Share

Mencari Informasi

Author: cutiebearmum
last update Huling Na-update: 2025-11-12 00:51:00

Mobil sport Cleora berhenti di depan gerbang mansion mewah keluarga Addison. Cleora keluar dari mobil dengan santai, senyum cerah menghiasi wajahnya. Ia tampak seperti tidak terjadi apa-apa semalam.

Anne keluar dari mobil setelahnya, membawakan tas dan barang-barang Cleora. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya yang seolah tanpa beban.

"Kau ini benar-benar tidak bisa dipercaya," gumam Anne, mengikuti Cleora masuk ke dalam mansion.

“Welcome home!!!!” teriaknya ceria

"Bibi Marry" panggil Anne, melihat kepala pelayan senior itu berjalan menghampiri mereka.

"Selamat pagi, Nona Cleora, Nona Anne," sapa Bibi Marry dengan sopan.

“Pagi bibi marry ku sayang” jawab Cleo sambil melengos menuju lift meninggalkan mereka

"Bibi, tolong siapkan sarapan untuk Cleo di kamarnya ya," pinta Anne. "Dan tolong minta pelayan siapkan air hangat untuk Cleo mandi juga."

"Baik, Nona," jawab Bibi Marry, mengangguk.

"Apakah Tuan Aaron dan Nyonya Victoria sudah berangkat, Bi?" tanya Anne.

"Sudah, Nona," jawab Bibi Marry. "Mereka berangkat pagi sekali."

“Apakah ibuku juga akan kembali mengikuti jadwal nyonya?” tanya Anne lagi.

“Sepertinya begitu nona”

Anne mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Baiklah, saya akan segera menyiapkan semuanya nona." lanjut bibi Marry.

Tiba-tiba, teriakan Cleora bergema dari lantai atas.

"ANNEEEE!!!"

Anne dan Bibi Marry yang masih berada di dekat situ saling bertukar pandang dan menggelengkan kepala sambil tersenyum geli melihat tingkah Cleora.

"Sepertinya ada yang sudah tidak sabar," kata Anne, terkekeh.

"Aku akan menyusulnya," pamit Anne pada Bibi Marry.

Anne berjalan menaiki tangga menuju kamar Cleora, meninggalkan Bibi Marry yang tersenyum simpul melihat keakraban kedua gadis itu.

Anne memasuki kamar Cleora yang luas dan mewah. Ia meletakkan tas dan barang-barang Cleora di atas sofa besar berwarna putih gading.

"Ada apa, kenapa kau berteriak seperti itu?" tanya Anne, menghampiri Cleora yang berdiri di depan cermin rias. "Kau ini seperti anak kecil saja."

Cleora berbalik menghadap Anne dengan senyum lebar. Ia membuka sedikit kimono sutra yang dikenakannya.

Mata Anne membelalak melihat betapa berantakannya Cleora.

"Ya Tuhan, Cleo!" seru Anne, menutup mulutnya dengan tangan. "Apa yang terjadi di sini?! Kau seperti habis terkena kuman!"

Cleora tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi terkejut Anne. "Dia sangat bersemangat," jawab Cleora, mengangkat bahu. "Aku tidak bisa menghentikannya."

"Bersemangat apanya!" Anne menggelengkan kepalanya. "Ini sudah keterlaluan, Cleo! Apa kau tidak merasa lelah?"

"Sedikit," jawab Cleora, tersenyum nakal. "Tapi aku menyukainya."

Anne menghela napas panjang, merasa frustrasi. "Kau ini benar-benar sudah gila," gumam Anne. "Aku tidak tahu lagi harus berkata apa."

"Sudahlah, Anne," kata Cleora, mendekati Anne dan merangkulnya. "Jangan terlalu dipikirkan. Yang penting aku bahagia."

