam.Anne keluar dari mobil setelahnya, membawakan tas dan barang-barang Cleora. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya yang seolah tanpa beban."Kau ini benar-benar tidak bisa dipercaya," gumam Anne, mengikuti Cleora masuk ke dalam mansion.“Welcome home!!!!” teriaknya ceria"Bibi Marry" panggil Anne, melihat kepala pelayan senior itu berjalan menghampiri mereka."Selamat pagi, Nona Cleora, Nona Anne," sapa Bibi Marry dengan sopan.“Pagi bibi marry ku sayang” jawab Cleo sambil melengos menuju lift meninggalkan mereka"Bibi, tolong siapkan sarapan untuk Cleo di kamarnya ya," pinta Anne. "Dan tolong minta pelayan siapkan air hangat untuk Cleo mandi juga.""Baik, Nona," jawab Bibi Marry, mengangguk."Apakah Tuan Aaron dan Nyonya Victoria sudah berangkat, Bi?" tanya Anne."Su
Keesokan paginya, mentari pagi menyelinap masuk melalui celah-celah tirai, menerangi ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut. Cleora menggeliat pelan di atas tempat tidur, merasakan kehangatan yang nyaman menyelimutinya.Ia membuka matanya perlahan, dan pemandangan pertama yang menyambutnya adalah wajah pria semalam yang tertidur lelap di sampingnya. Rambutnya yang hitam berantakan menutupi sebagian dahinya, namun rahangnya yang tegas tetap terlihat jelas.Cleora tersenyum kecil, mengingat kejadian semalam. Ia tidak pernah menyangka akan menghabiskan malam dengan pria asing, apalagi dengan cara yang begitu intim. Namun, ia tidak menyesalinya.Pria ini membuatnya merasa diinginkan, dicintai, dan hidup. Ia membuatnya merasa seperti wanita seutuhnya.Tanpa sadar, tangannya terulur untuk menyentuh wajahnya. Ia membelai pipinya dengan lembut, merasakan tekstur kulitnya yang halus.“Sangat tampan.”Pria itu menggeliat pelan, lalu membuka matanya. Ia menatap Cleora dengan tatapan yang sam
“Dominic menatap gadis itu lama, ada sesuatu yang aneh dalam dirinya malam ini, entah karena alkohol atau karena instingnya sebagai laki-laki, malam ini seperti ada rasa penasaran yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.Selama ini, wanita-wanita yang ditemui atas perintah ibunya selalu sama seperti tipikal gadis pada umumnya: cantik, sopan, dan berusaha menyenangkan di hadapannya.Namun, gadis di depannya berbeda.Matanya berani, tajam, bahkan dalam keadaan mabuk sekalipun, ia tetap memancarkan aura yang berbeda.Dominic menyandarkan satu tangan di meja di sampingnya dan sedikit mencondongkan tubuh ke arah Cleo.“Siapa namamu?” tanyanya perlahan, suaranya benar-benar membuat Cleo merinding.Cleo menatapnya dengan senyum kecil yang sulit diartikan, “Untuk apa? Lagipula kau akan lupa besok pagi.”Jawaban itu membuat Dominic mengerutkan kening tipis, tapi di sudut bibirnya muncul bayangan senyum yang tak bisa ia tahan.Jarang sekali ada yang berani bicara seperti itu padanya.Cleo mengang
“Arrghhhh, semua orang sangat gila! Mereka semua gila, Anne,” gumam gadis berambut cokelat yang tergerai indah.“Aku tidak bisa mendengarmu, Cleo! Berhentilah, ini sudah terlalu banyak!” teriak gadis dengan rambut sebahu di hadapannya.“Ck, kau sangat membosankan,” protesnya.“Cleo, sebaiknya kita kembali saja,” pinta Anne, sahabat sekaligus asisten pribadi Cleora Daniella Addison.Keduanya kini tengah berada di sebuah klub malam. Inilah dunia Cleo. Sebagai anak tunggal dari Aaron Addison dan Victoria Wilson, dia sering kali merasa kesepian.‘Kau sudah mendengarnya? Tuan muda Vesper akan kemari malam ini!’‘Benarkah? Bagaimana penampilanku?’Sayup-sayup terdengar suara para gadis di belakang mejanya yang menyebut marga seseorang, membuat Cleora berdecak.“Tidak di rumah, tidak di sini, nama keluarga itu selalu disebutkan,” gerutunya sebal sambil memejamkan mata.Di lain tempat, Dominic baru saja memasuki ruangan khusus miliknya di klub tersebut. Malam ini ia berencana untuk menghabis
Sore itu, mentari mulai meredup, mewarnai langit dengan gradasi jingga dan ungu. Cleora bersenandung riang saat berjalan menuju mobilnya. Pemotretan hari ini berjalan lancar, dan ia merasa puas dengan hasilnya.“Aku benar-benar terlahir untuk menjadi bintang,” gumamnya sambil tersenyum pada dirinya sendiri.Anne, yang berjalan di belakangnya, hanya bisa memutar bola mata malas melihat kelakuan sahabat sekaligus bosnya itu.“Kau ini benar-benar narsis, Cleo,” kata Anne sambil terkekeh.“Tentu saja, Anne,” jawab Cleora sambil mengangkat bahunya.Tiba-tiba, ponsel Cleora berdering. Ia melihat nama ibunya di layar dan segera mengangkatnya.“Halo, Ibu?” sapa Cleora dengan nada ceria.“Sayang, Ibu dan Ayah harus melakukan perjalanan bisnis lagi,” kata Victoria dari seberang sana.Mata Cleora berbinar-binar mendengar berita itu. Ia sudah lama menunggu kesempatan ini.“Oh ya? Ke mana?” tanya Cleora dengan nada pura-pura sedih.“Ke Paris, ada urusan penting yang harus diselesaikan,” jawab Vict
Mentari pagi menyinari Kota dengan lembut, menerobos celah-celah awan dan menyentuh lahan luas yang menjadi saksi bisu kejayaan keluarga Addison.Di tengah hamparan hijau yang terawat sempurna, berdiri tiga bangunan megah yang menjadi simbol kekuasaan dan kemakmuran keluarga Addison.Di tengah-tengah, berdiri mansion utama, kediaman Lewis Addison, sang kepala keluarga, dan istrinya, Amartha. Di sebelah kanan mansion utama, berdiri kediaman Aaron Addison, putra kedua Lewis, bersama istrinya, Victoria, dan putri semata wayang mereka, Cleora. Sementara itu, di sebelah kiri, berdiri mansion Arthur Addison, putra pertama Lewis, bersama istrinya, Diana.Kawasan Addison adalah sebuah wilayah pribadi yang luas. Setiap mansion memiliki gerbang besar sendiri, memastikan privasi. Jarak antar mansion juga cukup jauh.Pagi itu, di kediaman Aaron Addison, aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara.“Nona Cleora, sarapan sudah siap,” suara lembut Bibi Marry terdengar dari balik pintu kamar Cleora.







