Share

College

Penulis: Nadia
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-08 23:35:07

    Ia adalah mahasiswa di salah satu universitas yang cukup ternama di Amerika Serikat, jadi apapun yang terjadi, ia akan tetap berangkat ke kampus.

    Banyak orang pintar dan jenius yang mendamba-dambakan ingin menjadi mahasiswa di New York University, sedangkan dirinya hanyalah wanita bodoh yang bahkan tidak pernah benar-benar memahami apa itu Teori Copernicus yang merupakan pelajaran dasar murid sekolah menengah, tapi ia bisa menjadi mahasiswa jurusan Psikologi di NYU karena faktor keberuntungan dan melalui jalur langit, yaitu atas bantuan Tuhan.

    Ia bisa diterima menjadi mahasiswa NYU melalui rentetan tes yang ia ikuti setelah lulus dari sekolah akhir 2 tahun yang lalu. Awalnya ia hanya coba-coba saja, dan saat mengikuti semua tes pun ia melakukannya secara asal-asalan. Namun, keberuntungan rupanya ada di pihaknya, dan ia pun bisa lolos.

    Walaupun ia hanya datang ke Gereja untuk berdoa saat natal dan saat ada maunya saja, tapi rupanya Tuhan tetap mau berbaik hati padanya dan membuatnya lolos ke universitas tersebut.

    Sementara Melvin, pria itu bisa menjadi mahasiswa NYU murni karena kerja kerasnya. Pria itu belajar mati-matian sejak di tahun kedua sekolah akhir demi bisa lolos tes masuk. Dan hasil kerja kerasnya itulah yang membawanya lolos menjadi mahasiswa jurusan Biologi di NYU.

    Bahkan, saking tidak pernahnya Elline belajar, Melvin pun sampai keheranan mengapa Elline juga bisa lolos masuk ke universitas ternama itu.

    Menurut Elline, faktor keberuntungan memang nyata adanya. Bagi orang-orang tertentu, keberuntungan dan jalur langit jauh lebih berpengaruh daripada kecerdasan otak.

    Elline merasa sangat bersyukur dan merasa bahwa dirinya adalah salah satu orang beruntung karena dengan kemampuan otaknya yang tak seberapa, ia bisa tembus salah satu universitas ternama di Amerika Serikat, bahkan juga termasuk universitas ternama dunia. Karena itulah, ia tidak mau bolos kuliah hanya karena sedang patah hati dan hanya karena diusir dari stasiun kereta bawah tanah.

    Ini adalah New York. Segalanya yang manusia cari di dunia ini ada di kota ini, dan segala hal yang ingin dilakukan semua orang bisa dilakukan di sini. Tidak bisa naik kereta, bisa naik bus. Tidak bisa naik bus, bisa naik taksi. Tidak bisa naik taksi, ada banyak sekali pria mesum yang mau memberi tumpangan jika kita melakukan sesuatu yang 'erotis' di pinggir jalan—tapi jelas Elline tidak mungkin melakukan itu.

    Begitu ia tiba di halte, tepat pula bersamaan dengan tibanya bus yang akan melaju ke arah halte paling dekat dengan NYU. Tanpa pikir panjang, Elline pun menaiki bus yang tidak terlalu ramai itu.

    Sebenarnya, terdapat bus khusus yang menuju ke New York University, tapi jika ingin menaiki bus itu, harus sudah menunggu di halte sejak pukul 6 pagi tadi, sedangkan sekarang sudah pukul setengah 10. Bukan hanya telat naik bus, untuk mengikuti kelas pertamanya pagi ini yang dimulai pukul 9 pun ia sudah terlambat.

    Di dalam bus, ia lihat kebanyakan penumpangnya adalah mahasiswa NYU. Walaupun ia tidak mengenal siapa nama mereka, namun wajah mereka terasa familiar.

    Beberapa menit kemudian, setelah melaju kurang lebih 1 kilometer, bus yang ia tumpangi itu berhenti di salah satu halte. 

    Elline tidak mendapatkan tempat duduk dan berdiri menghadap ke jendela di sebelah kanan bus. Jadi, dari posisinya saat ini, ia bisa melihat para penumpang yang baru naik. Dan ia melihat salah satu penumpang yang baru naik dari halte tersebut adalah Melvin.

    Elline menghela napas malas. Ia tidak tahu bagaimana caranya Melvin bisa berjalan sejauh 1 kilometer ke halte itu dalam waktu singkat dari toserba pinggir jalan dimana mereka berada sebelumnya. Entah pria itu menggunakan telepati atau menggunakan jasa pesulap David Copperfield untuk menghilangkan orang, intinya Elline mencoba untuk tidak peduli.