"Bahagia katamu?" Anne menatap Cleora dengan tatapan tidak percaya. "Kau bahagia karena tubuhmu seperti kapal pecah? Kau bahagia karena menyerahkan keperawananmu pada orang asing yang bahkan tidak kau kenal namanya?"

"Iya," jawab Cleora, mantap. "Aku bahagia."

Anne terdiam sejenak, mencoba memahami apa yang dirasakan Cleora. Ia tahu bahwa sahabatnya itu selalu mencari kebebasan dan kebahagiaan. Mungkin, dengan melakukan hal ini, Cleora merasa telah menemukannya.

"Baiklah," kata Anne akhirnya, menghela napas. "Jika itu yang membuatmu bahagia, aku tidak bisa melarangmu.

Tapi ingat, Cleo, jangan sampai kau menyesalinya nanti. Aku tidak mau melihatmu patah hati."

"Aku tahu, Anne," kata Cleora, memeluk Anne erat. "Terima kasih. Kau sahabat terbaikku."

"Aku tahu," jawab Anne, membalas pelukan Cleora. "Tapi jangan membuatku khawatir lagi ya. Aku tidak mau jantungku copot karena ulahmu."

Cleora tertawa kecil, lalu melepaskan pelukannya. "Janji," jawab Cleora, mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V.

"Sekarang, lebih baik kau mandi dan sarapan. Kau pasti lapar kan?"

"Tentu saja," jawab Cleora, mengangguk. "Aku bisa makan seekor kuda sekarang."

"Dasar," kata Anne, terkekeh. "Aku akan menemanimu sarapan. Aku juga lapar."

Cleora mulai berjalan menuju kamar mandi sambil tersenyum-senyum sendiri, mengingat wajah tampan pria semalam. Ia bahkan tidak menyadari bahwa Anne sudah berjalan di depannya.

"Hei, Cleo! Jangan melamun!" seru Anne, berbalik dan melihat Cleora yang masih tersenyum seperti orang gila. "Kau ini benar-benar sudah kehilangan akal sehatmu ya!"

"Biarkan saja," jawab Cleora, mengangkat bahu. "Aku sedang bahagia."

Anne mengomel, namun ketukan pintu menghentikan keduanya.

Tok tok tok

"Masuk," kata Anne.

Pintu terbuka, dan Bibi Marry masuk membawa nampan berisi sarapan untuk Cleora dan Anne.

"Selamat pagi, Nona," sapa Bibi Marry dengan sopan. "Sarapannya sudah siap. Dan air panas untuk Nona Cleora berendam di ruang pemandian juga sudah siap."

"Terima kasih, Bibi," jawab Anne, tersenyum.

Bibi Marry menatap Cleora dengan tatapan menyelidik. "Leher Nona kenapa merah sekali?" tanya Bibi Marry

“Bukan apa-apa” Jawab Cleora santai.

“Benarkah, apakah perlu bibi obati?” Tawar bibi Marry membuat Cleo melotot sambil menggelengkan kepalanya

“Tidak, tidak perlu bibi ini bukan sesuatu yang menyakitkan tubuhku” jawab Cleo sekenanya

“Ck, katakan saja kalau kau hmppt-“

Mata Anne membulat, ia hampir keceplosan mengatakan yang sebenarnya.

"Anne, diam!" bisik Cleora, menutup mulut Anne dengan tangannya sebelum sahabatnya itu sempat berbicara. "Aku mau berendam sekarang!"

“Huuft, kau membuatku tidak bisa bernafas” kesal Anne saat Cleo melepaskan bekapannya

Cleo memutar bola matanya, lalu membuka pintu lebar-lebar. Cleora dengan cepat menutup rapat leher kimononya dan mendorong Bibi Marry keluar dari kamar

"Terima kasih, Bibi!" seru Cleora, menutup pintu dengan cepat. "Sekarang, Bibi bisa keluar!"

Bibi Marry terkekeh pelan mendengar tingkah Cleora yang cerewet dan lucu.

