Share

College

    Ia adalah mahasiswa di salah satu universitas yang cukup ternama di Amerika Serikat, jadi apapun yang terjadi, ia akan tetap berangkat ke kampus.

    Banyak orang pintar dan jenius yang mendamba-dambakan ingin menjadi mahasiswa di New York University, sedangkan dirinya hanyalah wanita bodoh yang bahkan tidak pernah benar-benar memahami apa itu Teori Copernicus yang merupakan pelajaran dasar murid sekolah menengah, tapi ia bisa menjadi mahasiswa jurusan Psikologi di NYU karena faktor keberuntungan dan melalui jalur langit, yaitu atas bantuan Tuhan.

    Ia bisa diterima menjadi mahasiswa NYU melalui rentetan tes yang ia ikuti setelah lulus dari sekolah akhir 2 tahun yang lalu. Awalnya ia hanya coba-coba saja, dan saat mengikuti semua tes pun ia melakukannya secara asal-asalan. Namun, keberuntungan rupanya ada di pihaknya, dan ia pun bisa lolos.

    Walaupun ia hanya datang ke Gereja untuk berdoa saat natal dan saat ada maunya saja, tapi rupanya Tuhan tetap mau berbaik hati padanya dan membuatnya lolos ke universitas tersebut.

    Sementara Melvin, pria itu bisa menjadi mahasiswa NYU murni karena kerja kerasnya. Pria itu belajar mati-matian sejak di tahun kedua sekolah akhir demi bisa lolos tes masuk. Dan hasil kerja kerasnya itulah yang membawanya lolos menjadi mahasiswa jurusan Biologi di NYU.

    Bahkan, saking tidak pernahnya Elline belajar, Melvin pun sampai keheranan mengapa Elline juga bisa lolos masuk ke universitas ternama itu.

    Menurut Elline, faktor keberuntungan memang nyata adanya. Bagi orang-orang tertentu, keberuntungan dan jalur langit jauh lebih berpengaruh daripada kecerdasan otak.

    Elline merasa sangat bersyukur dan merasa bahwa dirinya adalah salah satu orang beruntung karena dengan kemampuan otaknya yang tak seberapa, ia bisa tembus salah satu universitas ternama di Amerika Serikat, bahkan juga termasuk universitas ternama dunia. Karena itulah, ia tidak mau bolos kuliah hanya karena sedang patah hati dan hanya karena diusir dari stasiun kereta bawah tanah.

    Ini adalah New York. Segalanya yang manusia cari di dunia ini ada di kota ini, dan segala hal yang ingin dilakukan semua orang bisa dilakukan di sini. Tidak bisa naik kereta, bisa naik bus. Tidak bisa naik bus, bisa naik taksi. Tidak bisa naik taksi, ada banyak sekali pria mesum yang mau memberi tumpangan jika kita melakukan sesuatu yang 'erotis' di pinggir jalan—tapi jelas Elline tidak mungkin melakukan itu.

    Begitu ia tiba di halte, tepat pula bersamaan dengan tibanya bus yang akan melaju ke arah halte paling dekat dengan NYU. Tanpa pikir panjang, Elline pun menaiki bus yang tidak terlalu ramai itu.

    Sebenarnya, terdapat bus khusus yang menuju ke New York University, tapi jika ingin menaiki bus itu, harus sudah menunggu di halte sejak pukul 6 pagi tadi, sedangkan sekarang sudah pukul setengah 10. Bukan hanya telat naik bus, untuk mengikuti kelas pertamanya pagi ini yang dimulai pukul 9 pun ia sudah terlambat.

    Di dalam bus, ia lihat kebanyakan penumpangnya adalah mahasiswa NYU. Walaupun ia tidak mengenal siapa nama mereka, namun wajah mereka terasa familiar.

    Beberapa menit kemudian, setelah melaju kurang lebih 1 kilometer, bus yang ia tumpangi itu berhenti di salah satu halte. 

    Elline tidak mendapatkan tempat duduk dan berdiri menghadap ke jendela di sebelah kanan bus. Jadi, dari posisinya saat ini, ia bisa melihat para penumpang yang baru naik. Dan ia melihat salah satu penumpang yang baru naik dari halte tersebut adalah Melvin.