    Padahal tadinya ia sudah cukup merasa senang karena bisa menghindar dari Melvin dengan menaiki bus ini. Tapi ternyata pria itu malah muncul lagi di dekatnya. Ia sungguh belum siap untuk berinteraksi lagi dengan Melvin.

    "Oh, kau di sini rupanya," ujar Melvin saat berdiri tepat di samping Elline seraya memegang pegangan di langit-langit bus yang mulai kembali melaju.

    "Kau mengikutiku ya?" desis Elline sinis.

    "Jangan terlalu percaya diri. Aku juga mau kuliah."

    "Kau bilang kau ingin bolos."

    "Siapa bilang? Aku kan hanya mengajakmu untuk bolos, aku tidak bilang kalau aku benar-benar ingin bolos."

    Elline hanya mencibir dan tak ingin menanggapi Melvin lagi.

***

    Jam menunjukkan pukul setengah 12 siang ketika gadis itu masuk ke dalam kelas.

    Sebenarnya ia telah tiba di kampus sejak pukul 11, tapi ia memang sengaja mengulur waktu sampai pukul setengah 12 untuk masuk ke kelas agar tidak mendapat teguran dari dosen killer yang mengajar di mata kuliah sebelumnya.

    Daripada ditegur karena terlambat, lebih baik sekalian saja tidak masuk. Begitulah prinsip Elline.

    Hampir semua orang yang sudah duduk manis di dalam ruangan tersebut memandang Elline dengan keheranan. Pasalnya, Elline yang biasanya sangat modis dan selalu berpenampilan menarik, siang ini terlihat sangat berantakan.

    Rambut pirangnya terlihat agak berantakan, wajahnya murung, kedua matanya sedikit bengkak dan penuh sisa-sisa air mata yang membuat mascaranya luntur, serta cara berjalannya gontai seperti mayat hidup. Dengan kondisi seperti itu, seluruh pakaian branded mahal yang saat ini menempel di tubuhnya dari ujung kepala sampai ujung kaki justru malah membuatnya terlihat seperti pelacur kelas atas yang baru saja selesai bercinta dengan pelanggan kaya raya di hotel mewah.

    Seorang wanita berambut ikal dan berkulit eksotis langsung memutar kursinya ketika Elline duduk di kursi kosong yang terletak tepat di samping jendela kelas. Itu Olivia. Olivia adalah salah satu teman dekatnya yang sudah ia kenal sejak pertama kali ia menjadi mahasiswa jurusan psikologi di New York University.

    "Siapa mucikarimu hari ini?" cetus Olivia.

    "Jaga mulutmu. Memangnya aku terlihat seperti pelacur?" sahut Elline jengkel.

    Olivia membuka tasnya yang ada di atas meja, kemudian mengambil sebuah cermin dari dalam sana. Sembari memberikan cerminnya tersebut pada Elline, dia pun berkata, "Bercerminlah. Selain seperti pelacur, siang ini kau juga terlihat seperti zombie."

    Elline menerima cermin yang disodorkan karibnya itu, kemudian mulai bercermin. 

    Ia sungguh terkejut ketika melihat wajahnya sendiri. Memang masih terlihat cantik, namun mascara dan eyelinernya sudah berantakan tak karuan di sekitar matanya. Ini pasti karena air mata yang sejak pagi tadi tak henti membanjiri kedua matanya.

    Ia juga terkejut ketika melihat rambut pirangnya yang sepanjang bahu terlihat acak-acakan. Padahal biasanya, orang-orang begitu mengagumi betapa halus dan indah rambutnya itu. Pasti rambutnya bisa acak-acakan seperti ini karena tertiup angin.

    Elline menghela napas. Ia memang sempat terkejut melihat kondisinya sendiri saat ini, tapi ia tidak ingin ambil pusing. Ia pun mengembalikan cermin milik Olivia dan hanya menghapus bekas-bekas lunturan mascara dan eyeliner di wajahnya menggunakan tissue.

Bersambung.....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
sejauh ini suka banget ama ceritanya! bakal lanjut baca setelah ini~ btw author gaada sosmed kah? aku pingin follow nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Entangled in Love: Terikat Cinta   Cross

    "Iya, Ibu. Aku mengerti," ujar Elline seraya menuangkan air putih di gelas kaca yang ia letakkan di atas meja makan. Gagang telepon dari pesawat telepon yang ada di dapur, masih menempel di telinga kirinya, berbicara dengan Rachel, ibunya, yang masih berada di kantor karena ada urusan penting bahkan hingga jam sudah menunjukkan pukul setengah 10 malam. "Jangan mengerti-mengerti saja. Pokoknya kau tidak boleh pergi ke mana-mana malam ini. Diam saja di rumah sampai Ibu pulang. Ibu tidak mau kau pergi sehari semalam seperti kemarin. Dasar anak nakal!" oceh Rachel dari seberang telepon. "Astaga, iya, Ibu. Harus berapa kali aku bilang? Aku mengerti. Aku tidak akan pergi ke manapun malam ini. Besok aku ada kelas pagi di kampus," sahut Elline yang lama-kelamaan merasa agak jengkel diocehi terus sejak 5 menit yang lalu. "Ya sudah kalau begitu. Sampai jumpa," kata Rachel.

