Hari mulai gelap, sebelum jam 6 aku sudah mandi dan bersiap untuk kencan pertama kita. Hari hari dimana kau menjalani hidup dengan pria yang merendahkanmu akan berakhir, jika kita bisa melewati kencan pertama kita dengan sukses. Tak bisa kupungkiri, aku khawatir tentang Ben. Salah satu alasan penting kenapa Ben kuhapus dari hidupmu.
Bip..sebuah pesan terbaca dari obrolan group mu.
Peach: "Plis deh, paling dia sedang mabuk-mabukan!"
Chall: "Bisa juga dia sedang dalam masalah kan?"
Saat ini kita tidak lebih dari sebuah rasa. Setiap pilihan yang diambil memiliki arti. Ketika bersama Candy, aku selalu merasa sedang memaksanya. Tapi sekarang aku sadar, semua tidak bisa dipaksakan baik itu waktu ataupun rasanya. Jadi beri tahu aku jika kau tidak sepenuh hati Chall, tolong!? Kukirim sebuah pesan untuk menanyakan apakah kita jadi bertemu malam ini. Jawabanmu sangat kunantikan, dan akhirnya. "Aku bisa, sudah tidak sabar, aku bebas jam 6." Aku tersenyum bahagia. Te
Sebuah restoran romantis jadi pilihanmu untuk bertemu dengan professor mesum. Table dengan hiasan lilin dan bunga, lebih cocok apabila kau dan aku yang ada disana. Aku duduk di bar tepat belakang kursimu. Tempat ini tidak berisik, hanya terdengar musik-musik romantis. Aku bisa dengan jelas mendengar pembicaraanmu, prof. Levin mulai mengeluarkan rayuan gombalnya untuk memikatmu."Terlihat ada sebuah kejujuran, Itulah yang membuat karyamu special. Jadi buanglah semua hal yang berlawanan dengan dirimu.""Terima kasih, saran yang baik yang terucap dari seorang dosen sepertimu, itu sangat berarti," kau memuji pria beruban tak tahu diri itu."Banyak orang menilai wanita terbuka itu sangat menggoda. Manfaatkan hal itu di hidupmu.""Haha, Semuanya tidak semudah itu." Kau coba mengelak dari arah pembicaraan dosenku."Kamu boleh menjadikan aku sebagai kelinci percobaan. Aku tidak akan marah." Tangan Prof. Levin mulai nakal dan menyentuh pelan tanganmu di ata
Kau menggandeng tanganku mesra, sambil berjalan menuju kediaman Peach kau terus bercerita tentang sahabat mu itu. Padahal aku tau dialah satu-satunya sahabatmu yang terlihat beda. Entahlah...hanya itu yang aku rasakan."Haha, itu sungguh memalukan, Peach dan aku bisa berteman karena kita pernah keracunan makanan. Muntah membuat kita berteman,"(Ben: "Kau sudah melihat dapurnya? Warna dapurnya merah. Di design untuk bercinta. Dia sangat Kinky denganku karena dia tahu aku punya narkoba. Nah sekarang kamu, apa yang kamu punya? Moga-moga tidak terjadi hal aneh nanti aku berharap kalian bisa berteman.")Pintu terbuka, tepat sebelum kau melangkahkan kakimu ke dalam rumah. Kau melepaskan pegangan dari tanganku. "Sial!" umpatku dalam hati. Kenapa seperti ini? Apakah kau malu padaku? Tapi apa dayaku, aku hanya bisa mengikutimu dari belakang. Bisa kulihat, ini bukan tempat yang cocok untukku. Semua orang disini sama s
Sepulang mengantarkanmu ke rumah. Aku langsung kembali ke apartemen. Jelas sekali bisa kudengar kalau Amara sedang bertengkar dengan Roni. Dan aku mendapati Paco duduk sendirian di tangga seperti biasa. Kasihan sekali anak itu. Amara terlalu sibuk dengan kekasihnya sampai harus melupakan anaknya. Aku tak peduli dengan apa yang mereka lakukan. Aku hanya peduli pada Paco."Temanilah Paco!" teriak Amara dari dalam kamar."Apa yang Paco butuhkan dariku?""Dia butuh seorang yang normal, bukan pemabuk!""Ada apa denganmu, memukul dinding? Bereskan masalah kita!"Teriakan mereka terdengar jelas. Aku langsung duduk disebelahnya Paco. "Aku minta maaf sudah membentakmu," kataku. Aku benar-benar sangat merasa bersalah pada Paco."Tidak apa-apa...." jawab Paco."Membentak itu salah.""Semua orang dewasa membentak," Paco melirik pintu kamar apartemennya."Orang dewasa memang menyebalkan. Beberapa orang ada yang membentakku juga. Tapi
3 hari berlalu...Sejak ciuman pertama kita. Bisa kubilang, semuanya berjalan sangat lancar setelah Ben tiada. Hampir setiap hari kita bertemu dan bicara tentang banyak hal sambil jalan-jalan."Apa film favoritmu? Film terbaik menurutmu?" tanyamu."Beverly Hills Cop.""Wah, masa?""Oh, ya. Aku serius!?""Ok... Aku tertarik. Terangkanlah," kau memandangku nakal."Filmnya sangat menghibur, dan adegan berbahayanya terasa sangat mencekam. Film bagus dari segala aspek. Bagaimana denganmu? Film terbaik menurutmu!?""Mmm, kurasa...Pretty In Pink.""Seorang wanita biasa yang jatuh cinta pada seorang pria yang benar-benar peduli padanya," lanjutku. Sungguh tak kuduga Chall. "Aku juga suka film itu." Aku akan menjadi pria itu, pria yang peduli padamu Kamu berhak untuk itu, setelah kisahmu dengan Ben."Btw...bagaimana dengan mantanmu yang kudengar dari seorang wanita di pestanya Peach. Namanya Candy?" kau malah penasaran dengannya.
