Share

1. Dia adalah Wendy

-Ethereal- (kata sifat)

"Sesuatu yang begitu indah, yang terlalu sempurna untuk dunia"

Wendy bukanlah wanita cengeng dan manja, merasakan penderitaan sedari kecil membuatnya tumbuh sebagai wanita dengan mental tangguh.

Hanya satu orang yang dapat melihat sisi manja dan cengeng dirinya.

Tirtan, sang Kakak laki-laki, satu-satunya anggota keluarga yang tersisa setelah Ibunya meninggal.

Tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan, Wendy akan senantiasa dibawa bersembunyi di dalam lemari pakaian bersama sang Kakak saat mereka masih kecil.

"Kita sembunyi di sini ya? Jangan takut, ada Kakak di sini."

Wendy, yang saking ketakutannya sampai tidak bisa menangis hanya mengangguk dengan pelan, mendekap sang Kakak lebih erat, membiarkan rasa aman membanjiri tubuh mungil menggigilnya.

"Jangan takut, Kakak akan melindungi Wendy."

Di masa kecil, Wendy dan Tirtan akan saling berpelukan di dalam lemari pengap..

....saat mendengarkan bunyi cambukan dari sang Ayah dan teriakan sang Ibu di luar.

Lahir dari pria bajingan membuat masa kecil Wendy dan Tirtan menyedihkan, pertengkaran dan pertumpahan darah bukan lah hal yang jarang mereka lihat. Dan saat itu terjadi, Tirtan yang sering kali melindungi Ibunya, akan membawa Wendy ke kamarnya saat di lihatnya Wendy memergoki pemandangan menyedihkan tersebut.

Tirtan akan menidurkan Wendy di kasurnya, menyelimutinya dan membacakan buku cerita tentang kelinci hingga Wendy tertidur. Kadang saat teriakan dari Ibu mereka mengeras dan kata-kata kotor dari Ayahnya semakin parah, Tirtan akan menutup kedua telinga Wendy dengan erat.

Bagi Wendy, Tirtan adalah pahlawan penyelamat masa kecilnya.

Wendy menyayangi Tirtan lebih dari siapapun di dunia ini.

Saat Ayah meninggalkan mereka untuk wanita lain dan memulai keluarga baru, Wendy dan Tirtan serta Ibu mereka menangis karena perasaan lega. Meskipun mereka harus tinggal di sebuah kontrakan kecil dan menjadi miskin, tapi mereka bertiga memiliki satu sama lain.

Beranjak dewasa, Wendy tumbuh menjadi gadis yang elok, dengan rambut halus dan tebal, bulu mata lentik serta alis yang tertata alami. Matanya yang berwarna coklat keabuan warisan dari sang Ibu, hidung mancung, kulit putih dan otak yang cerdas.

Meskipun memiliki pipi yang agak tembam, tapi Wendy sudah di berkahi oleh tubuh yang menawan.

Sedangkan Tirtan tumbuh sebagai pria yang gagah, pintar dan rupawan, melanjutkan pendidikan tingginya di ibu kota menggunakan beasiswa, meninggalkan Wendy serta sang Ibu untuk beberapa saat. Bolak balik desa dan ibu kota agar adiknya tidak lupa bagaimana bentuk wajahnya.

Wendy, ditinggal berdua dengan sang Ibu di desa kerap kali mendapatkan banyaknya lamaran pernikahan sejak usianya mulai menginjak 17 tahun.

Tapi dengan masa kecil yang penuh akan kekerasan dari sang Ayah, kenangan tentang bagaimana Ibunya menderita dan tidak bisa berbuat apa-apa membuatnya enggan untuk menikah. Bagi Wendy, tidak ada pria manapun di penjuru negeri yang bisa menyaingi Kakaknya. Tidak ada yang bisa menyayanginya sebesar Tirtan, dan tidak ada yang bisa melindunginya sebagaimana Tirtan melindunginya dan Ibunya.

"Tidak, seribu pria pun tidak akan bisa membuatku menikahi salah satu dari mereka."

Itu adalah perkataan Wendy saat rumahnya didatangi oleh salah satu anak mandor tersohor kota kecil tersebut.