"Dasar anak itu," gumam Bibi Marry, menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Selalu saja membuatku tertawa."

Bibi Marry berjalan kembali menuju dapur, meninggalkan Cleora dan Anne di kamar.

Di ruangan VIP salah satu restoran terkenal, Dominic dan Bastian sahabatnya sedang menikmati sarapan pagi mereka. Cahaya matahari pagi masuk melalui jendela besar, menerangi ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut.

Bastian dengan lahap menyantap pancake dengan sirup maple, sementara Dominic hanya mengaduk-aduk kopi hitamnya dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang pada kejadian semalam.

Wajah Cleora, senyumnya, tubuhnya, semuanya terlintas jelas di benaknya. Ia tidak bisa melupakan malam yang mereka habiskan bersama.

Ini adalah pertama kalinya Dominic menghabiskan malam dengan seorang wanita. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya untuk memikirkan hal-hal seperti itu. Namun, kali ini berbeda. Ada sesuatu tentang Cleora yang membuatnya penasaran.

Ia belum sempat meminta asistennya untuk mencari tahu tentang gadis itu. Biasanya, ia tidak tertarik untuk mengenal wanita lebih jauh. Tapi, kali ini, ia ingin tahu segalanya tentang wanita itu.

"Hei, Dom, kau melamun terus dari tadi. Ada apa? Apa kau sedang memikirkan sesuatu?" panggil Bastian, mengunyah pancake dengan mulut penuh.

Dominic menggeleng. Ia hanya mengangkat bahu, lalu menyesap kopinya.

"Benar! Aku tahu pasti ada sesuatu yang terjadi. Ceritakan padaku, Dom. Siapa manusia beruntung yang berhasil membuat seorang Dominic Vesper melamun seperti ini?" seru Bastian, menunjuk Dominic dengan garpu.

Dominic menghela napas panjang. Ia tahu bahwa Bastian tidak akan berhenti bertanya sampai ia menceritakan semuanya.

"Bukan urusanmu," jawab Dominic singkat, dengan nada dingin.

"Ayolah, Dom! Kita kan sahabat. Kau selalu bercerita padaku jika ada masalah." rengek Bastian, memasang wajah memelas.

"Bukan masalah," jawab Dominic, tetap dengan nada dinginnya.

"Kalau bukan masalah, kenapa kau tidak mengatakannya?" tanya Bastian, penasaran.

Dominic terdiam sejenak, lalu menghela napas lagi. "Diamlah," jawab Dominic, akhirnya.

"Apakah ini seorang wanita? Siapa? Apa dia cantik? Apa dia sexy? Apa dia..." Bastian mengangkat alisnya.

"Sudah kubilang, bukan urusanmu," potong Dominic, dengan nada tegas.

Bastian terdiam, menatap Dominic dengan tatapan menyelidik. Ia tahu bahwa Dominic tidak ingin membahasnya lebih lanjut.

"Baiklah," kata Bastian akhirnya, mengangkat kedua tangannya menyerah. "Aku tidak akan bertanya lagi.”

Dominic mengangguk kecil, lalu kembali menyesap kopinya. Kemudian ia membuka aplikasi pesan dan mengetikkan sesuatu pada Luca, asisten pribadinya.

‘Wanita yang masuk ke ruanganku tadi malam’

‘Aku ingin semua informasi tentangnya’

Setelah mengirim pesan tersebut, Dominic mengunci ponselnya dan meletakkannya kembali di atas meja. Ia menatap Bastian dengan tatapan dingin.

"Setelah ini pergilah, jangan menggangguku," kata Dominic, dengan nada mengancam.

Bastian mengangkat kedua tangannya menyerah. "Oke, oke," jawab Bastian, dengan nada takut. "Kau seperti akan memakanku hidup-hidup."

