Share

Evanescent
Evanescent
Penulis: JJeve

Where It All Began

Kemarahan dan rasa kecewa adalah dua hal yang berdampingan. Masalah yang terus terjadi sebelum masalah lain terselesaikan membuat keadaan semakin tidak terkendali.

Seorang wanita menatap pria yang berada di hadapannya, acara masak paginya menjadi kacau setelah si pria memberinya kejutan yang besar.

"Melarikan pengantin orang lain? Apa kau sudah gila?"

"Aku mencintainya, aku tidak bisa hidup tanpa dirinya."

"Omong kosong, kau pikir cinta itu segalanya? Apa yang kau tahu tentang cinta?"

"..."

"Cinta hanyalah sebuah pemikiran, seperti kepingan puzzle yang sulit untuk dirangkai."

"Jika kau berpikir seperti itu, maka kau akan menderita saat kau jatuh cinta suatu hari nanti!"

"Aku tidak peduli!"

.

.

.

Evanescent

.

.

.

Seorang gadis muda bergaun pengantin duduk dengan tidak nyaman pada sofa lusuh di sebuah flat sewaan.

Rambut merahnya masih terlihat rapi dengan riasan pengantin yang membuat dia tampak seperti seorang putri.

Dia duduk gelisah karena mendengar perdebatan dua orang dari arah dapur yang terhalang dinding tembok, walaupun begutu dia masih bisa mendengar dengan jelas karena pintu dapur terbuka lebar.

Sementara itu di ruangan dapur tersebut, dua orang sedang berdebat atau bisa dikatakan mereka hampir bertengkar.

Alasannya, salah seorang diantara mereka merasa marah dan kesal pada lawan bicaranya. Di tengah masalah yang sedang mereka hadapi, muncul masalah baru dengan datangnya pengantin wanita yang dibawa lari oleh sang lawan bicara.

"Aku heran, dimana otak jeniusmu yang kau banggakan itu? Masalah kita belum selesai, dan kau membuat masalah yang baru, apa kau ingin membunuhku?" protes seorang wanita pada pria yang masih setia duduk di kursi dengan tangan yang menopang di atas meja makan.

"Aku tidak punya cara lain," jawab si pria.

"Apa? Kau memang tidak berpikir saat bertindak?!" Wanita itu masih bersuara keras.

"Aku tidak tahu harus bagaimana," jawab pria itu lagi.

"Kau membuatku muak, Garrand!!" Wanita itu hanya bisa kembali berkata kasar.

"Aku berjanji akan menyelesaikan masalah ini secepatnya, tapi aku harap kau mengizinkan dia tinggal beberapa hari saja!" pinta Garrand. Suaranya terdengar putus asa.

"Pulangkan dia!!" Wanita itu kembali menolak permintaan sang lawan bicara.

"Sarra, kumohon!!" rajuk Garrand pada wanita yang mengenakan celana jeans dan kaos putih berlapis kemeja bermotif kotak.

Wanita bernama Sarra hanya bernafas kasar, ia tidak menjawab atau memenuhi permintaan Garrand, ia kemudian segera pergi meninggalkan pria itu di dapur.

Saat keluar, dia bertemu dengan pengantin wanita yang dibawa lari oleh Garrand. Mereka hanya saling menatap tanpa ada keinginan untuk membuka suara, terutama untuk Sarra.

"Aku minta maaf atas nama Garrand," ucap wanita itu sambil membungkuk.

"Selesaikan urusanmu dengan pria bodoh itu! Kenapa dia tidak membiarkanmu menikah dengan orang lain saja? Dengan apa dia akan memberimu makan nanti?" keluh Sarra pada wanita pengantin tersebut.

"Kami saling mencintai," jawab wanita berambut merah.

"Oh, lagi dan lagi itu alasannya, apa cinta saja cukup untuk membuat kalian merasa kenyang?" tanya Sarra.

"Sudahlah, aku tidak mau tahu, secepatnya dia harus membawamu pergi dari sini!" tegas Sarra sambil melirik pada pria yang muncul dari pintu dapur.

"Aku harus pergi, aku butuh udara segar!"

Setelah mengatakan itu Sarra segera berlalu dan pergi tanpa menoleh lagi pada sepasang kekasih yang sudah membuat pagi harinya menjadi kacau.

"Kenapa kau begitu marah? Bukankah kau juga punya andil atas apa yang terjadi?" Wanita berambut merah bertanya dengan nada yang sedikit keras.

