Share

Tenang Ben, Kita Bicara

Aku membuka kedua mataku, entah kenapa aku merasa hari ini sangatlah indah. Dan kenyataan bahwa aku selangkah mendekatimu, bukan hanya bayang-bayang mimpi malam tadi. Chall, malam ini adalah kencan pertama kita..Rasanya senang sekali bukan? aku sampai menari kesana-kemari dalam apartemen kecilku. Aku sudah tidak sabar, dan kurasa kau juga begitu, meskipun kutahu kau sehabis mabuk. Tapi mungkin aku salah

.

Suatu hari akan kuceritakan tentang Candy. Setiap batas yang kulewati karena aku buta cinta. Betapa hancurnya diriku saat itu. Yah, namanya juga manusia, kita semua punya masa lalu yang gelap. Tapi kurasa kali ini tindakanku benar.

Kencan kita memang masih beberapa jam lagi, tetap saja sepagi ini aku mampir ke kontrakanmu. Bukan untuk menggangumu, hanya sekedar memeriksa. Tak kusangka aku perlu untuk menguntitmu seperti ini, tapi ternyata ada untungnya juga, aku jadi lebih tahu banyak tentang kamu.

Kau tidak mampu untuk membeli baju baru kan? dari tadi kau memilah-milah baju yang akan kau pakai nanti malam, tapi tidak juga kau temukan. Biar saja apa adanya Chall, bagiku kau terlihat sempurna meskipun memakai baju lusuh.  Bukan bermaksud mengkritik tapi sepertinya kau sedang bingung. Hmm, HP baru ternyata ... Tentu saja, tidak mungkin kau bertahan 24 jam tanpa HP. Begitu kau mengaktifkan HP itu, aku tahu kau pikir kau telah menon-aktifkan HP yang lama. Tapi kau salah HP lamamu yang masih ditanganku dan itu masih terlogin di Cloud. Yang artinya, aku masih bisa tahu semua aktivitasmu. Jangan percaya film Sci-fi. Teknologi itu sangat berguna.

Kau terlihat berusaha menghubungi Ben, hanya saja panggilan mu semua dialihkan ke pesan suara. "Halo, ini Ben, tinggalkan pesan. Namaste."

Kau meninggalkan pesan yang ke berapa kalinya. "Hey, kamu belum membalas sms ku. Berikan kabar secepatnya ok? Hanya itu yang kuminta. Tidak enak merasa khawatir"

Memang tidak enak, Chall. Kau fokus terhadap dia, bukan tentang kita Kukira masalah itu sudah kuatasi untukmu. Sepulang mengikutimu ke kampus untuk membuat janji dengan dosen mu, aku kembali ke toko. Nathan sudah datang duluan untuk membuka toko. "Hey, buku-buku baru itu telah tiba. Mau aku pindahkan ke basement?" tanya Nathan.

"Biar aku saja, kamu bisa siapkan display untuk di depan," jawabku, tidak bakal aku menyuruh siapapun ke basement sementara ada rahasia besar di bawah sana.

"Oh iya, anak itu kemari, dia sedang membaca diatas."

"Paco?" segera aku menghampiri sahabat kecilku.

"Hey, pembaca kilat," sapaanku untuk Paco.

"Hi, Z!"

"Sedang membaca apa?"

"Buku tentang werewolves yang banyak dibicarakan oleh teman-teman kelasku. Ceritanya lebih dipenuhi soal cinta daripada werewolf nya," sahut Paco.

"Hmmm, dimana ya...Nah, ini. Coba buku ini."

"Frankenstein"?

"Yeah, seorang monster yang sangat keren dan menakutkan tapi sebenarnya hatinya baik."

"Bagaimana maksudmu?"

"Baca saja, nanti kau mengerti. Nathan punya cemilan, ambil saja sesukamu." Segera setelah sahabat kecilku nyaman, aku pergi ke basement...

Ben sudah sadar sepenuhnya, dengan luka di kepalanya akibat pukulan martilku, dia masih saja punya tenaga untuk berteriak-teriak minta tolong.

"Keluarkan aku dari sini! Cepat!"

"Tenanglah Benji. Mari bicara."

