Share

Rencana Cleora

Penulis: cutiebearmum
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-21 11:48:33

Sore itu, mentari mulai meredup, mewarnai langit dengan gradasi jingga dan ungu. Cleora bersenandung riang saat berjalan menuju mobilnya. Pemotretan hari ini berjalan lancar, dan ia merasa puas dengan hasilnya.

“Aku benar-benar terlahir untuk menjadi bintang,” gumamnya sambil tersenyum pada dirinya sendiri.

Anne, yang berjalan di belakangnya, hanya bisa memutar bola mata malas melihat kelakuan sahabat sekaligus bosnya itu.

“Kau ini benar-benar narsis, Cleo,” kata Anne sambil terkekeh.

“Tentu saja, Anne,” jawab Cleora sambil mengangkat bahunya.

Tiba-tiba, ponsel Cleora berdering. Ia melihat nama ibunya di layar dan segera mengangkatnya.

“Halo, Ibu?” sapa Cleora dengan nada ceria.

“Sayang, Ibu dan Ayah harus melakukan perjalanan bisnis lagi,” kata Victoria dari seberang sana.

Mata Cleora berbinar-binar mendengar berita itu. Ia sudah lama menunggu kesempatan ini.

“Oh ya? Ke mana?” tanya Cleora dengan nada pura-pura sedih.

“Ke Paris, ada urusan penting yang harus diselesaikan,” jawab Victoria.

“Kami akan pergi malam ini dan mungkin akan kembali minggu depan.”

“Baiklah, Ibu. Hati-hati di jalan,” kata Cleora. “Jangan lupa oleh-oleh untukku.”

“Tentu saja, Sayang. Jaga dirimu baik-baik di rumah,” pesan Victoria sebelum menutup telepon.

Cleora melompat-lompat kegirangan setelah menutup teleponnya.

“Yes! Akhirnya aku bebas!” serunya sambil berjingkrak-jingkrak di tempat.

Anne menatapnya dengan tatapan curiga. “Ada apa denganmu, Cleo? Kenapa kau terlihat senang sekali?”

“Ibu dan Ayah akan pergi ke Paris besok pagi!” jawab Cleora dengan nada bersemangat.

“Itu artinya aku bisa melakukan apa saja yang aku mau!”

“Jangan bilang kau akan mengadakan pesta liar di rumah,” tebak Anne.

“Tentu saja tidak,” jawab Cleora sambil tersenyum licik.

“Aku punya rencana yang lebih baik.”

“Rencana apa?” tanya Anne.

“Kita akan pergi ke klub malam dan mabuk sampai pagi!” jawab Cleora dengan nada bersemangat.

Anne membelalakkan matanya. “Cleo, kau serius? Kau tahu kan apa yang akan terjadi jika Nenekmu tahu?”

“Ayolah, Anne. Jangan jadi pengecut,” bujuk Cleora dengan nada manja. “Kita bisa bersenang-senang dan melupakan semua masalah.”

“Tapi, Cleo…”

“Kita akan berbohong seperti biasa,” potong Cleora. “Kau bisa bilang pada Bibi Dorothy kalau kita menginap di rumah teman.”

“Ayolah, Anne. Aku mohon. Lagipula, aku yakin Bibi akan mengikuti perjalanan bisnis kali ini. Dia selalu mengikuti ke mana pun ibuku pergi, bukan?”

Anne menghela napas. Ia tahu bahwa ia tidak bisa menolak permintaan Cleora. Ia sudah terlalu sering berbohong untuk sahabatnya itu.

“Baiklah, Cleo,” jawab Anne dengan nada pasrah. “Tapi jika Nenekmu tahu, aku tidak mau bertanggung jawab.”

“Tenang saja, Anne. Nenek tidak akan tahu,” kata Cleora sambil tersenyum licik.

“Malam ini, kita akan membuat sejarah!”

“Sejarah apa?” tanya Anne dengan nada skeptis.

“Sejarah tentang bagaimana dua gadis kaya dan cantik menghancurkan semua batasan dan bersenang-senang tanpa batas!” jawab Cleora dengan nada dramatis.