Langkah Sarra terhenti saat wanita pengantin mengatakan hal itu. Tanpa menjawab pertanyaan dari si pengantin, dia melanjutkan langkahnya kembali dengan perasaan yang jauh lebih kacau dari sebelumnya.

...

Manusia hanya bisa berencana dan Tuhan yang akan memberi keputusan. Rencana memang hanya tinggal rencana, segalanya sudah tertulis dalam takdir hidup setiap orang, bahkan sebelum mereka terlahir ke dunia untuk menjalani kehidupan.

Sarra berjalan di trotoar untuk mengambil barang, dia tidak peduli jika cuaca begitu panas, topi putih yang ia kenakan tidak cukup untuk membuat kepalanya menjadi teduh dan juga dingin

Cuaca di musim panas yang begitu menyengat, tapi gejolak di dalam hatinya jauh lebih panas dari musim panas itu sendiri, bahkan rasanya ia sulit untuk bernapas.

"Sialan!! Semua karena Si Bodoh itu yang membuat hidupku jadi sengsara seperti ini!" Sarra hanya bisa menggerutu sambil membawa kotak berisi buah-buahan yang cukup berat.

"Dia pikir siapa dirinya? Pangeran? Dasar tidak tahu diri!" maki Sarra entah pada siapa.

Saat ini ia sedang sibuk bekerja sejak satu bulan lalu, ia butuh biaya hidup dan satu-satunya yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menjadi pekerja kasar.

"Hm, Putri Bellou, masih bekerja keras, ya?!" Sarra segera mengalihkan perhatian pada sumber suara yang datang dari arah belakangnya.

"Luca! Berhenti memanggilku seperti itu, aku tidak ada hubungannya lagi dengan nama itu!" tegas Sarra pada pria tampan yang sekarang sedang membantunya mengangkat kotak buah.

Mereka mengangkatnya pada sebuah mobil pick up hitam bersama dengan kotak-kotak yang lainnya. Sarra terlihat kesulitan karena isi kotak tersebut sangat berat baginya.

Beruntung ada Luca yang mau membantunya sejak dua bulan terakhir. Katakan saja dia sedang mengalami hal sulit saat ini dan hal itu membuatnya berubah sikap.

"Kenapa kau datang ke sini? Bukankah kau tahu kemana seharusnya mencari Garrand dan Lorena?" tanya Sarra setelah ia turun dari belakang mobil.

Luca mengikuti wanita muda Sarra untuk turun dari mobil, pria muda itu juga ikut duduk di pinggir trotoar dimana Sarra sudah duduk lebih dulu dan memberikan satu kaleng minuman soda padanya.

"Semua jadi kacau," ucap Luca setelah menerima minuman soda pemberian Sarra.

Luca menenggak isi kaleng berwarna biru itu hanya sedikit saja. "Aku tidak menyangka kenapa bisa jadi begini," ujarnya lagi.

"Dia menculik pengantinmu, aku yakin sebentar lagi dia akan berada di kantor polisi," jawab Sarra.

"Cih, siapa yang kau bohongi? Aku yakin kau juga senang kalau aku dan Lorena tidak jadi menikah, karena yang seharusnya bersanding denganku adalah dirimu," goda Luca yang sukses membuat pipi Sarra merona dan pemandangan itu selalu disukai sang lawan bicara yang sekarang mungkin masih berstatus sebagai kekasihnya.

"Seharusnya kau berterima kasih pada Garrand," jawab Luca sambil tersenyum.

"Ya dan itu memastikan keluarga Hoecklyn serta keluarga Bellou akan semakin mengutuk diriku juga pria bodoh itu," gerutu Sarra.

"Luca, keadaan sudah tidak sama seperti dulu, aku bersalah dan itu adalah kesalahan terbesarku pada semua orang," ucap Sarra dengan lirih. Tersirat penyesalan dalam ucapannya.

"Padamu, keluargaku, keluargamu, keluarga Garrand bahkan keluarga Lorena," tambah wanita muda itu lagi.

Mereka berdua terdiam, sulit sekali mengurai benang yang sudah kusut tidak terkendali, entah bagaimana awalnya karena semua terjadi begitu saja.

TBC

See you next chap ...

Komen (4)
goodnovel comment avatar
JJeve
Hallo salken aku autgor cerita ini, maaf aku g tau klo ada komen ga ada notif soalnya
goodnovel comment avatar
Dee Zaa
Atau lihat di profilnya
goodnovel comment avatar
Dee Zaa
Hallo klo g salah nama akun kkk authotnya adalah Amethyst
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status