Share

Subway Tears

    Setelah bicara dengan nada tinggi, wanita itu mulai menangis tersedu-sedu.

    Melvin menoleh ke sekelilingnya. Ia mendapati semua orang yang ada di area tunggu kedatangan kereta kini menatap ke arahnya dan Elline dengan tatapan yang beragam. Mulai dari tatapan keheranan, tatapan aneh, sampai tatapan sinis. Bahkan sekarang banyak pasang mata yang mengintimidasinya karena wanita yang sedang bersamanya itu kini menangis tersedu-sedu dan tak henti bicara dengan suara melengking.

    "Dasar pria brengsek! Kau kira aku ini apa, hah?! Kau selingkuh dariku dan mengata-ngataiku semalam. Kau menyebutku sakit, menyebutku gila, lalu kau bersikap seolah kaulah yang menjadi korban! Persetan denganmu! Kau yang gila, dasar bajingan!"

    Melvin sungguh tak mempermasalahkan umpatan kasar yang terus Elline lontarkan padanya itu. Saat ini ia lebih mempermasalahkan tatapan orang-orang yang tertuju pada mereka. Apalagi di sana banyak mahasiswa New York University yang juga sedang menunggu kereta menuju kampus.

    Ia tidak bisa lagi mendeskripsikan betapa malunya ia sekarang. Ia bisa saja berbalik dan pergi meninggalkan Elline yang menangis histeris itu. Namun, ia tidak mungkin melakukan hal tersebut. Ia sadar bahwa dirinya telah jahat pada Elline mengenai hubungan mereka, tapi bukan berarti ia setega itu meninggalkan Elline sendirian saat sedang menjerit-jerit bak orang kesetanan.

    "Kau pikir aku tidak sakit hati?! Mentang-mentang kau tetanggaku, lalu kau merasa bisa melakukan apapun padaku?! Sialan kau, Melvin! Kau meniduriku, lalu mengajakku untuk menjalin hubungan asmara. Untuk apa kau melakukan itu, hah?! Agar bisa bebas meniduriku tanpa harus mabuk dulu seperti waktu itu?! Kemudian setelah kau bosan bercinta denganku, kau mencari wanita lain, selingkuh dariku, dan membuangku begitu saja?! keterlaluan sekali!"

    Melvin tertegun. Ucapan Elline yang sangat frontal di tempat yang sangat ramai itu mendadak membuat semua orang menjadi hening.

    Ia sungguh tidak bisa lagi menahan rasa malunya ketika ia merasakan hampir seluruh pasang mata di ruang tunggu itu memandanginya dengan sangat sinis. Rasanya sekarang juga ia ingin mengambil kantung plastik besar untuk mengubur wajahnya.

    Karena tidak ingin Elline kembali menjerit dan mengeluarkan umpatan mengerikan seperti tadi, Melvin pun langsung menarik tangan Elline dan membawanya pergi dari tempat tersebut.

    Elline memberontak. Dia terus mencoba melepaskan tangannya yang digenggam erat oleh Melvin.

    "Lepaskan aku!" pekik Elline. Kini, dia berjongkok di tengah jalan dan membuat Melvin mau tidak mau menghentikan langkahnya. Kalau ia tetap berjalan, sama saja ia bertindak kasar karena menyeret wanita itu.

    Melvin menghela napas. Ia sungguh kebingungan harus bertindak bagaimana karena sekarang Elline terduduk di tengah-tengah koridor ruang tunggu stasiun sambil menangis tersedu-sedu. di sana terdapat banyak sekali orang yang hilir mudik, dan tentunya kini Elline menjadi tontotan bagi orang-orang yang berlalu lalang di sana.

    Wanita itu menangis bagai anak kecil yang merengek karena tidak dibelikan mainan baru. Jika sudah seperti ini, ia tidak punya pilihan lain. Ia pun membungkuk di hadapan Elline, menarik tangan Elline, kemudian membopong tubuh ringan wanita itu di pundak kirinya.

    "Turunkan aku, dasar bajingan!" umpat Elline seraya memukul-mukul punggung Melvin dan terus menggerakkan kakinya sebagai usaha untuk turun dari gendongan Melvin. Tapi apa daya, tubuh Melvin jauh lebih besar darinya, dan tenaga Melvin pun juga jauh lebih kuat darinya. Dengan ia terus memberontak seperti itu, Melvin malah semakin kuat memeganginya.

    Hingga tak lama kemudian, dua pria petugas keamanan stasiun datang menghampiri Melvin dan menghadang jalannya.

    "Ada apa ini?" tanya salah satu petugas tersebut, "Tolong turunkan wanita ini."

    Melvin memutar matanya dengan malas dan mau tidak mau menurunkan Elline.

    "Apa yang terjadi sampai membuat keributan di sini?" kata petugas yang satunya lagi.

    "Dia ingin menculikku," sahut Elline yang masih sesenggukan sambil menunjuk Melvin.