    Elline menghela napas malas. Ia tidak tahu bagaimana caranya Melvin bisa berjalan sejauh 1 kilometer ke halte itu dalam waktu singkat dari toserba pinggir jalan dimana mereka berada sebelumnya. Entah pria itu menggunakan telepati atau menggunakan jasa pesulap David Copperfield untuk menghilangkan orang, intinya Elline mencoba untuk tidak peduli.

    Padahal tadinya ia sudah cukup merasa senang karena bisa menghindar dari Melvin dengan menaiki bus ini. Tapi ternyata pria itu malah muncul lagi di dekatnya. Ia sungguh belum siap untuk berinteraksi lagi dengan Melvin.

    "Oh, kau di sini rupanya," ujar Melvin saat berdiri tepat di samping Elline seraya memegang pegangan di langit-langit bus yang mulai kembali melaju.

    "Kau mengikutiku ya?" desis Elline sinis.

    "Jangan terlalu percaya diri. Aku juga mau kuliah."

    "Kau bilang kau ingin bolos."

    "Siapa bilang? Aku kan hanya mengajakmu untuk bolos, aku tidak bilang kalau aku benar-benar ingin bolos."

    Elline hanya mencibir dan tak ingin menanggapi Melvin lagi.

***

    Jam menunjukkan pukul setengah 12 siang ketika gadis itu masuk ke dalam kelas.

    Sebenarnya ia telah tiba di kampus sejak pukul 11, tapi ia memang sengaja mengulur waktu sampai pukul setengah 12 untuk masuk ke kelas agar tidak mendapat teguran dari dosen killer yang mengajar di mata kuliah sebelumnya.

    Daripada ditegur karena terlambat, lebih baik sekalian saja tidak masuk. Begitulah prinsip Elline.

    Hampir semua orang yang sudah duduk manis di dalam ruangan tersebut memandang Elline dengan keheranan. Pasalnya, Elline yang biasanya sangat modis dan selalu berpenampilan menarik, siang ini terlihat sangat berantakan.

    Rambut pirangnya terlihat agak berantakan, wajahnya murung, kedua matanya sedikit bengkak dan penuh sisa-sisa air mata yang membuat mascaranya luntur, serta cara berjalannya gontai seperti mayat hidup. Dengan kondisi seperti itu, seluruh pakaian branded mahal yang saat ini menempel di tubuhnya dari ujung kepala sampai ujung kaki justru malah membuatnya terlihat seperti pelacur kelas atas yang baru saja selesai bercinta dengan pelanggan kaya raya di hotel mewah.

    Seorang wanita berambut ikal dan berkulit eksotis langsung memutar kursinya ketika Elline duduk di kursi kosong yang terletak tepat di samping jendela kelas. Itu Olivia. Olivia adalah salah satu teman dekatnya yang sudah ia kenal sejak pertama kali ia menjadi mahasiswa jurusan psikologi di New York University.

    "Siapa mucikarimu hari ini?" cetus Olivia.

    "Jaga mulutmu. Memangnya aku terlihat seperti pelacur?" sahut Elline jengkel.

    Olivia membuka tasnya yang ada di atas meja, kemudian mengambil sebuah cermin dari dalam sana. Sembari memberikan cerminnya tersebut pada Elline, dia pun berkata, "Bercerminlah. Selain seperti pelacur, siang ini kau juga terlihat seperti zombie."

    Elline menerima cermin yang disodorkan karibnya itu, kemudian mulai bercermin. 

    Ia sungguh terkejut ketika melihat wajahnya sendiri. Memang masih terlihat cantik, namun mascara dan eyelinernya sudah berantakan tak karuan di sekitar matanya. Ini pasti karena air mata yang sejak pagi tadi tak henti membanjiri kedua matanya.

    Ia juga terkejut ketika melihat rambut pirangnya yang sepanjang bahu terlihat acak-acakan. Padahal biasanya, orang-orang begitu mengagumi betapa halus dan indah rambutnya itu. Pasti rambutnya bisa acak-acakan seperti ini karena tertiup angin.

    Elline menghela napas. Ia memang sempat terkejut melihat kondisinya sendiri saat ini, tapi ia tidak ingin ambil pusing. Ia pun mengembalikan cermin milik Olivia dan hanya menghapus bekas-bekas lunturan mascara dan eyeliner di wajahnya menggunakan tissue.

Bersambung.....

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
sejauh ini suka banget ama ceritanya! bakal lanjut baca setelah ini~ btw author gaada sosmed kah? aku pingin follow nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status