Benar, Wendy dan kecantikannya yang sudah menjadi bahan pembicaraan pria seluruh desa bahkan kota. Kabar burung bertebaran dimana ada seorang gadis dengan wajah dan tubuh yang sangat indah sudah menolak ratusan lamaran pinangan yang di datangkan padanya.

Mendapatkan Wendy bak sebuah kompetisi.

Wendy, yang tetap teguh pada pendiriannya mendapatkan sebuah julukan, Bidadari Perawan Gila.

Di usianya yang ke 22 tahun, Wendy dan sang Ibu yang sebelumnya membuka warung kecil untuk berjualan kue diboyong oleh Tirtan untuk pergi ke Jakarta. Saat itu ekonomi mereka sudah membaik, Tirtan yang setelah lulus langsung direkrut perusahaan ternama untuk jabatan yang lumayan tinggi membuat mereka cukup untuk pindah ke kontrakan yang lebih baik, kemudian setelah 4 tahun bekerja, Tirtan yang kala itu berusia 26 tahun mampu membangun sebuah cafe di Jakarta untuk Ibu dan Adiknya yang gemar memasak.

Memiliki cafe atau bakery sendiri adalah cita-cita Wendy sejak kecil, dirinya yang hanya tamatan SMA memilih membantu Ibunya berjualan demi menambah peruntungan sang Kakak di Ibu Kota.

Maka setelah mengikuti les memasak, Wendy akhirnya menjadi kepala dapur sedangkan sang Ibu mengurus keuangan, Tirtan tetap pada pekerjaannya untuk menyokong berjalannya bisnis kecil mereka tersebut.

Namun sayang, baru saja Wendy memimpikan hidup bahagia bertiga, Ibunya harus berpulang ke hadapan Tuhan satu setengah tahun sejak kedatangan mereka ke Jakarta.

"Sekarang hanya kita berdua.."

Tirtan menggenggam erat tangan Wendy yang terdengar masih sedikit sesenggukan di sebelahnya. Tangan kirinya yang menggenggam erat payung yang saat ini melindungi mereka berdua agak melemas, tapi hanya sebentar sampai dia kembali mengeratkan genggamannya.

Tirtan sebagai Kakak, harus tetap memegang payung ini agar Wendy tidak kebasahan, meskipun pundak sebelah kirinya sudah basah kuyup karena sebagian dari payung ini dia gunakan untuk melindungi adiknya, Tirtan tidak mengapa, baginya tidak boleh ada satu bulir air hujan pun yang boleh menyentuh pundak atau rambut Wendy.

"Iya, hanya kita berdua.."

Tirtan merasakan kepala Wendy bersandar pada pundaknya, membuat tangan kanan yang tadinya menggenggam tangan sang adik kini merengkuh pundaknya, mengusapnya perlahan seolah mengatakan 'tak apa, ada aku.'

"Kak, kau tidak boleh meninggalkanku."

Tirtan terenyuh, mata coklat abu Wendy yang kini redup seolah sudah kehilangan segala harapan hidup menatap Tirtan tepat pada mata, seolah kini hanya menyisakan Tirtan sebagai satu-satunya yang tersisa.

"Iya, tidak ada satu dewa pun yang bisa memisahkan kita."

Wendy mengangguk. Hujan dan kuburan Ibunya lah yang menjadi saksi dari sumpah Tirtan hari itu.

Dan semoga memang tak ada satu dewa pun yang bisa memisahkan mereka.

"Selamat datang di Ethereal"

Kini Wendy sudah berusia 24 tahun, sepenuhnya dewasa dan pulih dari keterpurukan. Wajah dan tubuhnya yang semakin menawan dan perawakannya yang mulai riang.

Bersama sang Kakak yang kini memilih mengurus bisnis mereka, Wendy menjalani hari-harinya dengan semangat. Cafe yang mereka bangun kini tidak pernah sepi pelanggan, berkat tangan cekatan Amel (koki yang mereka rekrut), rencana bisnis Tirtan dan kemolekan sang adik yang menarik perhatian.

Wendy kini merasa cukup.

Wendy tidak bisa lebih bahagia lagi dari ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status