Anne menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Ia tahu bahwa ia tidak bisa menghentikan Cleora. Sahabatnya itu selalu punya cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.

“Baiklah, Cleo. Tapi ingat, jangan sampai berlebihan,” pesan Anne.

“Tentu saja, Anne. Aku selalu tahu batasan,” jawab Cleora sambil mengedipkan mata.

“Aku tidak yakin dengan itu,” gumam Anne pelan.

“Sudahlah, Anne. Jangan khawatir. Malam ini akan menjadi malam yang tak terlupakan,” kata Cleora sambil menarik tangan Anne menuju mobilnya.

“Aku harap begitu,” jawab Anne dengan nada pasrah.

Mobil melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan studio pemotretan. Cleora dan Anne sudah tidak sabar untuk memulai petualangan mereka di klub malam. Mereka siap untuk berdansa, tertawa, dan bersenang-senang sampai pagi.

Sementara Cleora dan Anne bersiap untuk malam yang penuh dengan kesenangan, Dominic Vesper masih terjebak dalam rapat yang panjang dan melelahkan.

“Kita harus mengakuisisi perusahaan teknologi Starlight,” kata seorang eksekutif dengan nada mendesak.

“Mereka memiliki teknologi yang sangat inovatif dan bisa memberikan keuntungan besar bagi perusahaan kita.”

“Tapi mereka meminta harga yang sangat tinggi,” bantah eksekutif lainnya.

“Apakah kita yakin ini investasi yang bijaksana?”

Dominic, yang duduk di ujung meja, mendengarkan dengan saksama tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Matanya yang tajam mengamati setiap detail, menilai setiap argumen dengan cermat.

“Kita tidak bisa membiarkan mereka jatuh ke tangan pesaing kita,” kata Dominic akhirnya dengan suara dingin dan tegas. “Akuisisi Starlight harus dilakukan, berapa pun harganya.”

Para eksekutif saling bertukar pandang. Mereka tahu bahwa ketika Dominic sudah mengambil keputusan, tidak ada yang bisa mengubahnya.

“Bagaimana dengan perusahaan Phoenix Industries, Tuan?” tanya eksekutif yang lain.

“Mereka sedang mengalami masalah keuangan dan mungkin bisa kita dapatkan dengan harga murah.”

“Aku tidak tertarik dengan perusahaan yang sekarat,” jawab Dominic dengan nada meremehkan. “Fokus kita adalah pada perusahaan yang memiliki potensi besar untuk berkembang.”

“T-tapi, Tuan, Phoenix Industries memiliki aset yang berharga,” desak eksekutif itu.

“Kita bisa menjual aset mereka dan mendapatkan keuntungan yang lumayan.”

“Aku tidak ingin membuang waktu untuk sesuatu yang tidak menjanjikan.”

“B-baik, Tuan,” tunduknya takut.

Rapat terus berlanjut hingga larut sore. Dominic membahas berbagai macam strategi bisnis, dari akuisisi perusahaan hingga pengembangan produk baru.

Setelah menyelesaikan rapat, Dominic memasuki ruangannya dengan langkah berat. Ia menyandarkan diri di kursi kebanggaannya sambil memejamkan mata. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai macam hal, dari bisnis hingga masalah keluarga.

Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya ada di dalam pikiran pria bengis itu. Ia adalah sosok yang misterius dan sulit ditebak. Di balik penampilannya yang tenang dan dingin, tersimpan ambisi yang membara dan dendam yang mendalam.

Setelah beberapa saat, Dominic membuka matanya dan menekan tombol interkom di mejanya.

“Luca, masuklah,” perintahnya dengan suara datar.

Tidak lama kemudian, pintu terbuka dan seorang pria berbadan tegap masuk ke dalam ruangan. Luca adalah tangan kanan Dominic, orang kepercayaannya yang selalu siap melaksanakan perintahnya.

“Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” tanya Luca dengan nada hormat.

“Siapkan kamarku di klub malam,” kata Dominic dengan tatapan dingin. “Aku akan datang malam ini.”

Luca mengangguk. “Segera saya laksanakan, Tuan. Apakah ada permintaan khusus?”