  • Entangled in Love: Terikat Cinta   Wondering

    "Dengar, Elline, aku..." "Kalau sebegitu pedulinya kau padaku, lalu mengapa kau mengkhianatiku? Kenapa kau selingkuh dariku, huh?" potong Elline. Melvin pun terdiam ketika melihat air mata mulai membendung di kedua pelupuk mata Elline. "Jangan diam saja. Jawab aku, Melvin," tuntut Elline. Melvin tetap diam. "Apa kau tahu kalau perasaanku sekarang mungkin telah mati karenamu? Sakit hati yang kau timbulkan pada jiwaku jauh lebih mengkhawatirkan dibandingkan fisikku yang tidak terluka sama sekali. Lihat mataku, Melvin. Apa kau tidak melihat kalau aku sangat terluka karenamu? Kau berkata seolah kau mengkhawatirkanku, tapi justru kaulah yang menyakitiku dan menghancurkanku..." ungkap Elline dengan suara yang bergetar hebat dan air mata yang mulai mengalir di kedua pipinya. Elline menatap pria di hadapannya itu dalam-dalam dengan kedua matanya y

  • Entangled in Love: Terikat Cinta   Worry

    Elline turun dari taksi dengan Luke yang membantu memegangi tangannya agar tubuhnya bisa bertumpu sehingga tidak kehilangan keseimbangan karena kaki kirinya yang terkilir. Setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam dari Hellington, akhirnya ia dan Luke tiba di New York. Begitu tadi tiba di New York, Luke menyempatkan diri untuk membawa Elline ke klinik untuk memeriksa keadaan kaki gadis itu yang terkilir. Beruntungnya dokter sudah mengobati kaki Elline sehingga kini sudah tak separah sebelumnya, dan dokter bilang keadaan kaki kiri gadis itu akan segera kembali normal. Saat ini Elline dan Luke telah sampai di depan sebuah rumah setelah sebelumnya mereka menaiki taksi dari klinik yang terletak tak terlalu jauh dari stasiun kereta. Luke membantu Elline untuk berjalan sampai ke depan pagar rumah bergaya modern yang merupakan rumah Elline itu. Kemudian, Elline pun berbalik menghadap Luke dan tersenyum pada pri

  • Entangled in Love: Terikat Cinta   Thank You

    Elline menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang ia duduki. Saat ini dirinya dan Luke sudah berada di dalam kereta yang membawa mereka dari Hartford, Connecticut menuju Manhattan, New York. Rasa nyeri masih terus menggerayangi area pergelangan kaki kirinya. Karena saking lelah dan tidak sanggup lagi memaksakan diri berjalan menggunakan heels, tadi ia tersandung kakinya sendiri saat berjalan di trotoar, hingga akhirnya ia jatuh dan kondisi kakinya malah makin parah karena terkilir. Ia pikir Luke tidak mau peduli dan akan menelantarkannya di pinggir jalan Hartford, kota yang sama sekali tidak pernah ia datangi sebelumnya. Tapi tak disangka, meski sangat dingin dan cuek, ternyata sosok Luke tetap memiliki rasa peduli yang cukup besar. Pria itu mau menolongnya. Luke bahkan juga tidak protes sama sekali ketika tadi tanpa sadar Elline melayangkan tamparan ke wajahnya karena dia menekan memar d

  • Entangled in Love: Terikat Cinta   Crybaby

    Gadis itu menghela napas keras. Uap putih keluar dari hidung dan mulutnya ketika ia melakukan itu. Hal tersebut jelas menjadi pertanda bahwa suhu udara saat ini semakin bergerak rendah. Tapi setidaknya ia tidak terlalu merasa kedinginan karena ia memakai coatcokelat yang dipinjamkan oleh Luke. Coat yang tentunya sangat kebesaran di tubuhnya itu memberi kehangatan yang lebih dari cukup pada tubuhnya yang sebelumnya hanya memakai gaun pesta yang panjangnya hanya sampai seatas lutut. Saat ini dirinya dan Luke telah keluar dari area jalan tol dan sedang menyusuri trotoar jalan umum untuk mencari stasiun. Mereka berdua sudah tak lagi berada di negara bagian Massachusetts di mana kota Boston berada, melainkan telah berada di wilayah negara bagian Connecticut, tepatnya di kota Hartford. Sementara itu, mobil Luke masih berada di jalan tol untuk menunggu di tangani oleh montir. Luke juga s

