Share

Masih Mengingatnya

"Apa laki-laki itu temannya? dia akrap sekali," ujar Aaron. Dia menaruh sendok itu di atas piringnya. Wajahnya menunduk lesu, baru kali ini tidak ada yang mau berteman dengannya.

Sang Kesatria itu mengepalkan tangannya, ia langsung keluar dari Restaurant itu untuk menghampiri dua anak yang sudah mengabaikan tuan mudanya. "Tunggu!" teriaknya.

Williams mengamati pakaian laki-laki di depannya, baju zirahnya dan pedang di samping pinggang kanannya. "Ayo Alice,"ujarnya menarik sang adik.

"Tunggu! apa kamu tidak memiliki sopan santun? sudah beruntung dirimu di sukai tuan muda ku," ujarnya menatap tajam.

"Apa itu penting?" Williams melangkah ke depan, tatapannya tak kalah dingin. Ibunya selalu mengajarkan tidak boleh membedakan status. la sangat benci seseorang yang mengandalkan statusnya dalam hal yang tidak benar.

Sang Kesatria itu selangkah mundur, apa yang ia takutkan pada anak kecil seumuran majikannya? tapi aura membunuh itu lebih kuat dari auranya. Entah kenapa? ia pernah merasakan aura itu.

"Jangan mengusik Adik ku, aku tidak akan segan pada mu." Kata Williams menekan. Dia akan melindungi ibu dan adiknya dari siapapun. Sekalipun orang itu adalah sang penguasa. "Ayo Alice!" sambungnya lagi seraya menarik tangan gadis mungil di sampingnya.

"Tuan muda, biar saya saja yang menghadapinya," ujar kusir kuda itu. Dia melangkah ke depan dua majikannya. Kusir kuda itu, bukanlah kusir sembarang. Laki-laki itu sangat ahli bermain pedang. Suatu hal yang Wiliams dan Alice sembunyikan, keduanya jago bela diri dan ahli bermain pedang. Selama di Kekaisaran Adrien, keduanya telah memiliki seorang guru yang di segani oleh semua bangsawan. Awal pertemuan keduanya, Ibunya, Sofia yang tampa sengaja menolong seorang laki-laki yang terkena sebuah peluru. Selama itu pula, kedua anaknya di asah oleh guru itu dan menjadikan keduanya jago dalam segala hal. Sofia pun malah mendukung, ia ingin kedua anaknya bisa melindungi dirinya sendiri, jika ada sesuatu yang mendesaknya.

"Tidak perlu! jangan meladeninya, kita tidak memiliki urusan dengannya," ujar Wiliams dingin.

"Lion!" anak kecil di belakangnya menyadarkan sang kesatria yang bernama Lion itu. "Apa ada sesuatu yang membuat mu melamun?" tanya Aaron, kemudian melihat kereta yang telah menjauh.

"Ti-tidak ada, tuan. Sebaiknya kita pulang," ujar Kesatria Lion.

Siapa anak kecil itu? kenapa aku tidak merasa asing dengan wajahnya batinnya.

"Apa yang kamu lakukan pada mereka? awas saja, jika kamu berbicara macam-macam padanya, aku tidak akan memaafkan mu."

"Tidak Tuan! aku tidak berbicara apa-apa pada mereka. Aku hanya mengatakan, tuan muda ingin berteman saja."

Aaron tak begitu percaya pada Kesatrianya, melihat wajahnya tadi. Kesatria Lion pasti mengatakan sesuatu.

"Awas saja, jika terbukti kamu melakukannya, ayo kita pulang. Ayah pasti mencari kita," ujarnya sembari menuju ke arah kereta.

Tak berselang lama, kereta itu berhenti di halaman depan yang cukup luas. Aneka bunga berjejer rapi di halaman itu, butiran demi butiran salju itu menutupi hamparan rumput hijau dan beraneka bunga itu.

Kaki mungilnya terus berjalan sampai tubuh itu memasuki sebuah kediaman. Dia terus berjalan ke lantai dua, menghampiri sebuah ruangan. "Aku ingin beristirahat, kamu pergilah Lion," ujarnya menunduk lesu.

"Apa ada sesuatu yang tuan muda resahkan?"

"Tidak ada!" jawabnya ketus. Tangannya memutar handle pintu. Lalu menutupnya kembali.

Kesatria Lion menatap pintu bercat putih itu, ia tahu siapa yang menyebabkan semuanya. Lebih baik dia menuju ke ruangan Duke Charles untuk menanyakan, apa ada sesuatu yang harus ia tangani?

Kesatria Lion memasuki ruangan itu, matanya tertuju pada sosok laki-laki yang tengah menyandarkan kepalanya ke sisi kursinya seraya menatap langit-langit. "Tuan, Duke."

"Apa ada sesuatu yang tuan Duke butuhkan?"

"Tidak ada, aku tidak membutuhkan apapun. Apa kamu sudah menemukan sesuatu?"

Kesatria Lion menunduk, setiap ia datang, pertanyaan itu tak pernah lepas dari mulut majikannya. Sudah lima tahun lamanya, majikannya belum yakin istri pertamanya meninggal. "Aku harus mencarinya, aku yakin dia masih hidup."

"Tapi kereta itu jatuh ke sungai tuan," ujarnya. Karena penyelidikannya, kereta nyonya Duchess di temukan di sungai, dan besar kemungkinan nyonya Duchess telah meninggal, meskipun jasadnya belum di temukan."

"Dimana Kimberly?" tanya Duke Charles tak melihat istrinya selama di rumah.

"Nyonya sedang menghadari pertemuan sosialitanya, Tuan Duke."

"Aaron?"

"Tuan muda murung tuan, semenjak ada seorang anak kecil yang menolak bermain dengannya."

"Siapa dia? anak dari bangsawan mana? beraninya menolak putra ku itu,"

"Saya tidak tahu, Tuan Duke. Saya akan mencari anak bangsawan mana, tapi tuan muda berpesan, saya tidak boleh melakukan apapun, tuan muda menegaskan, akan menghukum saya jika melakukan sesuatu pada anak asing itu."

Duke Charles mangut-mangut, semenjak kapan sikap Aaron berubah? ia merasa aneh dengan putranya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status