“Pastikan semua staf tahu bahwa aku tidak ingin ada gangguan,” jawab Dominic.

“Baik, Tuan,” jawab Luca.

“Apakah ada hal lain?”

“Tidak ada,” jawab Dominic. “Kau boleh pergi.”

Luca keluar dari ruangan dengan cepat. Ia tahu bahwa Dominic sedang dalam mood yang buruk dan tidak ingin diganggu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Enmity: Musuhku Ayah Bayiku   Mencari Informasi

    Mobil sport Cleora berhenti di depan gerbang mansion mewah keluarga Addison. Cleora keluar dari mobil dengan santai, senyum cerah menghiasi wajahnya. Ia tampak seperti tidak terjadi apa-apa semalam.Anne keluar dari mobil setelahnya, membawakan tas dan barang-barang Cleora. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya yang seolah tanpa beban."Kau ini benar-benar tidak bisa dipercaya," gumam Anne, mengikuti Cleora masuk ke dalam mansion.“Welcome home!!!!” teriaknya ceria"Bibi Marry" panggil Anne, melihat kepala pelayan senior itu berjalan menghampiri mereka."Selamat pagi, Nona Cleora, Nona Anne," sapa Bibi Marry dengan sopan.“Pagi bibi marry ku sayang” jawab Cleo sambil melengos menuju lift meninggalkan mereka"Bibi, tolong siapkan sarapan untuk Cleo di kamarnya ya," pinta Anne. "Dan tolong minta pelayan siapkan air hangat untuk Cleo mandi juga.""Baik, Nona," jawab Bibi Marry, mengangguk."Apakah Tuan Aaron dan Nyonya Victoria sudah berangkat, Bi?" tanya Anne."Su

  • Enmity: Musuhku Ayah Bayiku   Rumit

    Keesokan paginya, mentari pagi menyelinap masuk melalui celah-celah tirai, menerangi ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut. Cleora menggeliat pelan di atas tempat tidur, merasakan kehangatan yang nyaman menyelimutinya.Ia membuka matanya perlahan, dan pemandangan pertama yang menyambutnya adalah wajah pria semalam yang tertidur lelap di sampingnya. Rambutnya yang hitam berantakan menutupi sebagian dahinya, namun rahangnya yang tegas tetap terlihat jelas.Cleora tersenyum kecil, mengingat kejadian semalam. Ia tidak pernah menyangka akan menghabiskan malam dengan pria asing, apalagi dengan cara yang begitu intim. Namun, ia tidak menyesalinya.Pria ini membuatnya merasa diinginkan, dicintai, dan hidup. Ia membuatnya merasa seperti wanita seutuhnya.Tanpa sadar, tangannya terulur untuk menyentuh wajahnya. Ia membelai pipinya dengan lembut, merasakan tekstur kulitnya yang halus.“Sangat tampan.”Pria itu menggeliat pelan, lalu membuka matanya. Ia menatap Cleora dengan tatapan yang sam

  • Enmity: Musuhku Ayah Bayiku   Dominic dan Cleora

    “Dominic menatap gadis itu lama, ada sesuatu yang aneh dalam dirinya malam ini, entah karena alkohol atau karena instingnya sebagai laki-laki, malam ini seperti ada rasa penasaran yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.Selama ini, wanita-wanita yang ditemui atas perintah ibunya selalu sama seperti tipikal gadis pada umumnya: cantik, sopan, dan berusaha menyenangkan di hadapannya.Namun, gadis di depannya berbeda.Matanya berani, tajam, bahkan dalam keadaan mabuk sekalipun, ia tetap memancarkan aura yang berbeda.Dominic menyandarkan satu tangan di meja di sampingnya dan sedikit mencondongkan tubuh ke arah Cleo.“Siapa namamu?” tanyanya perlahan, suaranya benar-benar membuat Cleo merinding.Cleo menatapnya dengan senyum kecil yang sulit diartikan, “Untuk apa? Lagipula kau akan lupa besok pagi.”Jawaban itu membuat Dominic mengerutkan kening tipis, tapi di sudut bibirnya muncul bayangan senyum yang tak bisa ia tahan.Jarang sekali ada yang berani bicara seperti itu padanya.Cleo mengang