Sudah kuduga akan jadi masalah 6 humidifiers dan sebuah unit AC tahun 70an yang disetting berlebihan... Meski sudah mati, Ben tetap bisa membuatku kesal. Buru-buru dengan menggunakan senter aku turun ke basement. Karena AC nya mati jadi sepertinya proses pembusukan berjalan sangat cepat. Aku menutup hidung karena tak tahan dengan bau yang menusuk dan memenuhi ruangan basement. Astaga! cairan apa itu? Keluar dari tubuh busuk Ben. Sepertinya tubuh Ben sudah semakin parah. Begitu pula dengan kondisi buku-buku ini. Buku-buku ini akan hancur apabila mayat Ben tetap disini. Mayatnya harus kusingkirkan sekarang.Ada saja gangguan saat aku berusaha mengangkat tubuh Ben keluar basement. Kau malah mengirim pesan. "Hey, sedang apa? Apakah kamu bisa membaca bahasa cina? atau punya sebuah martil?" Bagaimana bisa aku menolak undangan itu. Paling tidak bukunya sekarang aman karena sudah tidak ada mayat di basement. Dan aku tidak mungkin memba
Tepat di hari aku merasa putus asa. Kau tiba-tiba muncul. Dan itu adalah sebuah keajaiban untukku."Chall?" aku menyapamu yang berdiri diantara rak buku."Hey. Aku benci mengakuinya, tapi sepertinya kamu benar.""Sedikit ya.""Aku akan melakukan apapun untuk temanku,apakah aku bersembunyi di belakang mereka? Ya, apakah aku menjadikan, itu sebagai alasan untuk tidak menulis? Ya. Sejujurnya, aku, punya banyak alasan untuk tidak menulis karena, betul, mungkin aku takut untuk gagal. Hanya butuh 1 halaman jelek untuk membuktikan bahwa aku seorang penulis yang buruk. Masalah tentang apakah aku mengirimkan beberapa sinyal berbeda, itu karena...Aku tidak tahu siapa diriku sebenarnya. Jadi bagaimana caranya untuk aku bisa tahu? Aku sadar, aku terdengar menjijikkan seperti...apa ya... anak jaman now."Tolong jangan komentar," ucapku. Saat ini, kaulah segalanya."Begini...jika mau tahu siapa kamu sebenarnya, tidak mungkin kamu mengatakannya kan maksudk
Zacharie-“Apa kamu baru saja ejakulasi...?” tanyamu saat dengan jelas kau lihat memang aku sudah ejakulasi. Seharusnya kamu berteriak puas sekarang. Mencakar punggungku. Kau berharap aku membuatmu puas, melepaskan stress. Tapi nyatanya kau diam saja, dan punggungku baik-baik saja dan kau terlihat sangat tidak puas. Aku rebah di sampingmu.Kau Pun bingung mau bilang apa kan? Kamu pasti segan Abaikan saja, tolong abaikan saja Chall.Lama sekali kau di WC. Apa yang telah kulakukan? Seriusan? Pasti kau sedang membicarakan aku dengan siapa pun itu di HP. Sebuah insiden kecil tentangku. Mr. Quick Draw. The Minuteman. Tapi dengan kata-kata halus. Moga-moga itu bukan Peach.Aku ambil HP lamamu agar tahu dengan siapa kau bergosip. Sang kapten? Apa-apaan ini? Ha? Sudah jelas kau tidak mencintainya Love ya! Love ya? Bahkan kau tidak pernah berkata itu pada Ben. Dan Ben pun mati.Chall, kukira kita
Belum sempat aku memikirkan jawaban yang tepat, untung saja kau sudah menjawab sendiri. "Oh iya, kamu kan penjual buku. Memalukan memang, melihatku seperti ini." Katamu sambil menunduk malu."Kamu cocok kok," pujiku"Menghina sekali.""Ini normal. Aku...Aku bohong padamu." Ucapku."Maaf?" kau membelalakkan mata seolah tak percaya."Sebenarnya aku tahu kamu ada disini. Aku tidak suka dengan pertemuan terakhir kita. Dan sepertinya kamu juga tidak suka kulihat kamu bersembunyi di kamar mandi." Katamu beralasan."Aku tidak bersembunyi, sungguh." Elakmu."Tapi anggap saja kalau aku punya hutang padamu.""Ya...""Jadi intinya kamu ingin aku bertahan lebih dari 8 detik kan?" Ujar ku bercanda."Tidak! Tapi, iya.." kau tertawa mendengarnya."Kupikir itu sebuah lomba.""Aku menang kan?" Ucapmu malu malu."Oh tidak ya...Kupikir kamu akan senang jika aku datang membawa kejutan.""Btw. Bagaimana kam