Ok, aku tidak berpikir panjang ketika aku memukulnya dengan martil. Aku hanya tau bahwa Ben adalah yang terburuk layaknya racun yang tetap kita makan setiap hari. Maka dari itu semuanya aku lakukan, untukmu Chall. Dan hasilnya sekarang, ada seorang pria dewasa di sebuah basement di bawah toko buku, merengek-rengek seperti bayi.

"Tolong!" Ben berteriak-teriak lagi.

"Basement in kedap suara. Pemilik terdahulu senang membaca dengan damai disini. Maaf!" sahutku agar Ben tahu jika apa yang dia lakukan itu sia-sia saja.

"Sudah kubilang, aku tak tahu siapa kamu. Aku tidak mengerti apa salahku, aku bersumpah!" Ben mulai kesal karena dikurung seperti seekor anjing. Sejujurnya, saat ini aku tak tahu harus kuapakan orang ini.

"Aku bisa memberikan nomer pengacara keluargaku. Dia akan membayarmu!" Dia berpikir kalau aku ingin uang.

"Kamu tahu siapa ayahku? Benjamin Ashby II, manajer pengelola investasi global Kita punya jet pribadi. Kita bisa membawamu kemana saja," sebuah pamer singkat tercetus dari mulut Ben. Hmm jet pribadi, dugaan terbaik, aku akan terbang ke sebuah tempat yang jauh darimu Chall. Dugaan terburuk, mendekam di penjara. Keduanya tak ada untungnya bagiku.

"Itu makanan untukmu, roti dengan extra topping," aku menunjuk sebuah bungkusan yang memang sengaja aku beli untuk Ben.

"Pergi saja ke neraka!" hardik Ben.

"Aku tidak makan gluten. Aku alergi gluten, hal itu bukan hoax. Gluten, dairy, bahkan aku bisa mati jika makan kacang!" Wow, manja sekali. "Aku cuma ingin sebuah burger dengan sayuran

atau sushi. Pola makanku terbatas, tolonglah. Aku rasa kamu bukan seorang pembunuh," rengek Ben. Seandainya saja itu salah, maka aku tidak akan pusing sekarang. "Biarkan aku keluar. Aku tidak akan berkata apa-apa." Dia bahkan tidak tahu namaku, aku rasa aku punya solusi. "Aku claustrophobic (takut pada ruang tertutup atau sempit). Gula darahku rendah."

"Apakah ini gula?" aku mengeluarkan sebuah bungkusan kecil berisi serbuk putih. "Aku menemukannya di dompetmu beserta 3 butir Xanax, Adderall, dan setengah lembar...apa?, acid?" aku sebutkan semua obat terlarang yang kutemukan di dompet Ben.

"Ya ya, itu semua bukan untukku. Aku dalam sebuah jaringan, aku punya bisnis." Ben berusaha mengelak.

"Betul, Home Soda!?"

"Ya, hand made, suatu saat kita akan sukses besar," ucap Ben bangga.

"Benarkah? Apakah para investormu tahu jika kamu menggunakan narkoba? Ayahmu tahu? Bagaimana dengan pacarmu?"

"Aku tidak punya pacar!!" Teriak Ben lantas langsung terdiam. Seolah-olah dia mengingat sesuatu. "Ow ... Aku ingat sekarang. Aku melihatmu waktu itu di dalam taksi! Bersama Chall. Dia menyebut namamu Apakah Jack, bukan ... Namamu Zach!" ujar Ben sangat yakin. Nah, sekarang tambah rumit masalah. "Jangan-jangan kau melakukan ini karena cemburu? Dia bukan pacarku. Kamu boleh memilikinya! Ambil saja!"

"Hati-hati Ben! Kamu tidak membuatku senang!"

"Jika saja kau tahu siapa dia sebenarnya, seharusnya kau tidak mengurungku disini dan menghancurkan hidupmu sendiri hanya karena seorang Challandra Aluna sialan!" suara Ben makin meninggi.

"Jika kamu mau keluar, kamu harus menuruti permintaanku!" ucapku pada Ben sebelum aku meninggalkannya untuk rencana kencanku malam ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status