Dominic bersandar di kursinya, menatap Bastian dengan tatapan tajam. Ia tidak suka ada orang yang mengganggunya, terutama saat ia sedang memikirkan sesuatu yang penting.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Enmity: Musuhku Ayah Bayiku   Mencari Informasi

    Mobil sport Cleora berhenti di depan gerbang mansion mewah keluarga Addison. Cleora keluar dari mobil dengan santai, senyum cerah menghiasi wajahnya. Ia tampak seperti tidak terjadi apa-apa semalam.Anne keluar dari mobil setelahnya, membawakan tas dan barang-barang Cleora. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya yang seolah tanpa beban."Kau ini benar-benar tidak bisa dipercaya," gumam Anne, mengikuti Cleora masuk ke dalam mansion.“Welcome home!!!!” teriaknya ceria"Bibi Marry" panggil Anne, melihat kepala pelayan senior itu berjalan menghampiri mereka."Selamat pagi, Nona Cleora, Nona Anne," sapa Bibi Marry dengan sopan.“Pagi bibi marry ku sayang” jawab Cleo sambil melengos menuju lift meninggalkan mereka"Bibi, tolong siapkan sarapan untuk Cleo di kamarnya ya," pinta Anne. "Dan tolong minta pelayan siapkan air hangat untuk Cleo mandi juga.""Baik, Nona," jawab Bibi Marry, mengangguk."Apakah Tuan Aaron dan Nyonya Victoria sudah berangkat, Bi?" tanya Anne."Su

  • Enmity: Musuhku Ayah Bayiku   Rumit

    Keesokan paginya, mentari pagi menyelinap masuk melalui celah-celah tirai, menerangi ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut. Cleora menggeliat pelan di atas tempat tidur, merasakan kehangatan yang nyaman menyelimutinya.Ia membuka matanya perlahan, dan pemandangan pertama yang menyambutnya adalah wajah pria semalam yang tertidur lelap di sampingnya. Rambutnya yang hitam berantakan menutupi sebagian dahinya, namun rahangnya yang tegas tetap terlihat jelas.Cleora tersenyum kecil, mengingat kejadian semalam. Ia tidak pernah menyangka akan menghabiskan malam dengan pria asing, apalagi dengan cara yang begitu intim. Namun, ia tidak menyesalinya.Pria ini membuatnya merasa diinginkan, dicintai, dan hidup. Ia membuatnya merasa seperti wanita seutuhnya.Tanpa sadar, tangannya terulur untuk menyentuh wajahnya. Ia membelai pipinya dengan lembut, merasakan tekstur kulitnya yang halus.“Sangat tampan.”Pria itu menggeliat pelan, lalu membuka matanya. Ia menatap Cleora dengan tatapan yang sam

  • Enmity: Musuhku Ayah Bayiku   Dominic dan Cleora

    “Dominic menatap gadis itu lama, ada sesuatu yang aneh dalam dirinya malam ini, entah karena alkohol atau karena instingnya sebagai laki-laki, malam ini seperti ada rasa penasaran yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.Selama ini, wanita-wanita yang ditemui atas perintah ibunya selalu sama seperti tipikal gadis pada umumnya: cantik, sopan, dan berusaha menyenangkan di hadapannya.Namun, gadis di depannya berbeda.Matanya berani, tajam, bahkan dalam keadaan mabuk sekalipun, ia tetap memancarkan aura yang berbeda.Dominic menyandarkan satu tangan di meja di sampingnya dan sedikit mencondongkan tubuh ke arah Cleo.“Siapa namamu?” tanyanya perlahan, suaranya benar-benar membuat Cleo merinding.Cleo menatapnya dengan senyum kecil yang sulit diartikan, “Untuk apa? Lagipula kau akan lupa besok pagi.”Jawaban itu membuat Dominic mengerutkan kening tipis, tapi di sudut bibirnya muncul bayangan senyum yang tak bisa ia tahan.Jarang sekali ada yang berani bicara seperti itu padanya.Cleo mengang