  • Entangled in Love: Terikat Cinta   Missing Elline

    Melvin mengerutkan keningnya karena heran. Rachel Clifton, ibunya Elline, tidak biasanya menelpon nomornya. Kalau membutuhkan sesuatu, ibunya Elline yang telah ia anggap seperti ibunya sendiri itu pasti hanya menghubunginya sekadar melalui pesan tulis. Paham bahwa pasti ada sesuatu yang penting dan mendesak, Melvin pun langsung mengangkat telepon tersebut. "Halo, Melvin?" sapa ibunya Elline dari sebrang telepon. "Ya, ini aku. Ada apa?" tanya Melvin. "Apa Elline sedang bersamamu?" "Tidak. Kenapa?" "Dia pergi dari semalam dan belum pulang sampai sekarang. Aku pikir dia menginap di rumah temannya dan langsung berangkat ke kampus saat pagi hari, makanya aku tidak mengkhawatirkannya. Tetapi, barusan Olivia datang ke sini dan menanyakan keberadaan Elline. Dia mengatakan kalau Elline sama sekali tidak datang ke kampus sejak tadi pagi." &n

  • Entangled in Love: Terikat Cinta   Making Love

    Melvin meremas kedua gundukan milik wanita di hadapannya. Bibirnya bertautan penuh nafsu dengan wanita itu. Ketika tangannya mulai bergerak turun menyentuh pangkal paha wanita itu yang masih berbalut celana, ia mendegar suara lenguhan tertahan yang begitu terlena dengan permainannya. Dalam sekejap saja, Melvin berhasil melucuti kemeja satin dan celana jeans yang dikenakan Gloria hingga wanita itu kini setengah telanjang, hanya tersisa bra dan celana dalam saja yang masih menempel di tubuh indahnya. Jemari Melvin mulai bermain di bagian luar area kewanitaan Gloria. Melihat wanita yang berdiri di hadapannya itu menunjukkan wajah penuh nafsu yang menandakan bahwa dia membutuhkan sesuatu yang lebih jauh, Melvin pun meraup bibir wanita itu dan melumatnya dengan brutal. Ia melepas hoodie putih yang ia pakai, melepas resleting celananya, kemudian melepas seluruh pakaian yang ada di tubuhnya hingga ia sama toplesnya dengan Gloria.

  • Entangled in Love: Terikat Cinta   Accident

    Elline meringis pelan ketika kepalanya terasa berat dan begitu sakit setelah kepala belakangnya terbentur dengan sandaran kursi. Tapi setidaknya benturan itu jauh lebih aman dibandingkan jika kepalanya menghantam dashboard di hadapannya. "Kau baik-baik saja?" tanya Luke pada Elline. Khawatir dan cemas ketika melihat Elline yang meringis sambil memegangi kepalanya. "Ya, aku baik-baik saja," jawab Elline kemudian. "Sungguh?" Luke menjulurkan tangan kanannya ke kepala belakang Elline, kemudian mengusap-usap kepala Elline untuk memastikan bahwa gadis itu benar-benar baik-baik saja. "Iya, Luke," ujar Elline meyakinkan. "Tunggu sebentar," Luke melepas sabuk pengamannya, kemudian membuka pintu mobil, lalu bergegas turun. Luke memeriksa apa masalah yang terjadi pada mobilnya. Dan rupanya, ia mendapati bahwa ban mobil depannya yang sebelah kanan te

  • Entangled in Love: Terikat Cinta   Awkward

    Luke melirik sekilas ke arah Elline yang duduk di kursi penumpang di sebelahnya. Sejak mereka pergi dari apartemennya sekitar hampir sejam yang lalu, gadis itu membisu dan terus menerus membuang muka untuk menghindari tatapannya. Ia tahu apa penyebab yang membuat Elline bertingkah seperti itu, yaitu tak lain dan tak bukan karena ciuman tak direncanakan yang mendadak terjadi begitu saja di antara mereka berdua. Luke paham bahwa Elline malu atas kejadian tersebut. Bahkan setelah tadi ia selesai berciuman dengan Elline, ia melihat wajah gadis itu langsung merah padam karena malu. Dan setelah itu, gadis itu langsung menghindar darinya, tidak ingin menatapnya, dan tidak bicara sepatah kata pun padanya. Luke tetap fokus menyetir. Ia menopangkan siku tangan kirinya ke jendela mobil di sebelahnya, kemudian mengusap-usap tengkuknya karena merasa agak gugup. Walaupun ekspresi wajahnya terlihat tetap datar dan dingin,

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status