  • Enmity: Musuhku Ayah Bayiku   Club Malam

    “Arrghhhh, semua orang sangat gila! Mereka semua gila, Anne,” gumam gadis berambut cokelat yang tergerai indah.“Aku tidak bisa mendengarmu, Cleo! Berhentilah, ini sudah terlalu banyak!” teriak gadis dengan rambut sebahu di hadapannya.“Ck, kau sangat membosankan,” protesnya.“Cleo, sebaiknya kita kembali saja,” pinta Anne, sahabat sekaligus asisten pribadi Cleora Daniella Addison.Keduanya kini tengah berada di sebuah klub malam. Inilah dunia Cleo. Sebagai anak tunggal dari Aaron Addison dan Victoria Wilson, dia sering kali merasa kesepian.‘Kau sudah mendengarnya? Tuan muda Vesper akan kemari malam ini!’‘Benarkah? Bagaimana penampilanku?’Sayup-sayup terdengar suara para gadis di belakang mejanya yang menyebut marga seseorang, membuat Cleora berdecak.“Tidak di rumah, tidak di sini, nama keluarga itu selalu disebutkan,” gerutunya sebal sambil memejamkan mata.Di lain tempat, Dominic baru saja memasuki ruangan khusus miliknya di klub tersebut. Malam ini ia berencana untuk menghabis

  • Enmity: Musuhku Ayah Bayiku   Rencana Cleora

    Sore itu, mentari mulai meredup, mewarnai langit dengan gradasi jingga dan ungu. Cleora bersenandung riang saat berjalan menuju mobilnya. Pemotretan hari ini berjalan lancar, dan ia merasa puas dengan hasilnya.“Aku benar-benar terlahir untuk menjadi bintang,” gumamnya sambil tersenyum pada dirinya sendiri.Anne, yang berjalan di belakangnya, hanya bisa memutar bola mata malas melihat kelakuan sahabat sekaligus bosnya itu.“Kau ini benar-benar narsis, Cleo,” kata Anne sambil terkekeh.“Tentu saja, Anne,” jawab Cleora sambil mengangkat bahunya.Tiba-tiba, ponsel Cleora berdering. Ia melihat nama ibunya di layar dan segera mengangkatnya.“Halo, Ibu?” sapa Cleora dengan nada ceria.“Sayang, Ibu dan Ayah harus melakukan perjalanan bisnis lagi,” kata Victoria dari seberang sana.Mata Cleora berbinar-binar mendengar berita itu. Ia sudah lama menunggu kesempatan ini.“Oh ya? Ke mana?” tanya Cleora dengan nada pura-pura sedih.“Ke Paris, ada urusan penting yang harus diselesaikan,” jawab Vict

  • Enmity: Musuhku Ayah Bayiku   Cerah dan Suram

    Mentari pagi menyinari Kota dengan lembut, menerobos celah-celah awan dan menyentuh lahan luas yang menjadi saksi bisu kejayaan keluarga Addison.Di tengah hamparan hijau yang terawat sempurna, berdiri tiga bangunan megah yang menjadi simbol kekuasaan dan kemakmuran keluarga Addison.Di tengah-tengah, berdiri mansion utama, kediaman Lewis Addison, sang kepala keluarga, dan istrinya, Amartha. Di sebelah kanan mansion utama, berdiri kediaman Aaron Addison, putra kedua Lewis, bersama istrinya, Victoria, dan putri semata wayang mereka, Cleora. Sementara itu, di sebelah kiri, berdiri mansion Arthur Addison, putra pertama Lewis, bersama istrinya, Diana.Kawasan Addison adalah sebuah wilayah pribadi yang luas. Setiap mansion memiliki gerbang besar sendiri, memastikan privasi. Jarak antar mansion juga cukup jauh.Pagi itu, di kediaman Aaron Addison, aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara.“Nona Cleora, sarapan sudah siap,” suara lembut Bibi Marry terdengar dari balik pintu kamar Cleora.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status