  • Enmity: Musuhku Ayah Bayiku   Club Malam

    “Arrghhhh, semua orang sangat gila! Mereka semua gila, Anne,” gumam gadis berambut cokelat yang tergerai indah.“Aku tidak bisa mendengarmu, Cleo! Berhentilah, ini sudah terlalu banyak!” teriak gadis dengan rambut sebahu di hadapannya.“Ck, kau sangat membosankan,” protesnya.“Cleo, sebaiknya kita kembali saja,” pinta Anne, sahabat sekaligus asisten pribadi Cleora Daniella Addison.Keduanya kini tengah berada di sebuah klub malam. Inilah dunia Cleo. Sebagai anak tunggal dari Aaron Addison dan Victoria Wilson, dia sering kali merasa kesepian.‘Kau sudah mendengarnya? Tuan muda Vesper akan kemari malam ini!’‘Benarkah? Bagaimana penampilanku?’Sayup-sayup terdengar suara para gadis di belakang mejanya yang menyebut marga seseorang, membuat Cleora berdecak.“Tidak di rumah, tidak di sini, nama keluarga itu selalu disebutkan,” gerutunya sebal sambil memejamkan mata.Di lain tempat, Dominic baru saja memasuki ruangan khusus miliknya di klub tersebut. Malam ini ia berencana untuk menghabis

  • Enmity: Musuhku Ayah Bayiku   Rencana Cleora

    Sore itu, mentari mulai meredup, mewarnai langit dengan gradasi jingga dan ungu. Cleora bersenandung riang saat berjalan menuju mobilnya. Pemotretan hari ini berjalan lancar, dan ia merasa puas dengan hasilnya.“Aku benar-benar terlahir untuk menjadi bintang,” gumamnya sambil tersenyum pada dirinya sendiri.Anne, yang berjalan di belakangnya, hanya bisa memutar bola mata malas melihat kelakuan sahabat sekaligus bosnya itu.“Kau ini benar-benar narsis, Cleo,” kata Anne sambil terkekeh.“Tentu saja, Anne,” jawab Cleora sambil mengangkat bahunya.Tiba-tiba, ponsel Cleora berdering. Ia melihat nama ibunya di layar dan segera mengangkatnya.“Halo, Ibu?” sapa Cleora dengan nada ceria.“Sayang, Ibu dan Ayah harus melakukan perjalanan bisnis lagi,” kata Victoria dari seberang sana.Mata Cleora berbinar-binar mendengar berita itu. Ia sudah lama menunggu kesempatan ini.“Oh ya? Ke mana?” tanya Cleora dengan nada pura-pura sedih.“Ke Paris, ada urusan penting yang harus diselesaikan,” jawab Vict

  • Enmity: Musuhku Ayah Bayiku   Cerah dan Suram

    Mentari pagi menyinari Kota dengan lembut, menerobos celah-celah awan dan menyentuh lahan luas yang menjadi saksi bisu kejayaan keluarga Addison.Di tengah hamparan hijau yang terawat sempurna, berdiri tiga bangunan megah yang menjadi simbol kekuasaan dan kemakmuran keluarga Addison.Di tengah-tengah, berdiri mansion utama, kediaman Lewis Addison, sang kepala keluarga, dan istrinya, Amartha. Di sebelah kanan mansion utama, berdiri kediaman Aaron Addison, putra kedua Lewis, bersama istrinya, Victoria, dan putri semata wayang mereka, Cleora. Sementara itu, di sebelah kiri, berdiri mansion Arthur Addison, putra pertama Lewis, bersama istrinya, Diana.Kawasan Addison adalah sebuah wilayah pribadi yang luas. Setiap mansion memiliki gerbang besar sendiri, memastikan privasi. Jarak antar mansion juga cukup jauh.Pagi itu, di kediaman Aaron Addison, aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara.“Nona Cleora, sarapan sudah siap,” suara lembut Bibi Marry terdengar dari balik pintu kamar Cleora.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status