    Melvin mengerutkan keningnya dan langsung menoyor kepala Elline, "Tidak, Pak. Dia adikku."

    "Adik?! Setelah memacariku, lalu selingkuh dariku, kini kau menganggapku adik?! Kau benar-benar bajingan kurang ajar, Melvin!" teriak Elline.

    "Sudah cukup. Sejak tadi kami perhatikan kalian terus ribut dan membuat pengunjung lain terganggu. Jadi, tolong kalian pergi dari stasiun ini."

    "Oh, tentu tidak. Aku tidak membuat keributan apapun. Dia yang sejak tadi teriak-teriak seperti orang gila. Jadi, dia saja yang diusir dari stasiun ini. Kereta menuju NYU sudah datang, aku harus segera tiba di kampusku," cetus Melvin seraya berbalik dan berniat untuk berjalan kembali ke area tunggu kedatangan kereta. Namun, salah satu petugas keamanan langsung menghalanginya.

    "Kau juga yang menyebabkan keributan di sini. Jadi, kalian berdua keluar dari stasiun ini sekarang juga, dan tanpa terkecuali."

***

    Gadis itu melirik sebotol air mineral yang disodorkan Melvin padanya. Kemudian, ia membuang muka dan mengalihkan pandangannya ke arah jalan raya di hadapannya, tak menghiraukan Melvin yang baru saja keluar dari toserba.

    Sambil meminum soda kaleng miliknya, Melvin menggoyangkan botol air mineral yang ia pegang ke hadapan Elline yang masih sesenggukan dengan sisa-sisa air mata di kedua pipinya, mengisyaratkan pada karibnya itu untuk segera mengambil botol tersebut. Namun, Elline tak menggubris dan tetap diam.

    Melvin pun menghela napas. Ia kemudian menempelkan botol air mineral dingin itu ke pipi Elline.

    "Jangan mengacau!" protes Elline.

    "Ambil ini," kata Melvin masih sambil menyodorkan botol itu pada Elline.

    Karena Elline masih diam saja, Melvin pun jadi agak jengkel. Dia berdecak kesal, kemudian meraih tangan Elline dan meletakkan botol air mineral yang baru ia beli tersebut ke tangan gadis itu.

    Ketika akhirnya Elline mau menerimanya, ia pun tersenyum simpul. Ia kembali menenggak sodanya sembari menatap Elline yang kini juga mulai meminum minumannya.

    Ia agak terperangah ketika melihat gadis itu menghabiskan sebotol air mineral berukuran sedang itu dalam sekali teguk tanpa henti.

    "Kau haus atau sedang emosi?" cetus Melvin.

    "Tidak usah bicara padaku."

    "Saat ini kita sedang bicara, kan?"

    "Makanya diam!"

    Melvin pun menurut saja dan memilih untuk diam.

    Sejujurnya, Elline merasa sangat canggung berdiri berdekatan seperti saat ini dengan Melvin. Setelah apa yang terjadi pada mereka semalam, dan setelah segala hal yang Melvin lontarkan saat adu mulut dengannya di bar semalam, ia benar-benar merasa sangat aneh bicara dengan pria itu lagi sekarang.

    Bahkan sebenarnya ia tak sanggup berlama-lama menatap mata Melvin. Kalau ia sampai mendongak untuk menatap wajah tampan itu 5 detik saja, ia menjamin kalau air matanya akan kembali bertumpah ruah tanpa ragu.

    Karena itulah, sejak tadi ia terus menghindari melakukan kontak mata dengan Melvin dan memilih untuk memandang ke arah lain. Sebab, sisa-sisa tangisnya yang sekarang saja masih belum hilang, lucu sekali jika ia menangis lagi.

    "Apa yang akan kita lakukan sekarang? Tetap berangkat ke kampus atau membolos saja?" ucap Melvin setelah keheningan terjalin di tengah-tengah mereka selama beberapa menit.

    Elline hanya diam.

    "Well, aku rasa sebaiknya bolos saja. Kau setuju?"

    Lagi-lagi Elline hanya diam.

    Ia sungguh merasa heran, bisa-bisanya pria itu bersikap biasa-biasa saja seolah tidak ada apapun yang terjadi di antara mereka. Mungkin karena saking seringnya menyakiti hati wanita, kini Melvin sudah tak memiliki rasa bersalah sedikitpun atas apa yang telah dia lakukan padanya.

    Tanpa mengatakan apapun, Elline pun memutar arah berdirinya ke sebelah kanan dan mulai berjalan menyusuri trotoar menuju halte bus yang terletak di ujung jalan sana. Ia tidak mungkin kembali ke stasiun kereta bawah tanah tadi, karena pasti petugas yang sama akan mengusirnya lagi.

    "Hei, Elline! Kau mau ke mana?" panggil Melvin.

    Elline tak menoleh atau pun menyahut.

    "Kau benar-benar akan ke kampus?!"

    Ia terus melanjutkan langkahnya tanpa memedulikan Melvin yang terus meneriakinya.

Bersambung .....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status